Saat hari Sabtu tiba, Velove yang telah selesai merias diri dan berganti baju, menghubungi Alvin melalui panggilan telepon.
"Iya, Ve?" Suara besar milik Alvin terdengar dari sebrang telepon.
"Kamu lagi di mana ini posisinya?" Velove balik bertanya sembari menyiapkan sepatu sandal dengan hak tiga sentimeter berwarna marun, kesayangannya.
"Ini aku masih di daerah Kemang Square." Alvin menjawab. Dari sebranv speaker terdengar jelas hiruk-pikuk kondisi jalan raya di sore hari. Maklum, banyak orang yang baru saja pulang dari kantor.
Velove melirik pada jam dinding dan menandaskan, "Oke kalau gitu. Soalnya, habis gini Benita dateng. Takutnya, kamu telat."
"Nanti aku kabarin begitu udah sampe," tutup Alvin singkat.
"Oke," ucap Velove sembari menyudahi percakapan.
Lalu, ia kembali melanjutkan kegiatannya yaitu mengenakan sepatu sandal dan mengaitkan sabuk pada pergelangan kaki agar tak terlepas. Beberapa menit kemudian, terdengar deru suara mesin mobil Benita.
Velove yang telah siap membukakan pagar untuk Benita. "Cantik maksimal ya, Ve," puji wanita berambut pendek dengan warna kecoklatan itu sembari tersenyum simpul.
"Engga lah, Nit. Ini juga cuman polesan minimalis, bukan yang tebal," tepis Velove dengan senyum merekah pada bibirnya yang memerah karena lipstik yang dikenakan.
Kemudian, mereka berdua memutuskan untuk menanti Alvin di ruang tamu. Sembari mengobrol santai, Velove juga menyajikan minuman dan makanan ringan. Sesekali, Benita membicarakan tentang Alvin. Ia juga menduga jika pria berwajah manis itu tertarik pada Velove. Akan tetapi, Velove merasa tak yakin dengan dugaan dari sahabat baiknya itu.
Saat waktu menunjukkan pukul 18.05, Alvin tiba dan memarkirkan sepeda motornya di depan halaman rumah Velove yang berukuran kecil. Lalu, ia bergabung dengan Benita dan Velove dalam satu mobil dan melaju menuju hotel tempat pesta ulang tahun Evan diadakan.
***
Setibanya di hotel dan memarkirkan mobil, Velove, Benita, dan Alvin memasuki elevator dan menekan tombol nomor 27, tempat ballroom serbaguna berada."TING.." Peringatan dari elevator terdengar dan pintu terbuka secara perlahan, menampilkan banyak tamu yang berlalu lalang. Sepertinya, banyak tamu yang baru saja datang.
Perlahan, mereka bertiga berjalan beriringan menuju pintu masuk. Alvin yang takut jika Velove akan terpisah segera meraih tangan wanita yang sedang menatap keramaian. Tangan besar yang menggenggam jemari ramping tersebut baru disadari oleh sang wanita ketika berada di dalam ballroom yang tak kalah ramai.
"Vin, kamu ngapain gandeng tanganku?" Velove melepaskan genggaman tangan Alvin dengan tatapan heran.
"Sorry, tadi waktu masuk, aku gandeng kamu biar engga kepisah dari Benita dan aku," ujar Alvin dengan tatapan teralih sembari menggaruk tengkuk yang tak merasa gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last [COMPLETED]
RomanceVelove, wanita workaholic yang sulit percaya akan cinta, menikmati status singlenya tanpa terpikir akan melabuhkan hati pada seorang pria. Hal itu membuatnya disindir oleh keempat sahabatnya. Label pemilih dalam hal pasangan pun disandangnya. Hingga...