Part 20

2.2K 234 0
                                    

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Tidak seperti biasanya, SMA Trimurti yang terkenal dengan keketatannya dalam bidang studi, justru kali ini seluruh murid bak ditelantarkan begitu saja. Sama halnya dengan kelas XII MIPA 3 yang ku duduki sekarang ini, dua mata pelajaran kosong tanpa adanya tugas latihan atau semacamnya. Murid mana yang tidak senang atas keajaiban langka ini.

Dari info yang berseliweran, seluruh guru di sekolah tengah mengadakan rapat dadakan. Entahlah, aku pun masih heran hal apa yang tengah dibahas oleh mereka. Yang jelas, aku berharap jamkos ini cepat berakhir. Bagaimana tidak, sekolah yang sepatutnya sebagai tempat belajar, kali ini sudah seperti taman bermain kanak-kanak.

Aku yang semula membaca buku, lama-lama cukup terganggu dengan suara bising di kelas. Aku mendongak. mengedarkan pandangan ke sekeliling. Seperti dugaanku, banyak dari mereka tengah berkumpul sembari mengumpulkan dosa, seperti ghibah, berhalu, dan... membicarakan aku. Sebagian lagi ada yang asik konser, menjadi badut receh, mabar, atau nobar.

Aku mengedarkan pandanganku sekali lagi. Tidak ada Ayu, Ghea ataupun Tessa. Mereka kemana. Aku menggeleng lirih. Untuk apa aku memikirkan mereka. Bukannya lebih baik mereka gak ada di sini. Lalu aku bangkit, keluar dari kelas dan pergi ke mushola. Waktu masih menunjukkan pukul 9.10 WIB., waktu yang pas untuk shalat Dhuha. Tapi sebelum itu, sesuatu terasa mendesak ingin keluar. Aku berputar arah menjadi ke toilet.

"Jadi gini, ya, rasanya ditinggal temen. Apa-apa selalu sendiri. Ngenes banget." ucapku setelah merapihkan pakaian dari balik bilik toilet. Menyadari ucapan ku barusan, aku beristighfar. "Ngomong apa, sih, gue. Kan masih ada Allah yang gak akan pernah pergi kemana-mana. Dia selalu ada di dekat, lo, Ayra. Astaghfirullah hal'adzim."

Setelah semuanya beres, aku keluar -tapi tunggu!

"Kok, macet!"

Aku memutar-mutar gagang pintu berulangkali tapi tetap saja tidak mau buka. Aku bertambah panik dan menggedor-gedor pintu, berharap ada seseorang yang mendengar dan bisa membantuku keluar dari sini.

"Tolong... siapapun, denger suara gue, nggak? Gue ke kunci disini... bantu bukain, dong... hallo?" /Dor, dor, dor!

Tak lama dari itu, terdengar suara Ayu dari luar pintu. "Hay, Ayra... ke kunci ya?"

"Ay- Ayu, Ayu gue ke kunci di sini. Bisa bantu bukain dari luar, nggak?" teriakku lagi.

"Gak usah teriak!!" balas Ayu, tegas. Aku terdiam, merasa bersalah karena teriakan ku tadi.

"Gue juga denger! Diem di situ, gue mau buka!"

Tak bisa di pungkiri, aku tersenyum senang mendengar Ayu akan membantu membukakan pintu ini. Aku mundur beberapa langkah ke belakang. Tapi apa selanjutnya... setelah pintu terbuka, seember air sabun langsung mengenai hampir seluruh tubuhku. Aku terkejut bukan main.

Jantung berdetak kencang dalam hitungan detik. Ayu menyiram tubuhku dengan seember air sabun, seperti air cucian. Aku mendongak menatap Ayu, terluka. Dan parahnya lagi, Tessa pun ikut andil di belakang Ayu.

"Gimana? Udah seneng gue bukain, dan gue kasih bonus biar lo jadi segeran! Enak, nggak?" Ayu dan Tessa tertawa bersamaan.

"Kenapa gue di siram?" tanya aku, melirih. Bahkan menatap matanya pun aku sudah tak mampu karena genangan air mata yang hampir terjatuh.

"Ya, karena itu pantes buat, lo! Jalang!" seru Tessa, ikut menorehkan luka lama. Mengingatkan aku dengan ucapan ayah. Jalang.

Tapi aku bukan jalang!

Tanpa sadar aku mengepalkan tangan, menyalurkan emosi yang hampir meledak.

Dengan bermodal berani, aku mendongakkan kepala dan memandang Ayu serta Tessa bergantian. "Gue salah apa, sih sama kalian? Soal Yuda? Karena gue putusin Yuda? Yu, lo bahkan belum tahu alasan gue putusin Yuda. Tapi kenapa lo sebenci ini sampe gak mau dengerin penjelasan gue??"

"Bukan cuma karena, Yuda, brengsek!!" sentak Ayu, disertai dorongan keras di bahuku.

"Semenjak lo berkhianat sama gue, gue udah benci banget sama lo!!" lanjutnya penuh dengan tekanan disetiap kata. "Lo pengkhianat! Lo janji sama gue buat bahagiain Yuda demi gue, tapi apa, bullshit!"

Ada jeda dari Ayu. "Terus, lo juga bohong sama kita soal Fia! Lo gak cerita apa-apa soal Fia sahabat kecil, lo! Dulu lo anggap kita apa, Ra?! Penampung lo kalau ada masalah?!"

"Dan juga... lo tuh gak pantes pake ginian!!" Ayu mencoba melepas jilbabku, tapi aku dengan gesit mencegahnya. Demi apapun, gue gak akan melepas jilbab ini walaupun di depan sesama jenis.

"Nggak. Yu, jangan!"

Berulangkali aku bilang jangan, Ayu justru semakin gencar untuk melepaskan jilbabku. Aku pun tak mau kalah, hingga akhirnya Ayu mendorongku lebih keras sampai kepala bagian belakang ku terbentuk dinding. Aku meringis, sakit.

Tak sampai di situ, Tessa yang berada di pihak Ayu, lantas mengguyur ku dengan gayung yang berada di toilet. Selanjutnya, Ayu kembali turun tangan. Dengan segala kemarahan dan tekanan batin yang terpendam, Ayu merebut paksa gayung yang di pegang oleh Tessa dan membantingnya dengan keras seraya membentak.

"GUE BENCI SAMA LO, AYRA!! GUE BENCI SAMA, LO, ANJ*...!!"

-

Lain halnya dengan Alifia yang baru saja selesai salat Dhuha, tak sengaja ia berpapasan dengan Rey.

/"Eh, maaf," /"maaf, maaf." ujar keduanya bersamaan. Menyadari itu, mereka tertawa renyah.

"Aku permisi, ya, mas." Baru selangkah Alifia pergi, Rey mencegahnya dengan sebuah pertanyaan. "E, Fi, tunggu. Ayra kemana? Gak bareng, Ayra?"

Alifia terpaku di tempat. Baginya, apakah ia salah mendengar. Rey tanya soal Ayra?

Alifia berbalik seraya menjawab tanpa berkontak mata dengan Rey. Pun demikian sebaliknya. "Nggak. Tadi aku mau ajak Ayra, shalat bareng, tapi tadi di kelasnya nggak ada. Terus aku chat, katanya dia lagi di toilet nanti nyusul. Tapi aku bingung, sampai sekarang belum kesini juga. Mangkanya habis ini aku langsung ke kelas dia lagi."

Rey manggut-manggut. Raut yang tadinya khawatir berangsur hilang. Tapi karena pertanyaan selanjutnya dari Fia, Rey kembali tak tenang. "Emang kenapa, tanya soal Ayra?"

"Nggak... nggak papa,"

"YUDA... BURUAN IKUT GUE!"

"Eh, kenapa nih?" tanya Morgan.

"Ck! Aduhh... udah pokoknya kalian harus ikut gue!"

Saat Ghea hendak menarik lengan Yuda, Reza menyeletuk. "Anjir! Emang ada apaan sih!"

Ghea yang rupanya sudah habis kesabaran, menyentak mereka bertiga. "AYRA DALAM BAHAYA, SIALAN! TESSA SAMA AYU MAU NYUSUL DIA DI TOILET!"

Dari teriakannya yang tak bisa dibilang santai itu, bukan hanya Rey dan Alifia yang mendengar, melainkan murid lain yang tak jauh dari lapangan juga mendengar. Lantas tanpa basa basi lagi dan tanpa memakai sepatu sekalipun, Alifia juga Rey berlari mengikuti langkah Yuda, Morgan, Reza dan Ghea.

Ay, semoga kamu gapapa. -batin Fia.

Ya Allah, lindungi Ayra. -batin Rey.

Ayra, gue datang, Ay. -batin Yuda.

****

TBC
S

ee u next part 🙌

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang