Part 20

171 24 7
                                    

Usai Alvin berlalu dari hadapannya, Velove berlalu masuk ke dalam ruang kerjanya seraya menenteng paper bag yang berisi blouse putih kesayangannya.

Saat wanita bertubuh tinggi itu memasuki ruangan, ia mendapat beragam reaksi dari rekan satu ruangan, terutama Benita yang menatapnya dengan penuh pertanyaan dan rasa penasaran yang menggerayangi kepalanya.

Benita pun bertanya dengan bisikan, "Dia ya? Kok engga disuruh masuk sih??"

Benita pun bertanya dengan bisikan, "Dia ya? Kok engga disuruh masuk sih??"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Velove melirik dan berbisik, "Malu, dilihatin anak-anak di sini."

Alice yang duduk di seberang kiri Benita juga turut berujar, "Ciee, Velove akhirnya punya cem-ceman. Jadiannya jangan lupa traktir ya, Ve."

Velove menoleh dan menanggapi, "Bukan cem-ceman, Lice."

Marco menanggapi, "Oh, mau langsung jadian kayanya. Hebat juga nih, Velove."

Velove pun sedikit menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan senyum simpul yang tersungging di bibirnya. Ia tak menanggapi ujaran-ujaran barusan dan kembali ke mejanya serta menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.

Di saat dirinya sedang mengetikkan proposal di laptop, ia teringat dengan  senyum yang terlukis di bibir Alvin. Kegiatannya pun terhenti sejenak karena merasa terusik.

"Senyum dan raup mukanya itu kok muncul terus? Seperti gulali yang lengket banget di otak." Velove mengeluh dalam hatinya. Sesekali, ia menepuk kepalanya pelan.

Tapi, dua cara yang dilakukannya itu sia-sia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi, dua cara yang dilakukannya itu sia-sia. Senyum dan rupa menawan sang Disk Jockey tetap saja setia muncul dalam pikirannya. Hal itu membuat Velove bangkit berdiri dari meja kerja dan melangkah keluar menuju pantri yang berada di seberang ruang kerja.

Benita yang sedari tadi menatap Velove turut menyusul. Di dalam pantri, kedua wanita dengan keahlian berbeda itu berdiskusi tentang Alvin dan tujuannya kemari.

"Ve, kamu ngapain bikin kopi, hm?" Benita bertanya seraya menatap Velove yang mulai menuangkan dua sendok kopi ke dalam cangkir yang telah disiapkan.

"Iya, biar engga kebayang sama si DJ terus. Ngeselin banget senyumnya." Velove menanggapi tanpa menatap ke arah Benita.

Benita tersenyum miring mendengar tanggapan dari salah satu sahabatnya itu. Ia pun menggoda, "Ngeselin gimana? Senyumnya adem lho, Ve. Kamu jangan ngaco deh."

My First and Last [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang