Bismillahirrahmanirrahim
__________~~~__________Allahuakbar...
Allahuakbar...
Allahuakbar...
Laa illa ha illallah... huwallah hu akbar...
Allahuakbar...
Wallillah ilham...
Sepanjang malam aku kerap kali menitihkan air mata mendengar seruan takbir di mana-mana. Ada sebuah getaran dalam hatiku hingga terselip rindu pada ayah. Lepas shalat id, aku masuk kedalam rumah. Tempat ini, saksi bisu antara bahagia dan dukanya aku di masa lalu, kini kami kehilangan satu anggota keluarga. Sunyi rasanya merayakan hari raya idul Fitri tanpa sosok ayah diantara kami.
Harusnya setelah pulang dari masjid, ayah yang lebih dulu membuka pintu. Harusnya di hari ini aku duduk bersimpuh dan meminta maaf pada ayah. Menangis di hadapan ayah, lalu memeluknya sangat erat dan menyalurkan rasa bahagia di hari kemenangan ini. Tapi sekarang, aku gak pernah lagi bisa merasakan hangatnya pelukan ayah, bahkan melihatnya pun aku gak bisa.
Aku terisak disamping ibu. Sulit rasanya menyembunyikan rasa sesak yang terus menggerogoti ulu hati. Menyembunyikan bahwa aku memang sangat merindukan ayah.
"Sayang... kenapa menangis, hmm?"
Aku tak menjawab pertanyaan ibu, melainkan aku berhambur ke dalam pelukannya.
"Ayah, bu... aku rindu sama ayah..."
Ibu balas merengkuh tubuhku yang bergetar hebat, lalu ia mengelus punggungku dengan sayangnya. Hangat. Aku ingin pelukan seperti ini dengan ayah.
"Shhtt... kamu kangen ya, sama ayah? Nanti habis makan, kita jenguk ayah, mau?" Aku mengangguk dari balik dekapannya.
"Ya udah, hapus dulu air mata kamu... nanti ayah lihat, loh. Masa anak ayah Haris Haseena menangis sampe meraung-raung, kaya singa gini. Gak elite, ah!"
"Coba mana, mukanya?" Lantas bahuku, ibu dorong dengan pelan, lalu mendongakkan wajah sembabku.
"Tuh, kan! Jelek! Jangan nangis, ah... nanti ayah ikut sedih lihat anaknya nelangsa gini. Ayo senyum!"
Aku menarik garis bibir hingga membentuk sebuah senyuman getir. Tapi ibu malah meresponnya dengan amat bahagia. "Nah! Ini baru anak ibu sama ayah. Mmm... ya udah, ibu siapin makanan dulu. Habis makan, kita langsung ziarah ke makam ayah."
Aku mengangguk lagi. Ayah lihat itu... ibu berusaha tegar di depan aku, walaupun aku tahu ibu sudah menahan tangis sedari tadi. Aku melihatnya, matanya yang berkaca-kaca dan lagi suaranya yang tiba-tiba serak. Ya Allah... kuatkan lah aku sebagaimana Engkau menguatkan hati ibu.
-
"AYRAAA... SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI..." teriak Alifia dari halaman depan rumah sampai memelukku sedikit bertenaga.
"Assalamu'alaikum, selamat hari raya idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin, ya Nin..."
"Wa'alaikumusalam... sama-sama, ustadz-ustadzah..."
"Selamat hari raya idul Fitri juga, Fi. Maafin semua kesalahan gue juga. Banyak banget kesalahan gue yang gak bisa keitung. Maafin gue, ya... makasih juga atas semuanya."
"Sama-sama, Ay..."
"Mari kita masuk dulu, icip-icip dikit makanan kami..."
"Ah, iya—"
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..."
Kami yang masih berdiri diambang pintu, dibuat menoleh sembari menjawab salam. Aku mendelik dalam sekejap setelah tahu siapa yang bertamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahku di bangku SMA (End)
Teen FictionApa yang terlintas dalam benak ketika mendengar kata "hijrah"? Iya, hijrah. Ini kisah tentang Ayra Khairunniswah Haseena. Gadis SMA yang jauh dari kata taat, dan kini belajar jauh dari maksiat. Memegang teguh niat, untuk meninggalkan kesenangan duni...