Part 25

2.1K 252 0
                                    

« بسم الله الر حمن الر حيم »

-

Di lapas

"Permisi, pak."

"Iya. Ada perlu apa ya, mas?"

"Saya mau mengunjungi teman saya. Ayu. Bisa, pak?"

"Bisa. Tapi tolong isi data diri dulu, silahkan."

...

"Baik, mari ikuti saya."

-

/Kriiing 🔔

Bel istirahat pertama berbunyi. Suasana kelas yang semula senyap, mulai terdengar gaduh, ditambah lagi ketika guru pengajar sudah keluar dari dalam kelas, semuanya mendadak ikut bangkit.

"Hay, Ayra... mau ke kantin bareng nggak?" tanya salah seorang teman sekelas ku. Dia tersenyum begitu ramah, begitupun dengan teman-temannya yang sama-sama menunggu persetujuanku.

Namun, ketika pandangan mereka tertuju pada Ghea yang notabenenya duduk tepat di belakangku, raut wajahnya langsung berubah seketika. Lagi. Aku tersenyum miris. Walau gimanapun, aku juga pernah di posisi Ghea.

"Kalian duluan aja. Nanti gue nyusul. Makasih, ya, tawarannya." Aku tersenyum pada mereka.

"Oke... duluan, ya, Ay..."

"Tapi inget, loh, Ay... jauh-jauh dari Ghea. Dia, kan dulu sekongkol sama Tessa, Ayu. Dia juga pasti punya niat jahat, sejahat Ayu." tambah satu temannya lagi padaku dengan berbisik.

"Huss! Jangan su'udzan sama orang. Gak baik."

"Ya udah, sih kalau gak percaya. Gue cuma mau kasih tahu itu, aja. Duluan, deh, ya..." Aku mengangguk sebagai jawaban.

Pandanganku beralih pada Ghea yang masih saja menelungkup kan kepalanya dibalik tangan. Tak berselang lama, aku mengalihkan pandanganku lagi saat mendengar sebuah ketukan pintu disertai salam.

"Assalamu'alaikum. Ayra~ kantin, kuy...?"

"Wa'alaikumusalam," balasku dengan gumaman. Aku tersenyum padanya. Tapi sebelum menghampirinya, aku menggoyang-goyangkan lengan Ghea. Hingga ketika ia bangun, "Ghe, ke kantin yok? Gue tahu lo belum makan."

Ghea menarik tangannya lagi lalu menggeleng. "Enggak, Ra. Gue gak mau."

"Ghe... ada gue, ada Alifia juga. Jangan takut sama omongan mereka. Gue aja lebih percaya sama lo, masa lo gak percaya sama gue." kataku, mencoba meyakinkannya.

Bukankah Ghea masih jadi teman ku? Jadi, gak ada masalahkan kalau aku peduli padanya, walaupun dia adalah salah satu orang yang berhasil menorehkan luka.

"Ayolah, Ghe... ini bukan lo banget. Mana Ghea yang doyan makan? Yang setiap baru denger bel langsung minta kita semua ke kantin? Ghea yang gue kenal gak pemurung kaya gini. Ghea itu cerewet, dia bawel."

Seulas senyum tipis Ghea perlihatkan. Tapi, senyuman tipis itu tak berlangsung lama. "Gue minta maaf, ya, Ra. Gue minta maaf..."

"Ghee..." Aku membawanya mendongak. "Lo gak salah. Dan permintaan maaf lo, udah gue maafin. Jadi, jangan minta maaf lagi, gue capek maafin lo terus. Lagian... bukannya di dalam kamus sahabat itu gak ada kata maaf dan terimakasih? Iya, kan, Fi?"

Fia yang sudah berdiri di sampingku ikut tersenyum dan mengangguk. Tak disangka, Ghea bangkit dan langsung memelukku dengan erat. "Makasih, ya, Ay. Makasih udah maafin gue, makasih juga karena masih mau nerima gue jadi sahabat, lo."

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang