Velove dan Benita kembali ke ruangannya. Hal serupa juga dilakukan oleh Angel, Evelyn, dan Metta. Mereka berlima bekerja di ruangan yang ada di lantai berbeda.
Ruangan yang ditempati oleh Velove dan Benita berada di lantai 16, sedangkan ketiga wanita itu menempati ruangan di lantai 15. Hal itu tak membuat relasi mereka terganggu. Salah satu atau dua dari mereka kerap melakukan kunjungan di ruangan masing-masing.
Seperti halnya yang dilakukan Angel saat ini. Ia tengah berada di ruangan Velove dan Benita. Apa yang dilakukan wanita bermata sipit ini? Tentu saja mengobrol dengan kedua sahabatnya. Kebetulan, ia juga menanti surat-surat pengesahan yang sedang dicek oleh Benita.
"Duh, aku engga sabaran pengen hari sabtu," ucap Angel sembari menangkup kedua pipinya sendiri.
Velove menanggapi sambil fokus pada layar komputer di mejanya, "Kenapa emang? Ada acara penting?"
Angel mengulum senyum sembari menatap Velove sekilas, "Bukan kok Ve."
Benita menyerahkan lembar pengesahan kepada Angel dan menggoda, "Woo, tapi senyummu bukan senyum biasa, Ngel. Pasti mau ketemuan sama Sammy 'kan? Ngaku aja deh."
Rona merah di wajah Angel semakin nampak. Ia pun tertunduk malu, "Hmm, selalu deg-degan kaya gini kalo dengar namanya."
Velove menatap Angel lekat dan berkata dalam hatinya, "Nih anak berlebihan banget deh. Masa dengar nama cowok gitu aja langsung dag dig dug. Perasaan cowok gitu-gitu aja."
Benita pun menyadari tatapan Velove tersebut dan berujar, "Vel engga usah gitu natapnya. Kamu kebingungan kalo terus begitu soalnya engga punya gebetan atau someone to lean on."
"Ck, siapa juga yang tertarik sama urusan si Angel. Aku cuman heran aja sama dia. Masa cuman dengar nama Sammy langsung senyum-senyum gaje." Velove berdecak kesal dengan tatapan tak nyaman.
"Itu lah rasanya kasmaran bagi orang yang jatuh cinta. Meski hanya dengar namanya, kita bisa ingat setiap hal yang dilakuin bersama," ungkap Benita sembari menatap Velove dengan seksama.
Velove berdiri dari kursi dan berjalan melewati meja kerjanya, "Kasmaran? Apa lagi itu? Istilah yang aneh."
"Makanya itu, cari pacar. Biar kamu mengerti rasa kasmaran seperti apa," ucap Angel dengan tatapan lembutnya kepada Velove.
Ekspresi kesal di wajah wanita itu semakin tampak. Kemudian, ia melangkahkan kaki keluar dari ruangannya menuju elevator. Dengan dokumen di tangannya, Velove masuk dan membiarkan benda balok otomatis itu membawanya.
"Kenapa teman-teman selalu menyarankan aku untuk mencari pacar? Menyebalkan sekali. Padahal, mereka tahu sendiri kalau aku susah membuka hati. Hanya karena aku masih single, bukan berarti dicela soal status hubungan terus 'kan." Velove merutuk dalam hatinya. Ia berharap tak ada seorang pun yang membicarakan tentang kekasih atau status dirinya.
"TING.." Pintu elevator terbuka perlahan saat mendarat di lantai ke-20. Wanita itu pun keluar dan melangkah dengan santai. Ia berjalan melewati lorong dengan beberapa ruangan atasan dan karyawan lain.
Hingga akhirnya ia pun menghentikan langkahnya pada ruangan yang berada di ujung, di sisi kanannya. Perlahan, Velove mengetuk pintu ruangan itu.
"TOOKK TOOKK TOKKK.."
"Masuk lah, pintu tidak dikunci," ujar sang pemilik ruangan.
Velove sedikit menekan gagang pintu ke bawah. Ia pun masuk dan mendapati sosok Pak Anton yang tak lain adalah bosnya. Pria paruh baya itu memandan Velove dengan
tatapan serius."Ada apa, Ve?" tanya Pak Anton.
Velove menyerahkan beberapa lembar dokumen dan berkata, "Maaf mengganggu, pak. Saya hanya mengantarkan dokumen yang baru selesai diperiksa."
Anton menatap Velove dengan senyuman. Ia kagum mendapati wanita muda di hadapannya ini. Ia juga berasumsi bahwa Velove adalah tipe istri yang ideal untuk putra sulungnya.
Anton berkata dalam hatinya, "Wah, pegawaiku yang satu ini memang lengkap. Tak hanya parasnya yang menarik, otaknya juga encer. Mungkin tipe wanita yang seperti dia yang dicari oleh Evan, putraku."
"Pak?" Velove memecah keheningan dan merasa risih menyadari tatapan yang dilayangkan oleh bosnya itu.
Anton menggelengkan kepalanya pelan dan mulai membaca dokumen dengan teliti, "Ah, maaf, Ve. Bapak kurang fokus tadi."
"Santai saja, pak. Saya tunggu sampai dokumen itu ditandatangani," ucap Velove dengan senyuman di bibirnya.
Anton membaca setiap point dari dokumen yang ada di tangannya. Kemudian, ia meraih bolpoint dari jasnya. Dengan beberapa goresan, tangan dari pria paruh baya itu menorehkan tanda tangan. Diserahkannya dokumen itu kepada Velove.
"Terima kasih, pak. Maaf sekali lagi jika mengganggu. Saya permisi." Velove menerima dokumen dan berpamitan.
Anton hanya tersenyum samar dan menatap kepergian wanita bertubuh tinggi itu. Ia pun kembali sibuk dengan pekerjaannya.
***
Tepat pukul 4.30 sore, Velove dan keempat sahabatnya keluar dari ruang kerja. Saat ini, mereka sedang berada di dalam elevator dan mengobrol satu sama lain."Hari ini rasanya lebih sibuk. Kalian kerasa engga?" ujar Evelyn sambil menatap sahabatnya satu per satu.
Metta menanggapi, "Tiap hari juga gini, lyn. Engga ada santainya."
"Namanya juga ngantor, lagi sibuk bisa jadi sibuk banget," tukas Benita dengan ekspresi wajah lesu.
Sementara Velove berkomentar, "Engga tuh, biasa aja. Kalian semua memang males dasarnya."
Angel melirik Velove dan berkata, "Kamu ini engga bisa diajak kompromi ya. Kita berempat ini jarang wara wiri ngurus beragam surat dan janji sama client. Wajar dong kalo hari ini rasanya sibuk banget."
Velove menanggapi, "Bilang aja kalian mau santai-santai. Biar bisa chat pacar atau gebetan kalian semua."
Benita tersenyum masam, "Ya engga gitu juga, Ve."
Evelyn merasa tersindir, "Kamu itu yang terlalu workholic, Ve. Sampai dengar kita pacaran kamu sensi sendiri."
Velove berdecak kesal sambil menatap Evelyn yang berdiri di samping kirinya. Sedangkan, Metta menambahkan, "Ve, kita berempat memang capek dan butuh hiburan. Bukan mau santai-santai dan chat pacar."
Velove menghela nafas dan berkata, "Ya sudah lah, kalian terus berkelit. Aku hanya mengingatkan untuk tidak terlalu berfokus pada pacar-pacar kalian."
Angel dan Evelyn merasa tersindir mendengar kata-kata tersebut. Angel menimpali, "Ya kaya gini deh kalo cewek engga pernah merasa dicintai atau disayang oleh seorang pria. Ketimbang kamu ngingetin kita semua, mendingan kamu coba cari pacar deh. Setelah itu, rasakan sendiri bagaimana efeknya."
"TING.." Pintu elevator terbuka, dan Velove keluar terlebih dahulu meninggalkan keempat sahabatnya.
Ia tak berkata apa-apa setelah mendengar salah satu sahabatnya kembali menyinggung tentang kekasih. Hatinya kembali tersakiti dengan saran yang membuat emosinya selalu mendidih.
Velove keluar dari gedung kantor dan masuk ke dalam taksi online yang telah menanti. Direbahkannya kepala pada headboard. Velove merutuk dalam hatinya, "Semakin aku menghindar dari obrolan tentang kekasih dan cinta, ada saja yang membahas dan menyinggung. Kenapa sih? Segitu pentingnya ya merasa dicintai dan punya pacar? Sungguh mengesalkan!"
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last [COMPLETED]
RomanceVelove, wanita workaholic yang sulit percaya akan cinta, menikmati status singlenya tanpa terpikir akan melabuhkan hati pada seorang pria. Hal itu membuatnya disindir oleh keempat sahabatnya. Label pemilih dalam hal pasangan pun disandangnya. Hingga...