Part 18

2.1K 247 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim


Ada satu qotes yang membuatku jatuh cinta. Begini bunyinya,

Aku berkata kepada Allah, "aku benci hidup ini."
Lalu Allah menjawab, "siapa yang menyuruhmu mencintai hidup? Cukup cintai Aku, maka hidupmu akan terasa indah."

Benar. Hidup memang tidak selamanya akan bahagia, tidak pula akan berlarut dalam kesedihan. Tapi ketika hidupmu selalu melibatkan asma Allah SWT., maka tidak akan mungkin jika hidupmu akan dirundung kesulitan.

Sudah satu pekan aku duduk menjadi seorang pelajar kelas 12. Aku hampir tidak pernah lepas dengan gunjingan mereka yang tak ada kata lelah. Aku tahu, semua ini takkan terjadi kalau saja Tessa tidak memprovokator siswa/i disini untuk ikut menindas ku. Entah apa salahku, di mata mereka aku tidaklah jauh dari manusia munafik.

Aku diam. Memang apa lagi yang bisa kulakukan, melawannya? Aku rasa percuma saja. Satu lawan seribu anak di gedung sekolah itu impossible.

"Ay,"

Mendengar suara perempuan dari sisi kanan, aku terperanjat. Pasalnya yang kutahu, aku duduk di kelas hanya seorang diri. Karena itulah aku terkejut mendengar suara yang tiba-tiba muncul. Dan yang lebih membuatku terkejut, dia Alifia.

"Lo ngapain disini...??"

"Nangga," balasnya dengan tampang polos. Ia duduk setelah menarik kursi di dekatku.

"Ay, maaf ya aku lancang dateng kesini gak bilang-bilang. Aku tuh udah jengah banget sama temen-temen kamu itu. Aku greget banget pengen balas mereka waktu mereka gituin kamu. Tapi aku inget omongan kamu yang gak ngijinin aku buat muncul di depan temen-temen kamu." Aku mengangguk.

"Mangkanya... ijinin aku dong, Ay buat selalu di dekat kamu. Sekalipun itu di sekolah. Aku mau ngelindungin kamu, Ay. Aku khawatir tahu." Aku tersenyum geli. Ditambah lagi dengan muka memelas Alifia itu. Ah, gemasnyaaa.

"Yang ada gue nanti yang khawatir sama lo. Udah, ah, gue gapapa. Jangan berlebihan, deh." Setelah mengatakan itu, aku diam ketika mendengar suara tawa dari luar.

Mereka! Mereka datang!

"Fi, pulang! Cepetan ke kelas! Eh tapi jangan, jangan! Ngumpet aja ngumpet! Cepetan!"

"Kenap- tapi kenapa? Ada apa?" Belum sempat Alifia mengumpat, Ayu, Tessa dan Ghea muncul dari balik pintu. Ketiganya sama terkejutnya dengan ku dan Fia.

"Siapa, nih...?" tanya Tessa, berjalan kemari. Berbeda dengannya, Ayu malah terlihat santai dan duduk di bangkunya. Lain halnya dengan Ghea, gadis itu nampak diam saja di depan pintu.

Tessa beralih menatap ku, lalu kemudian menatap Fia lagi. "Oh, gue tahu! Jadi elo yang merubah manusia munafik ini jadi so alim gini?" tunjuknya pada Fia dengan tangan yang memegang cup berisi minuman dingin.

Merasa Alifia terancam, aku mendorongnya untuk segera pergi, tapi justru Alifia terasa enggan untuk pergi dan malah mengulurkan tangannya pada Tessa. "Aku Alifia. Sahabat kecil Ayra. Kelas XII MIPA 1. Salam kenal, Tessa."

Tessa mengeratkan cekalannya pada cup es, hingga isinya meleber ke tangan. Lalu setelahnya, ia membanting cup tadi ke lantai dengan raut geram. "Lo jangan so baik sama gue, sialan! Lo gak tahu siapa gue! Anak baru, kan, Lo?" tunjuknya, diakhiri dengan senyum miring.

Fia yang masih stay dengan senyum manisnya, ia menurunkan tangannya yang tak kunjung disambut. "Oh, bukan. Aku bukan anak baru. Aku ikut mpls dulu di sini, bareng kalian semua. Jadi... aku udah cukup kenal banyak soal kamu, Tessa."

Fiaaa, astaghfirullah, kenapa Tessa lo ladenin! -batinku, berkoar.

Lantas, Tessa menatapku tajam. Bahkan sangat tajam. Di detik berikutnya, aku terdorong hingga pinggulku membentur meja. /Brakk! /"Lo tuh bener-bener munafik, ya, anj*! Selama kita temenan, hal bodoh apa lagi yang belum kita tahu? Hah? Munafik! Licik! Brengsek, lo!"

"Tessa! Satu hal yang harus kamu inget! Aku Fia, sahabat Ayra, gak akan biarin kamu nyakitin Ayra." terang Fia, lalu Ayu yang entah sejak kapan sudah ada di dekat Fia membalas. "Dan satu hal yang harus lo inget. Nama lo, Alifia, udah gue tandai. Orang yang bikin Ayra ikutin aliran sesat lo, sampai bikin semuanya jadi gini. Lo yang memprovokasi Ayra, kan?"

Fia membulatkan matanya. "Aliran sesat? Gak salah, ya. Harusnya kalian itu ngaca. Punya kaca, kan di rumah. Aku rasa kalian semua punya. Yang sesat itu kalian. Kalian yang udah mengotori hati Ayra. Kalian yang bikin hubungan Ayra sama almarhum ayahnya berantakan. Karena kalian juga yang bikin Ayra mabuk-mabukan!!" sergah Fia cepat, membenarkan ucapan Ayu yang malah membuatnya tertampar keras oleh tangan Ayu sendiri. /PLAK!

"Lancang banget ya lo ngomong gitu di depan gue?! Gak takut, Lo?!" sentak Ayu sembari mendorong Fia.

"Kenapa aku harus takut? Aku punya Allah-"

"Shut up, bit*h!!" tekan Tessa tepat di depan muka Fia.

Bel masuk sudah berbunyi sedari tadi, tapi tidak ada satu orang pun yang berani masuk kedalam kelas ketika melihat pertikaian diantara kami. Mereka justru lebih memilih tunggu diluar ketimbang masuk kedalam dan mendapatkan vas bunga yang melayang.

"Ada apa ini? Kenapa pada di luar?" Mendengar suara guru, Ghea segera menyingkir, dan Tessa serta Fia berbalik.

"Ayo cepat masuk!" titah pak Ali yang langsung dituruti anak muridnya. Dan Fia, setelah meminta izin pada pak Ali, ia keluar dari kelas menuju kelasnya berada.

****

Alhamdulillah, sampai sini dulu ya...
See u next part 🌈

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang