Part 10

2.5K 252 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
__________~~~__________

Kriiing 🔔

Bel istirahat pertama berbunyi dengan nyaring, seakan membangunkan kembali semangat para pelajar yang hampir redam karena mata pelajaran yang menguras otak, sampai ke perut. Setelah guru mata pelajaran telah pergi, kelas mulai gaduh. Tak terkecuali kami berempat.

"HUAAAKKHH...." teriak Tessa seraya meregangkan otot-otot kakunya.

/Brakk! "Hee, lapeer... kuy kantin kuy!!" seru Ghea, setelah menggebrak mejaku. Gila nih orang.

"Laper sih laper. Tapi gak harus ngamuk di meja orang juga, anjir!!" sergahku, bangkit.

"Kalian duluan aja deh, gue mau ngomong sama Ayra." sela Ayu, menarik lenganku. Aku yang dilanda bingung, tapi tetap mengangguk.

Ghea mengibas tangan ke arah kami, "yaa... terserah. Jangan lama-lama, ya! Awas, lo!"

Ayu menunjukkan jari yang dibentuk 'ok'. Nah, setelah kelas benar-benar sepi dan menyisakan kami berdua, Ayu menarik bangku dan menyuruhku duduk. "Ra, soal Yuda... lo tahu, kan gue cinta sama dia." Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Gue juga tahu Yuda cintanya sama lo. Gue juga udah nyerahin Yuda buat lo. Dan lo, gue mau mastiin sekali lagi sama lo. Lo cinta, kan sama Yuda, Ra? Lo gak bakal nyakitin hati dia, kan?"

Aku diam seribu bahasa. Di mata Ayu, dia sangat berharap aku mencintai Yuda, sama sepertinya yang mencintai Yuda. Tapi Yuda, dia lebih memilih aku dibanding Ayu.

Pacaran

Zina

"Ayra, bagi anak perempuan, ada dosa yang tidak ditanggung oleh diri sendiri, melainkan orang tua dan bahkan keluarga juga akan menanggung dosa yang telah dia (anak perempuan) perbuat. Dan parahnya lagi, salah satu dosa itu adalah menyentuh yang bukan mahram."

Bersentuhan dengan orang yang bukan mahram itu bukan cuma ditanggung diri sendiri. Tapi orang lain.

Kalimat dari Gus Rey dan Alifia itu terus terngiang dalam pikiranku. Semuanya seakan mencoba menarikku dari lembah dosa. Tapi bagaimana dengan Ayu.

"Ra, sorry ya kalau gue nyinggung lo. Seakan lo kaya gak bisa balas cinta Yuda. Tapi jujur aja Ra, gue cuma mastiin doang, kalau pengorbanan gue itu gak sia-sia. Kalau Yuda pasti bahagia sama lo. Tapi kayanya dia emang udah bahagia sama lo, dan itu artinya, lo juga cinta sama Yuda. Lo gak perlu khawatir soal hati gue, Ra. Selagi Yuda bahagia, gue juga ikut bahagia." terangnya lagi.

"Gue, gue minta maaf ya, Yu..." Gue minta maaf kalau nantinya gue gak bisa jaga amanah ini.

"Gak masalah, Ra. Gue titip pesan, ya. Jangan sakiti dia, jaga dia buat gue. Ya?" Aku menarik sebuah senyuman simpul sebagai jawaban. Kenapa jadi ribet gini, sih.

"Ya udah, kuy, kantin!!"

Kami berdua akhirnya keluar dari kelas, melupakan ketegangan tadi yang seakan tak pernah terjadi. Bahkan sampai tak menyadari ada Yuda yang sudah sedari tadi menguping pembicaraan kami. Dia pergi tanpa sepengetahuanku dengan memendam kekecewanya.

_

/Drrrtt 📩

Yuda💕
Online

|Pulang sekolah nanti aku tunggu di belakang sekolah

Aku berkerut bingung. Kenapa harus di belakang sekolah. Kenapa bukan dia yang temuin aku. Segala pertanyaan mulai berkecamuk soal Yuda. I hope everything is fine.

_

Setibanya aku di belakang sekolah, di sana, di sebuah bangku di bawah pohon Yuda duduk membelakangi keberadaan ku. Hanya seorang diri. Lantas, aku berjalan menghampirinya, duduk di sampingnya.

"Kenapa?" tanyaku, dengan intonasi lembut. Dari raut wajahnya, Yuda tampaknya lagi ada masalah. Tapi apa.

"Kamu kenapa, Yuda? Ada masalah? Cerita aja, yang..." kataku lagi yang tak kunjung mendapatkan jawaban.

"Ra. Jawab jujur." Dia beralih menatapku, sendu. "Kamu mau pacaran sama aku karena terpaksa?"

/Deg!

Aku terkekeh hambar. "Ngomong apa sih, kamu. Ngaco, deh."

"Aku serius, Ra. Kamu terima cinta aku karena Ayu, kan? Temen kamu yang nyuruh kamu balas cinta aku?"

Aku menelan ludah susah payah. Bahkan barang menatap matanya saja, aku sangat takut. Di matanya, ada sarat luka dan kecewa. Dan itu, tertuju padaku.

"Kenapa gak ngomong, sih, Ra, kalau kamu gak cinta sama aku? Kamu gak perlu maksa diri buat nerima cinta aku, Ra. Kamu bisa nolak aku, dulu. Aku juga pasti ngertiin perasaan kamu. Aku gak butuh belas kasih dari orang, Ayra."

Nadanya, aku gak suka nada bicara Yuda yang memelas itu. Nada yang begitu lembut, dan penuh perhatian, kenapa sekarang menghilang.

"Bukan gitu,"

"Jujur, Ra. Dengan hubungan sekarang ini, apa kamu masih mau bertahan? Atau udahan?" Spontan aku mendongak.

Udahan. Ini peluang besar untukku memutuskan hubungan maksiat ini. Tapi kenapa dengan cara begini. Mendengar kata udahan dari mulutnya saja sudah membuat dadaku sesak.

"Yud,"

"Ayra. Gue gak bisa maksa lo buat cinta sama gue." Setelah mengatakan itu, dia bangkit dan pergi.

"Yuda... gue juga cinta sama lo. Gue tulus." Yuda berhenti. Dan aku mengutuk mulutku yang kelewat jujur. Kalau gini, bisa hilang peluang buat putus.

"Tapi sebelum gue tulus cinta sama lo, Ayu emang titip pesan buat jaga lo demi Ayu. Karena Ayu cinta sama lo. Lo tahu itu, kan? Ayu sahabat gue, Yud. Gue gak mungkin nolak permohonan itu. Tapi..."

"Tap-tapi sekarang, kita emang harus putus, Yud." Aku berkata seraya memejamkan mata. Takut. Takut dengan tatapan mata Yuda, takut respons dari Yuda, takut jika nanti Yuda akan marah.

"Itu artinya lo gak tulus, Ay. Kita. Putus."

Putus!

Iya, itu dia. Kita putus. Ketika aku membuka mata, Yuda sudah hilang entah kemana. Entahlah, haruskah aku menangis karena kehilangan satu orang yang sudah memberi warna dalam hidupku, atau bahagia karena satu jeratan maksiat sudah aku lepas.

Namun, ada satu hal yang mengganjal. Yuda nggak minta penjelasan apapun dariku, sebelum semuanya benar-benar berakhir. Itu artinya, kamu gak akan pernah tahu kalau selama ini aku tulus.

****


See u next part 🙌

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang