Part 6

275 48 1
                                    

Usai menyelesaikan makan malam mereka, Velove dan keempat sahabatnya menikmati musik sambil menari. Keempat wanita itu tampak sangat total dalam mengekspresikan diri ketika menari, kecuali Velove.

Gerakan tubuhnya yang tidak terlalu lentur membuatnya lebih terlihat seperti orang yang sedang berolahraga. Hal itu tatkala membuat beberapa temannya tersenyum dan sesekali berkata dalam hati bahwa Velove harus lebih menikmati hidupnya.

Angel yang masih menyunggingkan senyumnya berkata, "Ve! Kok kaku banget sih? Enjoy this night, you know."

Velove melirik Angel dan menanggapi, "Bodo amat, mau kaku atau apa. Aku pengen cepetan pulang."

Metta tersenyum simpul dan menenangkan Velove, "Ve, jangan dimasukkin ke hati ya."

Velove hanya menghela nafas berat dan berusaha sabar. Ia terbilang cukup sensitif jika orang di sekitarnya mulai menyinggung gerak-geriknya yang terbilang sangat serius dan terkesan kaku.

Setelah selesai dengan tarian dan beberapa lagu mengiringi, mereka berlima memutuskan untuk pulang. Dari sekian wanita itu, yang turun terlebih dahulu dari mobil milik Benita adalah Velove.

Ia turun dari mobil dan melambaikan tangan pada keempat sahabatnya, "Thanks buat tumpangannya dan malam ini."

"Don't mention it, Ve." Benita melempar senyum lembut sambil menatap Velove dari dalam mobil.

Evelyn turut bersuara, "Masuk, Ve. Angin malam engga baik buat tubuhmu."

Velove mengangguk dan tersenyum simpul, "Kalian hati-hati ya di jalan."

Metta hanya tersenyum dan mengacungkan kedua ibu jarinya ke arah Velove. Sesudahnya, mobil yang ditumpangi oleh para wanita muda itu melaju dan meninggalkan halaman rumah Velove.

Perlahan, Velove masuk ke dalam rumah dan berjalan masuk ke kamarnya. Ia meletakkan tasnya di rak dan berganti baju.

Beberapa saat kemudian, ia pun membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dan terlelap tanpa menggunakan bed cover kesayangannya.

***
Hari yang baru pun tiba, waktu di mana Velove kembali berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang menanti.

Kini, ia sedang memeriksa laporan bulanan dengan mencocokkan data-data di komputer. Kedua manik matanya terfokus pada setiap angka penjualan, kerugian, dan modal.

Hal itu tak menjadi beban baginya. Ia sangat menikmati alur kerja yang terbilang monotone tersebut. Lain halnya dengan keempat sahabatnya. Mereka lebih suka bersantai sambil bekerja.

Bahkan, Evelyn, Angel, dan Metta rela berlama-lama di ruangan milik Benita dan Velove. Seperti ini lah isi dari obrolan keempat wanita karir itu.

"Lain kali kita coba ke bar lain yuk," usul Metta.

Angel mengangguk setuju, "Coba yang rada mahalan dikit. Pasti vibenya beda dan lebih elegan."

Evelyn tersenyum cerah, "Yang bayarin kamu ya, Ngel. Kita cuman enjoy the food sama night."

"Oke, no problem. Berhubungan keuntungan kerja sampinganku lagi bagus." Angel menanggapi dengan santai.

Benita menanggapi, "Velove kita ajak lagi engga?"

Evelyn memicingkan mata dan berbisik pelan, "Engga deh. Acara kita jadi kurang wow kalau ada dia."

Namun, bisikan halus itu tak sengaja terdengar oleh kedua telinga Velove yang sedang asyik bekerja. Wanita berambut cokelat panjang itu menghentikan aktifitasnya dan menatap Evelyn dari jauh.

Ia bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri keempat sahabatnya. Velove pun berkata, "Apa katamu tadi, Eve?"

Evelyn tergagap, tak berani menatap Velove, "A-aku engga ada ngomongin apa-apa."

"Aku dengar tadi kamu ngomongin aku sama Benita," tuntut Velove dengan sorot matanya yang tajam.

Angel yang melihat hal itu mengusap bahu Velove pelan, "Sabar, Ve. Mungkin, Evelyn bukan ngomongin kamu yang jelek."

Velove menepis tangan Angel dari bahunya, "Aku dengar jelas bisikkannya."

Benita menyikut lengan Evelyn dan bergumam, "Kamu terlalu to-the-point."

Evelyn melirik Benita kesal. Ia pun menyerah pada tuntutan lawan bicaranya, "Hm, iya deh, aku memang ada ngomong tentang kamu tadi."

Velove tersenyum sinis, "Ya, aku dengar kamu bilang kalau ajak aku ke bar acaranya jadi kurang wow 'kan? Kamu kaya engga paham aku aja."

Evelyn menanggapi, "Aku jujur bilang yang tadi. Soalnya, kamu kaya engga enjoy dengan situasi di bar. Aku kenalin ke Daniel, kamu juga no respond."

"Karena itu ya acaranya jadi engga wow? Selalu karena aku yang engga interest dengan masalah asmara." Velove melipat tangannya di depan dada.

Angel ikut menanggapi, "Bukan cuman itu. Waktu dance pun kamu kaya lagi mikirin sesuatu."

"Aku punya tanggungan pekerjaan. Wajar aku kepikiran," bantah Velove.

Metta pun menengahi, "Hm, ya sudah deh. Intinya, kita mesti bisa paham kesukaan dan hal yang dibenci sama Velove. Engga boleh saling menjatuhkan atau ego."

Benita mengiyakan, "Bener, biat bagaimana pun, kita udah lama temenan dari SMA. Engga lucu kalau sampai musuhan gara-gara masalah sepele."

Evelyn terdiam dan menahan diri. Sorot matanya menyiratkan rasa kesal yang terbendung dalam hatinya.

Angel berkata, "Jadi, minggu depan, kita ke bar lain. Kali ini rada elite dan mahal, dan Velove ikut, deal?"

"DEAL!!" ucap Metta, Velove, dan Benita kompak, kecuali Evelyn.

Angel membulatkan kedua matanya menatap Evelyn, "Eve, kamu masih kesal? Kalau engga pengen Ve ikut, aku engga maksa kamu buat join."

Evelyn melirik Velove sekilas dan berujar, "Deal, aku masih sedikit kesal soal yang tadi."

Metta mengusap bahu Evelyn, "Sabar Bu Evelyn. Segalanya membutuhkan proses yang berliku."

Evelyn mengangguk kecil mengindahkan perkataan yang meluncur dari bibir salah satu sahabat baiknya itu.

Sementara itu, Velove berkata dalam hati, "Setidaknya, mereka engga pernah mengasingkan aku karena sifatku yang terkesan dingin dan cuek akan dunia luar ini."

TO BE CONTINUED..


My First and Last [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang