Part 14

2.3K 263 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
__________~~~__________


Hari ini tanggal 27 ramadhan, yang artinya 3 hari lagi ramadhan akan pergi dan hari kemenangan akan segera tiba. Di depan cermin, aku tersenyum begitu manis melihat pantulan ku yang sangat bertolakbelakang dengan keseharian ku setengah bulan lalu. Gamis panjang, serta jilbab yang menutupi rambut yang dulu selalu ku banggakan. Ya, aku memutuskan berhijrah, memperbaiki semua yang bisa kuperbaiki, termasuk soal berpakaian.

"Emm, maa syaa Allah... cantik banget anak ibu. Kalau ayah tahu anaknya begini, dia pasti senang, nih."

Aku berbalik, melihat ibu berjalan kemari. "Ibu... jangan gitu,"

Beliau tersenyum menanggapi ku, "ayo keluar, Alifia sama temennya udah nunggu di luar."

"Iya, ayo..."

Kami keluar sambil bergandengan tangan, layaknya orang ingin menyeberang.

"Bu, gapapa kan aku tinggal?"

"Gapapa. Ibu berani kok di rumah. Hati-hati ya, jangan lupa shalatnya..."

"Iya, assalamu'alaikum..."

"Kita juga pamit ya Bu, assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumusalam, hati-hati ya!"

Aku, Alifia dan mba Melda lalu berjalan kaki menuju masjid al-qaromah. Pasalnya sudah satu Minggu lalu aku diminta untuk ikut serta berbagi takjil sekaligus berbuka puasa khusus anak remaja masjid. Senang? Kenapa tidak!

Setibanya kami di masjid, ternyata sudah ada cukup banyak cewek-cewek yang sama-sama berjilbab, serta cowok yang membawa sarung, entah hanya disampirkan di pundak, atau mereka ikat di pinggang. Ah, ada juga yang di ikat di kepala ternyata, tapi aku tak kenal siapa itu.

Memang mayoritas remaja yang hadir disini aku tidak mengenalnya. Lagipula, Alifia bilang mereka semua sudah lulus SMA, hanya aku, Alifia, dan dua laki-laki lain yang masih duduk di bangku SMA.

"Ay! Jangan melamun... nanti kesambet! Kan gak lucu, orang mau bagi-bagi takjil malah kesambet, jadi bubar deh acara!"

/Bukk! Aku mukul bahu Alifia yang mulutnya lemes itu.

"Hahaha, Fia... Fia... lagian di bulan puasa kan setan-setan semuanya dirantai. Mana ada yang bisa lolos, terus ngerasukin orang!" sembur mba Melda. Lantas kami bertos ria.

"Jahat banget Ay. Kamu menduakan aku!"

Aku mendelik. "Apa, menduakan? Dih, geli banget gue!"

"Hey, kalian bertiga! Sini bantuin!" seru seorang lelaki yang menggunakan sarung yang diikat di kepala.

Kami mengiyakannya, dan berjalan kesana. Alifia langsung duduk dan memasukkan takjil yang sudah matang kedalam cup, sementara mba Melda langsung sibuk berdebat dengan lelaki tadi. Aku pun harus melakukan sesuatu, "eh lo... kaya kenal,"

Aku menoleh, dan mendapati orang tadi yang tengah berdebat dengan mba Melda. Aku berkerut bingung. Di detik berikutnya, orang itu membuka mulutnya lebar-lebar dan menunjuk diriku. "LO AYRA???"

"H-hah?"

"Ih, Alfin! Jangan ganggu dia! Awas-awas!" sergah Fia, mengibaskan tangannya gemas dengan orang yang dipanggil Alfin.

"Maaf ya, Ay... emang dari sekian banyak anak. Cuma Alfin yang kekanak-kanakan!"

"GUE DENGER ITU, NING ALIFIA AINUZAHRA..."

Ning. Sama halnya dengan Gus yang disematkan untuk anak seorang kyai atau ulama, Ning adalah sebutan bagi anak perempuan. Dan Alifia merupakan salah satu anak dari pengurus pondok pesantren Atha'illah, itulah mengapa ia dijuluki Ning.

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang