Part 24

2.2K 246 5
                                    


« بسم الله الر حمن الر حيم »

"Aku langsung masuk ya, bu," ucapku mencium punggung tangan ibu, kemudian dilanjut dengan Alifia. "Aku juga ya, bu,"

"Iya, belajar yang rajin. Jangan sia-siakan kelas 12 kalian. Semangat...!!"

Kami tersenyum cerah setelah mendapatkan transfer-an semangat dari ibu. "Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumusalam..."

Selepas melambaikan tangan pada ibu, aku dan Fia melangkah masuk ke gerbang sekolah.

"Fi, lo tahu gak, kelas Rey?"

"Kelas Rey? Dia sekelas sama aku. XII MIPA 1. Emang kenapa tanya kelas Rey?"

Aku tersenyum simpul seraya mengangkat paper bag yang ku bawa. "Gue mau ngembaliin jas OSIS dia sama... ngasih hadiah. Hehehe."

"Hadiah apa tuh...?" Aku menjauhkan paper bag ini dari jangkauan Fia. "Jangan, lah... malu!"

"Yah... eh, tunggu, tunggu. Kamu baru ngembaliin jas OSIS, Rey??"

"Iya, maunya sih kemarin. Tapi karena kemarin jasnya belum kering terus belum gue setrika juga, jadi ya gue baru ngembaliin sekarang." Dan sepertinya, aku juga bakal ngembaliin jaket Yuda. Dia, kan sekelas sama Fia.

"Loh, loh, loh! Aku pikir jas nya udah di kasih. Dia kan, mau lkds."

"Ldks??" Aku terkejut. Bagaimana tidak, kenapa aku baru tahu soal ini. Rey pasti butuh banget jas ini.

"Gue duluan, Fi!!"

Aku berlari menjauhi Fia dan mulai menaiki tangga dengan tergesa-gesa. Sesekali pun aku sedikit mengangkat rok abu-abu panjangku. Kan, gak elite kalau tiba-tiba ada berita viral seorang siswi SMA terguling dari tangga karena kesrimpet rok nya sendiri.

Tepat setelah aku sampai di lantai dua, pandanganku langsung berbinar melihat Rey yang tengah mengobrol dengan Alfin, dekat dengan pembatas lantai.

"Rey!" Aku memanggilnya dengan nafas yang tersengal-sengal.

Dia menoleh berbarengan dengan Alfin.

"Lah. Lo kenapa, Ay? Ada masalah? Hah?" serbu Alfin, memegangi kedua lengan atasku. Aku terkejut. Tapi yang lebih terkejut, Rey dengan cepat menyentakkan tangan Alfin hingga melepaskan pegangannya.

"Gak usah, pegang-pegang segala!"

"Ya elah, Rey... sensi amat si, lo. Kan, yang dosa juga gue sama Ayra, bukan, elo!"

"Kalau bikin dosa ya, jangan ngajak orang, Fin! Gimana, sih!" ketusnya, masih agak sensi.

Aku tersenyum tipis tanpa sadar. Tapi ketika teringat tujuan awal, aku langsung memberikan paper bag tadi pada Rey.

"Oh, ya. Ini jas OSIS, lo. Sorry banget baru ngembaliin sekarang. Soalnya kemarin waktu mau ngasih itu, jasnya belum kering, belum di setrika juga. Sorry, ya, Rey. Gue gak tahu kalau lo butuh jas OSIS itu buat ldks. Lo pasti butuh banget jas itu. Kenapa gak lo tagih aja jasnya?"

Baik Alfin maupun Rey, keduanya sama-sama melongo. "Oke, tarik nafas panjang... buang. Sabar mba, sabar. Ngomongnya gak usah kaya kereta api kebelet boker." sahut Alfin, membuatku mendengus tapi juga bingung.

"Lah, emang bener, kan? Kalian mau ldks, sekarang?" tanyaku lagi.

"Nggak, Ay. Ldks OSIS bukan sekarang. Tapi lusa. Jadi buat sekarang gue gak butuh-butuh banget jas ini, mangkanya gak nagih." balas Rey. Aku tercengang. Jadi tadi itu... aku salfok dong!!

Aku menunduk, memejamkan mata, menahan malu akbar.

"Ay, Ay... lo lari-larian dari lantai bawah sampe sini cuma karena nyangka kita ldks sekarang. Dan mau ngembaliin jas itu ke Rey? Astaghfirullah hal'adzim..." komen Alfin untuk kesekian kalinya.

"Astaghfirullah hal'adzim..." gumamku.

"Ra,"

Aku menoleh, begitu pula dengan Rey dan Alfin. Aku cukup terkejut melihat Yuda yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang ku.

"Lo juga bawa jaket gue, kan?"

Ah, iya, jaket.

"Oh, iya... gue bawa. Makasih, ya, Yud jaketnya."

"Lo gak bilang makasih ke gue?" timpal dari Rey.

Aku balik memandangnya sekilas. Lo gak bilang makasih ke gue? Ya Allah... kenapa cuma karena dengar kalimat itu dari Rey, jantungku jadi deg deg serr gini.

"I-iya... hehehe, makasih, ya jas nya. Kalau gitu, gue langsung ke kelas deh. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumusalam."

"Ayra, tunggu-tunggu..."

"Wa'alaikumusalam. Wah, gue mencium bau-bau cinta pais monyong."

-

Rey POV

Tak bisa dipungkiri, mulai dari Ayra yang tiba-tiba datang dengan raut panik sampai menjelaskan alasan darinya yang bertingkah demikian, susah payah aku mengontrol kegelian dari dalam perut. Entahlah, dari sekian kalinya takdir membuatku terus berjumpa dengan Ayra, baru kali ini aku melihat sisi lain dari Ayra yang sangat menggemaskan.

Tunggu!

Astaghfirullah hal'adzim, Rey! Lo mikirin apa! Ya Allah... ampunilah aku karena aku lagi-lagi gagal menahan diri untuk tidak memikirkan seorang akhwat.

Melihat Ayra pergi dengan Yuda, aku menghela nafas panjang. Ayra. Empat huruf dari nama itu rasanya susah sekali hilang dari otakku. Aku gak boleh begini terus. Tanpa sadar, aku bisa aja menjerumuskan Ayra ke liang lahar karena ulah ku sendiri.

Ya Allah... aku harus gimana.

"Woy!!" Aku tersentak kaget akibat teriakan Alfin, ditambah lagi dengan pukulan tangannya di bahuku.

"Astaghfirullah... kenapa, sih, Fin??"

"Jangan mikirin Ayra mulu! Karena sesungguhnya itu adalah ciri-ciri daripada perbuatan zina. Tapi, ya... kalau lo bisa nahan diri buat nggak berbuat maksiat, gue rasa gapapa si mencintai seseorang dalam diam. Karena Allah juga gak ngelarang seseorang buat jatuh cinta."

Benar. Allah memang tidak melarang seorang hamba-nya untuk jatuh cinta, karena sesungguhnya Allah sendirilah sang pemilik hati. Tapi dengan syarat, ia harus bisa menyeimbangkan antara syahwat dan syariat agar tidak terjerat kesenangan sesaat.

Aku menggeleng kepala, berusaha melenyapkan semua pikiran tentang cinta. Aku beralih membuka paper bag yang tadi Ayra kasih. Sebuah kertas bertulisan, semoga suka, ya:) langsung menyapaku, menghantarkan ke sebuah kotak berisi salad buah.

Salad buah. Aku tersenyum cerah, mendapati makanan favorit ku.

"Waaahh...!! Itu dari Ayra, ya??" Lagi-lagi aku dikejutkan dengan pekikan suara dari Fia yang entah sejak kapan sudah ada di sampingku.

"Iya. Mau?" tawarku. Lebih tepatnya aku hanya berbasa-basi, semoga saja Fia menolak.

"Nggak, deh, makasih. Buat kamu aja. Ayra pasti udah bikin itu spesial. Duluan, ya!"

"Eh, Fi! Buku matematika peminatan gue belum diambil...!"

Melihat Fia dan Alfin pergi, aku menarik bibirku lebar-lebar. Niat hati ingin mencicipi sedikit salad ini, tapi aku bergegas menutupnya lagi kala mendengar suara dari pak Ali. "Rey! Kenapa masih di luar? Ayo masuk!"

"Iya, pak."

Rey POV off

****


TBC
See u next part 🙌

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang