Part 26

2.1K 239 0
                                    


« بسم الله الر حمن الر حيم »

Mas?

Aku, kamu?

Sejak kapan mereka saling panggil dengan sapaan demikian??

Aku bangkit hingga mampu mengambil perhatian mereka. "Gue mau ke belakang." pamit dari ku dengan raut datar. Entahlah, mengapa aku jadi sesensitif begini melihat Rey dan Alifia yang semakin hari semakin dekat. Atau, aku yang baru menyadari bahwa mereka berdua memang sudah dekat sedari dulu.

"Ayra!" panggil Yuda, mengikuti langkahku.

Hingga ketika aku keluar dari toilet, langkahku mendadak kembali mundur kala melihat Yuda yang bersandar dari samping pintu. Ia menoleh dan berkata. "Ay, gue mau ngomong."

Aku menghela nafas berat. "Apa?"

"Kemarin gue ke lapas. Ketemu sama Ayu." Aku mendongak sekilas.

"Gue udah tahu semuanya dari Ayu. Dia ceritain semuanya." Yuda menunduk sembari mengambil jeda untuk mengatakan, "sorry, Ayra."

"Gue minta maaf, karena dulu gue adalah salah satu orang yang ikut andil menyeret lo ke jalan yang salah."

"Gue bego banget ya. Harusnya gue tahu dari penampilan lo yang begini, lo udah berubah total. Harusnya gue sadar kalau lo yang sekarang udah gak seperti Ayra yang dulu."

"Udahlah. Gak usah bahas itu lagi. Gue udah maafin lo, Ayu, Tessa, Ghea. Gue udah ikhlas, Yud. Gue juga udah ikhlasin semuanya. Termasuk ayah..." balasku.

"Terkadang, sesayang apapun kita, tetap harus merelakan dia yang memang nggak diciptakan untuk abadi."

Yuda mendongak. "Jadi... kita masih bisa temenan kan?" katanya, penuh harap.

Aku tersenyum menanggapinya. Bukan, melainkan sebuah senyuman miring. "Ya... asal lo jadi temennya, temen yang bisa bawa gue ke jalan yang benar."

Yuda sumringah hingga matanya membentuk sebuah bulan sabit. "Oke, deal! Gue bakal belajar agama demi lo!"

Aku mendelik. "Ya gak demi gue juga! Jangan mengharapkan sesuatu pada manusia, nanti lo kecewa. Tapi... berharap sama Allah, niscaya lo gak bakal kecewa."

Dalam beberapa detik Yuda terdiam hingga akhirnya Yuda terkekeh. "The best banget lo, Ay. Ilmu agama gue kalah besar sama ilmu lo."

Aku ikut terkikik malu. "Nggak juga, Yuda. Masih banyak orang di luaran sana yang ilmunya lebih banyak di banding gue yang masih sebiji salak."

"Kalau ilmu lo sebiji salak, gue sebiji jambu." Tanpa sadar aku tertawa menanggapi lelucon receh dari Yuda.

Gue rindu banget denger tawa lo yang lepas banget kaya gini, Ay. -pikir Yuda.

-

12 rabiul awwal sudah semakin dekat. Sama halnya dengan Alifia serta Rey yang semakin hari semakin sering mengobrol. Entah membicarakan acara di pondok, ataupun hal lain yang berkaitan dengan tugas kelompok di sekolah.

Di halaman rumah Alifia aku berada. Dia yang aku pikir pekan ini akan free, justru sebaliknya. Ia akan pergi ke pondok untuk membantu persiapan maulidan di sana.

"Ya udah, kamu ikut aja, Ay. Semakin banyak yang membantu kan semakin cepat kelarnya."

Aku berfikir sejenak, hingga akhirnya mengangguk. "Oke deh. Kapan kita kesana?"

Raut wajah Alifia semakin berseri. "Sekarang. Tapi kita tunggu Rey dulu. Katanya, Rey juga bakal kesana."

Aku tertegun. Rey juga?

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang