Minggu berikutnya, tepatnya hari Jumat di bulan Januari 2020, Velove dan keempat sahabatnya sedang dalam perjalanan menuju Hotel Harris, salah satu hotel di Jakarta Selatan yang dilengkapi dengan fasilitas bar dan pub.
Perjalanan tersebut memakan waktu 1 setengah jam. Tepat pukul 6 lebih sedikit mereka semua tiba di tujuan.
Kelima wanita itu menatap sekitar. Dua dari mereka berkomentar, sementara ketiganya sibuk mencari lokasi untuk duduk.
"Tempatnya ternyata lebih keren ya daripada yang minggu lalu," ujar Evelyn berdecak kagum menatap bar yang sedikit sepi akan pengunjung.
Angel tersenyum bangga, "Apa aku bilang 'kan. Aku jamin kamu akan suka tempat ini."
Mendengar percakapan dua sahabatnya, Velove hanya menghela nafas pelan. Ia berkata dalam hatinya, "Perasaan bar di sini sama aja deh dengan yang waktu itu."
Benita yang menyadari ekspresi wajah kusut Velove menyikut lengan dan bergumam kecil, "Hey? Jangan bengong gitu dong."
Velove melirik Benita, "Haah, iya iya. Aku mulai bosan."
Mendengar keluhan yang meluncut dari bibir salah satu sahabatnya, Metta berkata, "Jangan gitu ah. Nanti Evelyn marah lagi."
"Iya deh iya." Velove kembali menekan egonya meski dirinya merasa kesal dengan kegiatan yang dilakukan oleh keempat sahabatnya ini.
Kemudian, mereka memutuskan untuk duduk di sofa yang berada di pojok kiri yang terletak di belakang. Mereka juga memesan beberapa menu makanan dan minuman yang menjadi andalan dari tempat yang dikunjungi oleh kaum elit tersebut.
Sembari menunggu pesanan, mereka kembali mengobrol satu dengan yang lainnya.
Angel membuka pembicaraan, "Di sini, anggurnya mahal karena bahannya import dari Eropa."
"It's okay, aku belain deh kalau rasanya emang top." Evelyn terlihat bersemangat.
Metta tersenyum canggung, "Kalau aku sih lebih pilih beli makanannya ketimbang habisin uang buat sebotol anggur impor."
Benita menanggapi dengan senyuman, "Sesekali engga masalah 'kan, ta. Jarang-jarang minum anggur impor."
Di saat semua sahabatnya menampakkan ekspresi riang, Velove hanya menatap datar keempat wanita yang tengah berbagi ide serta bertukar pikiran. Ia hanya mampu mendengarkan setiap kata atau kalimat yang bertukar dari bibir mereka.
Hingga pada waktunya, Evelyn menyinggung tentang DJ dan laki-laki yang mengunjungi bar milik hotel Harris. Di waktu yang sama, ia juga menyeret nama Velove dan mengaitkannya dengan sosok laki-laki yang mungkin saja cocok dengan wanita karir berhati dingin itu.
"Di sini DJnya rada tua ya. Engga sedap dipandang," ucap Evelyn seraya menyunggingkan senyum cantiknya.
Metta tersenyum simpul, "Ya 'kan beda tempat Eve. Kalau yang minggu lalu muda dan tampan."
Evelyn mengangguk dan menanggapi, "Tampan banget sampai Velove sensi ke ubun-ubun."
Kata-kata dengan nada menyindir itu membuat Velove melayangkan tatapan tajam pada Evelyn. Tatapan itu mengisyaratkan agar Evelyn lebih berhati-hati dalam merangkai kalimat serta kata.
Namun, Evelyn tak juga jera. Ia kembali berkomentar, "Sayangnya aku sudah punya target sendiri. Padahal DJ di bar minggu lalu cocok banget sama Velove. Tampan, putih, dan senyumnya manis."
Velove mengepalkan satu tangannya. Sepertinya ia sedang meredam emosi yang sedikit meningkat. Ia berusaha melapangkan hati.
Evelyn tersenyum mengejek menatap Velove. Kemudian, Angel ikut menanggapi, "Eh, tadi aku juga engga sengaja liat pamflet di bar itu."
Metta bertanya, "Pamflet tentang apa?"
Angel melirik Velove sekilas dan menanggapi, "Pamflet tentang acara Take Her Out."
Benita memicingkan matanya, "Take Her Out? Kaya ajang pencarian jodoh?"
"Kurang lebih gitu deh." Evelyn mengangguk pelan.
Angel melempar tatapan penuh arti ke arah Velove, "Mungkin Ve mau coba."
Velove menoleh dan menatap Angel dingin, "No, thanks. Aku masih sanggup sendirian."
Evelyn menatap Velove remeh, "Oh gitu ya? Kuat sekali."
Velove menanggapi, "Selama aku masih produktif, aku bisa biayain hidupku."
Mendengar pernyataan Velove dengan nada marah, Angel mengisyaratkan Evelyn agar berhenti memancing kesabaran wanita berwajah kusut yang duduk sampingnya.
Tetapi, Evelyn tak mengindahkan isyarat itu. Ia kembali menantang, "Ehm, atau mungkin kamu memang engga laku ya, Ve."
Velove menatap dengan senyuman miring di bibir merahnya, "Engga laku? Kamu kira aku barang dagangan?!"
"A-aa, kamu mungkin bukan wanita yang diinginkan oleh beberapa pria." Evelyn kembali melontarkan cemoohan.
"Jangan sok tau," bantah Velove dengan ekspresi wajah masam.
Evelyn tersenyum licik dan menanggapi, "Ah, atau jangan-jangan orientasi seksualmu menyimpang. I mean kamu engga tertarik sama cowok."
"TAP!" Velove sedikit memukul meja dengan punggung jemarinya.
"Engga, aku normal. Aku punya kriteria laki-laki ideal." Velove membela diri.
"Normal ya? Aku ragu nih." Ekspresi wajah Evelyn menyiratkan hinaan.
Velove menatap lawan bicaranya dingin, "Aku normal. Kamu jangan asal bicara, Eve."
Metta yang menatap perseteruan itu menengahi, "Haish, kalian ini. Udah lah."
Evelyn menaikkan sebelah alisnya sambil melirik Metta sekilas. Sementara, Benita turut mengomentari, "Kalian berdua diliatin sama pengunjung, engga malu ya?"
Angel hanya melayangkan senyuman polos meski kedua sahabatnya terlibat baku kata dan kalimat yang serius. Sedangkan, Velove tak mengindahkan perkataan Benita atau pun Metta.
Justru, ia menatap Evelyn kesal dan menanggapi, "Oke, kalau kamu mau bukti."
"Apa coba?" Evelyn masih setia menatap Velove dengan tatapan sinis.
Velove menatap Evelyn tajam, "Aku akan ikut acara 'Take Her Out' di Melly's Garden Bar!"
Evelyn tersenyum lega mendengar nada bicara dan kata-kata yang dilontarkan oleh Velove, "Let's see, apa kamu akan dapat pasangan dari acara itu. Aku jadi engga sabar."
Benita melirik Velove dan menenangkan, "Sabar, Ve. Aku yakin Evelyn engga serius nantang kamu."
Velove menggeleng pelan, "Engga, Nit. Kali ini, aku serius dan terima tantangan dari Eve. Aku akan tunjukkan kalau aku bisa dapat pasangan dari acara itu."
Mendengar respon dari Velove membuat Angel dan Metta sesekali memandang satu sama lain. Mereka berdua tampak terkejut sekaligus kehabisan kata-kata. Tentu saja, mereka sangat terheran-heran dengan Velove yang menerima tantangan dari Evelyn tanpa berpikir secara masak.
TO BE CONTINUED..
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last [COMPLETED]
RomanceVelove, wanita workaholic yang sulit percaya akan cinta, menikmati status singlenya tanpa terpikir akan melabuhkan hati pada seorang pria. Hal itu membuatnya disindir oleh keempat sahabatnya. Label pemilih dalam hal pasangan pun disandangnya. Hingga...