Part 30

2.3K 245 7
                                    


« بسم الله الر حمن الر حيم »

Di dalam kelas XII MIPA 1 SMA Trimurti. Sudah tiga hari ini suasana hati Alifia tak kunjung membaik. Bahkan sejak Ayra pulang dari pondok pesantren kala itu, Alifia merasa... Ayra marah padanya. Ditambah lagi, ia belum menerima balasan chat dari Ayra.

Dipandangnya room chat nya dengan Ayra, sendu. Ay, kenapa kamu belum juga bales chat ku. Kamu marah ya...

"Khem,"

Alifia mendengar itu. Deheman dari Alfin. Tapi ia tak mengindahkan itu, melainkan ia melempar pertanyaan. Entah pada siapa.

"Ayra kapan pulang ya... kenapa sih dia gak balas chat ku... dia marah ya..." Alifia mengembuskan napasnya berat. Sejujurnya, ia lebih suka di abaikan di sekolah dibanding diabaikan chat darinya.

"Cup, cup, cup. Tayang, tayang, tayang... jangan nangis ya, nanti Rey beliin balon biru buat lo." Alifia melirik Alfin tajam. Yang ditatap, hanya cengengesan gak jelas.

Gadis berjilbab itu kembali mengembuskan napasnya lagi. Kasian dengannya, Rey lantas membuka suara. "Ini udah tiga hari, kan? Besok juga dia pasti balik, Fi."

Bukannya tenang, hati Alifia justru semakin sesak. "Ayra kenapa ya. Aku kayanya buat salah deh sama dia. Tapi aku gak tahu..." katanya semakin melirih.

"Waktu kita di pondok..." Fia memandang Alfin dan Rey bergantian. "Ayra diem terus, kan? Kalian tahu nggak kenapa?"

Rey menggeleng, sementara Alfin terdiam. Cowok yang so memakai sweater itu akhirnya menyeletuk. "Nih ya, waktu gue anter dia balik sih, dia nanya tuh sama gue. Nanyanya aneh banget."

"Apa? Ayra tanya apa?"

"Masa dia tanya, kalian berdua punya hubungan apa, ke gue. Ya, setahu gue sih dia sahabat lo dari kecil kan, Fi? Ya gue balik tanya, lah, harusnya dia lebih tahu ketimbang gue." balas Alfin.

Mendengar itu, Fia mendelik. "Hubungan?" Gadis itu lantas beralih memandang Rey, begitupun sebaliknya.

"Kita punya hubungan apa? Sepupu?" Rey ikut bertanya.

"Aku lupa cerita sama dia kalau aku sama mas Rey sepupuan..."

"Ngapain dia tanya soal itu?" gumam Rey.

Sembari membuka satu bungkus taro, Alfin berdecak sebal melihat Rey yang nggak peka sama sekali, begitupun dengan Alifia. Sama saja.

"Ya itu dia, Ayra tanya sama gue! Mungkin dia mikir lo pada punya apa-apa... bayangin aja sih, Gus Rey, seorang anak kyai yang notabenenya gak gampang bergaul sama cewek, malah manggil aku-kamu-an sama Alifia. Mana manis banget lagi, kedengarannya..." gerutu Alfin diakhir kalimat. Lalu memakan satu demi satu jajan taro.

"Parahnya lagi, si Fia yang bukan adek Lo, manggil pakek sebutan mas. Apa nggak aneh, tuh?" katanya lagi menggebu-gebu.

Detik berikutnya, semuanya terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tak terkecuali dengan Rey. Cowok satu itu bahkan sudah mati-matian menahan diri agar tidak melengkungkan bibirnya barang sedikitpun.

Namun, lain halnya dengan Alifia. Yang ada dipikirannya, ini suatu kesalahannya. Harusnya ia lebih dulu memberitahu Ayra tentang hubungannya dengan Rey. Dan sekarang, Ayra jadi salah paham terhadapnya.

Ya Allah, Ay... kalau itu bener, pulang kamu dari Bandung, aku mau jelasin semuanya. -batin Fia.

Ay... kalau gini caranya, aku gak mungkin bisa lupain kamu. Astaghfirullah hal'adzim. Maaf, abi... -batin Rey.

Haahh... my body and my hati ko jadi panas gini! -batin Alfin.

-

Di tengah-tengah perkebunan teh ada sebuah pondok/saung bambu dan beratap daun kelapa kering. Karena kebun yang terbilang menanjak, aku serta Alil yang berada di pondok dapat menikmati betapa luasnya perkebunan teh yang berhektar-hektar ini.

"Ay, kenapa atuh aku harus duduk di pojok sini?" Alil bertanya dari pojok kanan, sementara aku berada di pojok kiri.

"Kita bukan mahram! Nggak sepantasnya juga kita berduaan disini! Lo juga ngapain sih ngajak gue kesini?" balasku balik tanya.

Bukannya menjawab, ia malah terlihat mengulum senyum, lalu menjawab. "Iya atuh bukan mahram, nanti aku mahramin mau?"

Aku mendelik. Mahramin dia bilang?!!

"Gue pulang aja deh!" Disaat aku berdiri, Alil bergegas menahan ku. Yang membuatku makin terkejut, Alil menahan tepat menggenggam telapak tanganku...!!?

Tapi itu tak berlangsung lama. Alil kembali melepasnya. "Maaf, maaf..."

"Bercanda atuh, Ay..."

"Ya udah lo mau ngomong apa? Gue gak mau lama-lama disini. Sementara ibu di villa lagi prepare."

Setelah aku duduk kembali, ia berucap. "Iya nggak lama. Aku teh ngajak kamu kesini mau, ya... anggap aja salam perpisahan. Besok, kan kita gak bakal ketemu lagi."

Aku menoleh, memandangnya sekilas. Belum menjawab, Alil kembali bersuara. "Aku mau minta maaf kalau sekiranya aku punya salah sama kamu. Maaf kalau kehadiran aku bikin kamu nggak nyaman. Maaf juga kalau aku cuma bisa ajak kamu keliling perkebunan teh, nonton maulidan, keliling lagi perkebunan teh."

Aku terkekeh renyah. "Apaan sih lo. Gini-gini gue juga udah seneng, kok. Nggak perlu juga keliling kemanapun itu, gue gak butuh itu. Karena tujuan gue kesini kan bukan buat liburan, tapi ikut sekaligus jagain ibu." Ia mengangguk.

"Gue juga mau minta maaf kalau dalam tiga hari ini gue ngerepotin lo. Maybe, karena jagain gue, waktu belajar atau main lo jadi kepotong."

"Gue juga mau ngucapin makasih~ banyak buat semuanya. Terutama soal ajakan lo waktu acara maulidan. Jujur itu pertama kalinya sih buat gue..."

"Hah? Aku pikir kamu udah pernah ikutan acara maulidan."

Aku menarik bibir tipis. Karena Alil lah aku bisa merasakan betapa dahsyatnya getaran hati tatkala melantunkan shalawat beserta para habib dan para pencinta shalawat. Untuk pertama kalinya. Itu... luar biasa, yaa Allah...

Aku beralih memandang Alil lamat, seakan ingin mengucapkan, Lil... walaupun perjumpaan kita cuma sesingkat ini, aku mau ngucapin makasih. Makasih juga buat teman-temanmu yang ikut serta menambah warna di tiga hariku di Bandung. Alil... tanpa sadar, kamu adalah pelipur dari kebimbangan ku dengan Rey. Dengan Alifia juga.

Dan kini, aku sudah mulai mengerti. Sedekat apapun mereka, itu hak mereka. Aku memang mengagumi salah seorang hamba-Mu ya rabb, tapi aku juga tidak bisa melangkah lebih dekat karena aku takut, itu akan menjadi penghalangku mencium surga-Mu. Maka, ijinkan aku mengaguminya dalam diam. Cukup aku dan Engkau yang mengetahuinya.

"Ayra," Aku bergumam menanggapinya.

Tepat ketika aku mengalihkan pandanganku dari Alil, cowok berlogat Sunda itu berbicara yang membuatku tertegun. "Kamu teh cantik, anggun, sholihah, patuh sama orang tua. Aku boleh nggak, suka sama kamu?"

/Deg!

****

Aku munculin Alil dua part aja cukup kali, ya. Mheh. Bye bye Alil 👋

TBC
See u next part 🙌

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang