Part 23

155 32 4
                                    

Setibanya di rooftop kantor, Velove mulai melayangkan beberapa pertanyaan pada Alvin yang sedang sibuk membersihkan sendok dan garpu dengan tissue.

"Kenapa kamu teriak keras kaya tadi?" Velove menatap Alvin dari samping.

Alvin menoleh dan tersenyum pada Velove, "Lagi semangat aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alvin menoleh dan tersenyum pada Velove, "Lagi semangat aja. Engga mungkin 'kan, aku lihat kamu tanpa ngomong apa-apa."

Velove mengalihkan pandangannya sekilas dan berujar, "Ya, tapi 'kan bikin heboh. Mana ada temen-temenku juga tadi."

"Terus kenapa kalau ada mereka?" Alvin menatap Velove dengan air muka senang sembari menyerahkan sendok dan garpu plastik.

Velove hanya melirik sebentar. Lalu, ia menerima peralatan makan tersebut dan berkata, "Mereka bakalan heboh kalau ada cowok datang dan nyari aku ke sini."

Mendengar tanggapan dari teman wanitanya itu tak membuat Alvin melepas senyuman yang melekat di bibirnya. Hal itu sontak membuat Velove terheran-heran.

"Pasti nanti mereka introgasi aku habis-habisan," tambah Velove dengan kepala sedikit tertunduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pasti nanti mereka introgasi aku habis-habisan," tambah Velove dengan kepala sedikit tertunduk.

Seraya membuka satu lunchbox yang dibawanya, Alvin menanggapi, "Bilang, aku temanmu. Beres 'kan."

"Semudah itu?" Velove membulatkan kedua matanya, tak percaya dengan tanggapan yang diujarkan oleh pria berkulit putih tersebut.

Dan Alvin pun menyerahkan lunchbox yang dilengkapi dengan katsu set padanya, "Setidaknya, kamu jelasin hubunganku sama kamu itu apa. Daripada, kamu diem, makin heboh mungkin."

Ucapan tersebut membuat Velove terdiam. Ia mulai membayangkan bagaimana solusi yang diujarkan oleh Alvin bekerja. Bayangan akan reaksi keempat sahabatnya pun berdatangan dalam otaknya.

Dari sekian air muka yang terbayang, ekspresi yang sangat mungkin dan nyata terjadi terukir pada wajah Evelyn. Wanita yang tak cukup akur dengannya itu terlihat senang dengan senyum remeh. Seperti biasa, Evelyn memandang dirinya sebelah mata, tak mahir dalam urusan cinta dan lelaki.

Di tengah imajinasi yang membayangi otaknya, ia pun merasakan sepotong ayam katsu mendarat pelan di bibirnya yang memerah. "Kita makan dulu. Bisa basi makanannya kalau kita ngobrol terus." Suara lembut Alvin terdengar sembari menyuapkan sepotong ayam katsu pada Velove.

My First and Last [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang