"Vin, pa-pa m-au min-ta sa-tu hal," ujar Adrian terbata-bata dengan bibirnya yang miring ke sisi kiri. Bersama dengan itu, ia menatap putra tunggalnya dengan tatapan penuh harap jika Alvin mau mendengar permintaannya kali ini.
Alvin pun menanggapi, "Apa itu, Pa?"
Adrian langsung melemparkan pandang pada Alvin dan Velove secara bergantian yang berdiri berhadapan dan dibatasi oleh kasur brankar, tempat Adrian berbaring. Tanpa ragu, Adrian meraih tangan putranya serta tangan Velove dan menyatukannya.
"Ka-lian me-ni-kah.." Adrian kembali berujar terbata-bata dengan tatapan penuh harap pada Alvin dan juga Velove.
"Papa engga bercanda 'kan?" Alvin yang mendengar ucapan terbata itu mengerutkan kening. Ia masih belum seutuhnya yakin jika sang papa kali ini merestui hubungannya dengan Velove.
Dengan hati yang mantap dan ikhlas, Adrian menganggukkan kepalanya pelan. Baginya, ia tak seharusnya menghalangi kebahagiaan dari putra semata wayangnya itu. Ditambah lagi, ia yakin jika Velove adalah pendamping yang tepat untuk Alvin.
Sementara, Velove yang mendengar ucapan Adrian tak mampu mengekspresikan emosinya secara nyata. Meski sebenarnya ia sangat ingin tersenyum dan memeluk Alvin, ia berusaha untuk menguasai diri, bersikap tenang dan tidak terlalu berlebihan seperti biasa.
Adrian kembali bersuara dengan ujaran terbata-bata, "Eng-ga. Pa-pa se-ri-us."
Alvin pun menyunggingkan senyum dengan kedua mata berkaca-kaca. Rasa bahagia yang sejak lama dinantinya muncul dikarenakan orang tua satu-satunya itu mendukung pilihannya kali ini.
"Terima kasih, Pa. Momen hari ini sangat berarti untuk aku dan Ve." Alvin yang sudah melepas tautan tangannya dari Velove segera melayangkan pelukan pada Adrian dengan bulir bening yang mulai membasahi wajah tampannya.
Velove yang melihat adegan tersebut turut merasa bahagia bercampur hari. Kedua matanya tersenyum perlahan berkaca-kaca, seakan turut menitikkan air mata karena senang melihat kekasihnya sudah kembali berdamai dengan orang tua yang sangat berjasa dalam merawat dirinya.
"Aku pikir Om Adrian akan terus berkeras hati dan tak akan memberi restu pada hubunganku dan Alvin. Namun, peristiwa hari ini membuat hatiku turut hanyut dalam haru dan rasa bahagia yang tak bisa ku deskripsikan dengan kata-kata." Velove bermonolog pada dirinya sendiri dalam pikiran.
-**-
Di lain posisi, Jesslyn yang merasa malu dan jengkel dengan tindakan yang sudah dilakukan Rama melajukan mobil mercedez berwarna silver menuju kantor polisi. Sebelumnya, ia telah mengumpulkan berkas-berkas bukti bahwa sang papa telah menyabotase usaha-usaha dari Leonard Enterprise."Memang, papa lakuin itu untuk balas dendam atas perilaku Alvin yang sudah membatalkan pertunangan denganku secara mendadak. Akan tetapi, secara tidak langsung, tindakannya itu akan membuat karirku menurun dan imageku turut tercemar. Bagaimana pun hal itu tetap tidak bisa ku toleransi, dan harus diurus ke ranah hukum. Sungguh keterlaluan!" Jesslyn berucap dalam hatinya sembari mencengkram setir kuat-kuat dan menambah kecepatan mobil yang dikendarainya di jalan yang lapang.
Sesampainya di kantor polisi, Jesslyn langsung menghadap pada kepsek daerah sembari menjelaskan detail kejadian yang disertai dengan penyerahan berkas-berkas penting.
"Baik, Bu Jesslyn. Sesuai dengan waktu dan hari ini, kami dari pihak kepolisian akan memproses berkas 2x24 jam. Lalu, kami akan melakukan penahanan pada pelaku kejahatan. Pada saat sidang putusan, Ibu diharapkan untuk hadir sebagai saksi ahli. Apakah Ibu bersedia?" Kepala polisi bertanya pada Jesslyn usai menjabarkan detail dari proses kasus yang bersangkutan.
"Ya, saya bersedia. Mohon untuk segera menindaklanjuti kasus ini ya, Pak." Jesslyn mengangguk setuju meski sebenarnya ia merasa tak rela jika sang papa ditahan.
-**-
Di saat Jesslyn dan Rama sedang disibukkan dengan rutinitas di kantor polisi, tempat kejadian perkara, dan ruang penyidikan, Alvin dan Velove juga semakin serius merencanakan pernikahan mereka.Pernikahan yang akan digelar pada awal bulan Desember, 2021 itu sepertinya akan sangat besar dan meriah. Hal tersebut sudah sangat terlihat dari daftar tamu undangan yang dikumpulkan oleh Diamond Event Organizer.
Selain daftar tamu undangan yang berisikan banyak orang penting, dekorasi dan menu makanan yang dipilih oleh Alvin dan juga Velove juga tergolong mahal dan diolah dengan bahan-bahan makanan import.
Mereka memang sudah sepakat menggelar resepsi pernikahan yang meriah mengingat hal tersebut hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Khususnya, bagi seorang Alvin Leonard, ia ingin membuat hari dan malam pada acara itu menjadi sesuatu yang berkesan dan tak terlupakan.
Tak kalah meriah dengan persiapan gedung dan urusan lainnya, calon mempelai pengantin pria dan wanita itu juga menyewa dua jenis gaun dan tuxedo berharga puluhan juta, lengkap dengan Make Up Artist ternama.
Setelah melakukan pembayaran down payment, Alvin dan Velove berlalu dari House of Bridal and Make Up, mereka pergi menuju gallery dari fotografer yang sebelumnya dihubungi oleh Alvin. Hal itu dilakukan untuk kepentingan foto pre-wedding yang akan dilaksanakan di negara Italia.
Setibanya, di tempat tujuan, Alvin langsung disambut oleh Eric, fotografer sekaligus pemilik galeri foto yang memiliki bangunan tiga tingkat itu.
Sesuai dengan kesepaktan, Eric menunjukkan beberapa hasil booking lokasi yang akan digunakan untuk tempat pemotretan dan syuting pre-wedding dari Alvin dan Velove.
"Pertama, Canale Grande yang diapprove paling cepat. Ini spot-spot fotonya." Eric menyerahkan satu folder yang berisikan surat persetujuan dan kumpulan foto lokasi yang dapat digunakan untuk kepentingan pre-wedding.
Alvin dan Velove langsung memeriksa potret tempat-tempat yang banyak menampilkan bangunan khas Venesia yang dilengkapi dengan gondola. "Cantik banget," gumam Velove pelan dengan senyum merekah.
"Sesuai dengan apa yang pernah kamu mimpiin 'kan." Alvin menanggapi sembari menatap Velove lembut dengan senyum manis.
Di saat itu juga, Eric meraih map folder berwarna biru dan berucap, "Berikutnya, Piazza Navona. Engga kalah menawan tampilannya."
Kedua mata calon suami-istri itu teralihkan pada potret dari jalanan yang dihiasi dengan tiga air mancur yang terlihat estetik. Sesekali, mereka membolak balik lembar foto yang menampakkan pemandangan jalanan alun-alun tempat restoran dan cafe berlokasi.
Beberapa menit kemudian, Eric menunjukkan dua tempat berikutnya yaitu musuem Castell Dell'Ovo dan Piazza San Marco, pusat dari Kota Venesia dan tempat gedung pemerintahan berbasis.
Merasa tak sabar dan senang dengan pilihan lokasi dari prewedding, Velove yang mengapit lengan Alvin berbisik, "Ini prewedding atau honeymoon, Vin."
Alvin yang mendengar hal itu menoleh balik berbisik, "Honeymoonnya beda negara. Italia itu udah mainstream kalau dibuat tempat honeymoon."
"Honeymoon versi kita ke mana memangnya?" Velove merasa penasaran dengan statemen yang ditegaskan oleh Alvin.
"Rahasia. Kalau aku bilang sekarang, jadi engga surprise, Ve." Alvin menyematkan senyum penuh makna yang dilengkapi dengan lesung pipi menawan, seperti biasa.
TO BE CONTINUED..
Udah siap buat pesta nikahannya Velove x Alvin belum? Ada surprise lain lho di acara itu.
Hai semuanya, maaf ya baru up lagi. Tinggal dua part lagi nih. Thank you banget buat yang masih setia bacain cerita random ini 🙏🙏
Engga nyangka yang like lumayan 😇
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last [COMPLETED]
RomanceVelove, wanita workaholic yang sulit percaya akan cinta, menikmati status singlenya tanpa terpikir akan melabuhkan hati pada seorang pria. Hal itu membuatnya disindir oleh keempat sahabatnya. Label pemilih dalam hal pasangan pun disandangnya. Hingga...