Sementara itu, Alvin yang baru saja melepaskan pelukan dari tubuh Velove langsung menggandeng tangan gadis yang berada di belakangnya dan berujar, "Dah, kita masuk aja. Nanti kalau dilihat tetangga engga enak."
Velove yang melirik pada tangannya yang digandeng oleh Alvin turut melangkah mengikuti pria yang berada di depannya. Perlakuan sederhana itu sukses membuat jantungnya berdebar dan aliran darah dalam tubuhnya berdesir hebat.
"Alvin ini kalau engga impulsif berasa kaya ada yang kurang. Tadi pelukan, sekarang gandengan tangan. Padahal, belum ada ikatan apa-apa di antara kami. Sebenarnya, apa yang kamu incar dari aku, Vin?" Velove menatap punggung Alvin lekat dari belakang seraya bertanya-tanya dalam benaknya.
Di saat itu juga, dengan mimik wajah senang bercampur antusias, Alvin berujar, "Ve, Besok malam kamu pulang kan?"
"Iya, hari Senin 'kan aku kerja. Gila aja kalau aku engga pulang, Vin," balas Velove seraya membuka pintu dan mempersilakan Alvin masuk.
Di saat itu juga, Metta muncul dan menatap sosok Alvin dan Velove secara bergantian. "Ve? Dia tamunya??" tanya wanita berambut hitam sepinggang itu.
"Iya, dia bertamu sebentar karena ada perlunya," terang Velove dengan air muka datar.
Alvin yang mendengar hal itu justru merespon di luar dugaan, "Tapi, aku ke sini cuman buat mastiin bahwa Velove ada di tangan yang aman. Kamu temannya 'kan??"
Metta yang mendengar hal itu mengulum senyum simpul dan meyakinkan Alvin, "Iya, bahkan, temannya bukan cuman aku. Ada Angel, Evelyn, dan Benita juga yang ikut menginap. Kamu tenang aja."
"Oh iya, sebelumnya perkenalin, namaku Alvin." Alvin kembali bersuara seraya mengulurkan tangan pada Metta.
Metta pun menjabat tangan Alvin dan tersenyum ramah, "Aku Metta, sahabat baiknya Velove dari jaman SMA."
"Sahabat baik, tapi juga bisa bermusuhan," sindir Velove dengan senyum miring seraya menatap Alvin lekat.
Di sela perkenalan itu, Benita, Evelyn, dan Angel muncul secara bersamaan. Tiga wanita itu menatap Alvin dengan beragam komentar dan pujian.
"Tampannya. Ve, kamu yakin engga mau macarin DJ ini?" Angel memuji dan menatap kagum pada Alvin.
Alvin yang mendengar sanjungan itu hanya bisa mengulum senyum tipis. Ada rasa canggung dalam hatinya karena bukan wanita pujaannya lah yang melayangkan pujian tersebut.
Kemudian, Benita berkomentar, "Memang cocok sih, tapi kayanya DJ ini lebih muda dari Ve. Vibesnya lebih seperti kakak adek nih."
Alvin yang mendengar hal itu spontan meraih tangan Velove dan menggenggamnya lembut. "Tapi, aku sama Ve udah mulai tertarik satu sama lain kok. Tinggal tunggu status jadian aja," ucapnya asal. Ia tak ingin dipandang tak cocok bersanding dengan wanita pujaannya itu.
Velove pun sedikit terkejut mendengar pernyataan yang diluncurkan oleh Alvin. Ia melirik pria di sampingnya ini sekilas dan berbisik dalam hati, "Apaan pake acara bilang mulai tertarik satu sama lain?? Palingan dia yang ngebet buat jadian sama aku. Aku sih engga begitu berharap ke dia, biasa aja."
Secara tidak langsung, Velove merasa gengsi untuk mengakui bahwa dirinya memiliki ketertarikan pada pria yang bekerja di dunia malam itu. Hal itu dapat terlihat dari caranya merespon perilaku manis Alvin yang lebih dari sekadar teman padanya.
***
Dua jam kemudian, usai kepergian Alvin dari rumah Metta, Velove yang sedang membantu sang tuan rumah mencuci piring dan peralatan makan diserbu pertanyaan oleh keempat sahabatnya."Eh, kamu memang mau jadian sama Alvin, Ve?" Metta melirik Velove yang sedang fokus membilas piring dan menyabuni beberapa pasang sendok-garpu.
"Aku kurang tahu kalau soal itu," respon Velove dengan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last [COMPLETED]
RomanceVelove, wanita workaholic yang sulit percaya akan cinta, menikmati status singlenya tanpa terpikir akan melabuhkan hati pada seorang pria. Hal itu membuatnya disindir oleh keempat sahabatnya. Label pemilih dalam hal pasangan pun disandangnya. Hingga...