Part 47

53 9 2
                                    

Drama percintaan yang berujung dengan akhir pelik pun berlalu, digantikan dengan hari sibuk yang dijalani oleh Velove dan Alvin di situasi berbeda. Mereka yang kini berjalan dengan jalur masing-masing berusaha menyibukkan diri dengan sakit hati yang terus mendera.

Namun, perubahan yang paling terlihat setelah kejadian menyedihkan itu tergambar pada diri Alvin. Pria dengan tinggi badan seratus delapan puluh tersebut saat ini telah selesai bersiap dengan setelan jas formal.

Dengan mimik wajah yang datar namun berkharisma, ia menuruni tangga perlahan, menuju meja makan panjang yang terbuat dari kayu import asal Jerman.

Adrian yang sudah lebih dahulu berada di balik meja panjang mengomentari kehadiran putra tunggalnya, "Ternyata, kamu udah banyak berubah. Engga lagi menganggap remeh perusahaan besar yang papa kelola sejak dahulu."

Alvin hanya melirik sepintas tanpa menjawab ujaran dari lawan bicaranya itu. Ia tak ingin terlalu menunjukkan reaksi pada laki-laki yang dianggapnya sebagai makhluk berdarah dingin dan otoriter tersebut.

"Makanlah yang cukup. Hari ini, kegiatan kita sebagai petinggi perusahaan akan sangat padat hingga sore hari menyapa." Adrian meletakkan beberapa buah roti bakar di atas piring kosong dan menyerahkannya pada Alvin.

Dengan tatapan mata malas, Alvin menerima piring tersebut seraya berujar dalam hati, "Padahal, kalau pagi begini, aku masih di kasur dan bertukar pesan chat sama dia."

Setelah menyelesaikan kegiatan sarapan, Adrian dan Alvin pun berlalu dengan menggunakan mercedez berwarna silver yang dikemudikan oleh Pak Hasan, supir yang sudah lama bekerja sama dengan Keluarga Leonard selama lebih dari 20 tahun lamanya.

"Jadi, hari ini, kamu full amatin kinerja papa sebagai petinggi perusahaan." Adrian kembali memecah keheningan sembari memeriksa tablet yang berisikan jadwal mingguan miliknya.

"Hmm.." Alvin hanya berdeham, menanggapi ujaran sang papa. Ia sungguh tidak tertarik untuk mengucapkan beberapa patah kata terkait perusahaan yang dalam waktu dekat akan dikelolanya dengan bantuan asisten yang ditunjuk oleh Adrian.

"Terus, nanti kamu juga ikut meeting. Jangan terlalu kaku atau dingin ke karyawan dan karyawati," sambung Adrian sembari menatap wajah putra semata wayangnya dan mengingatkan.

Untuk kesekian kalinya, pria dengan rambut tebal dan wajah rupawan itu tak bersuara. Entah mengapa, pribadinya yang murah senyum dan ramah hilang begitu saja usai dirinya kehilangan Velove.

Setibanya di kantor, Adrian dan Alvin turun dari mobil dan disambut oleh sejumlah resepsionis yang membungkukkan badan kepada mereka sebagai bentuk rasa hormat.

Kemudian, di saat yang sama, sekretaris laki-laki sekaligus tangan kanan yang dipercaya oleh Adrian muncul dan memberitahukan tentang berita penting yang dinanti oleh sang pemilik bisnis sejak seminggu lalu.

"Duan Nueng Auto bersedia bekerja sama dengan kita, Pak." Ghana menyampaikan kabar tersebut dengan binar optimisme terpancar pada kedua mata coklatnya.

"Nanti kamu kirim salinan tanda tangan kontraknya di email saya." Adrian memerintahkan sembari merapikan dasi hitamnya yang sedikit longgar dari kerah kemeja.

"Baik, Tuan Adrian." Ghana menanggapi seraya mengangguk patuh.

Kemudian, Adrian yang juga disusul oleh Alvin kembali melangkah memasuki elevator. "Seperti ini lah atmosfir sehari-hari yang akan kamu temui di kantor. Kamu harus mulai terbiasa sejak hari ini, Vin." Suara tenor dari pria ambisius itu terdengar, memecah keheningan.

Alvin hanya bisa terdiam tanpa berkomentar apa-apa. Ia memilih untuk berbisik dalam batinnya, "Kalau bukan karena keselamatan Velove, aku malas berdiri di tempat ini. Sungguh menyebalkan!"

"TING.." Bunyi elevator terdengar saat tiba di lantai nomor 17, tempat ruangan dari direktur utama berada.

Pada ruangan yang didominasi dengan meja karyawan di sisi kiri tersebut, terdengar lah kebisingan khas dari para karyawan dan karyawati yang sangat sibuk.

Alvin hanya melayangkan tatapan sekilas. Di saat itu, ia terbayang Velove yang juga bekerja di kantor. "Dia pasti lagi sibuk sekarang," ucapnya dalam hati dengan tatapan penuh sesal.

"Kalau ada karyawati yang merayumu di sini, jangan hiraukan. Mereka punya maksud yang kurang baik," ucap Adrian sembari menelisik ekspresi wajah Alvin yang terlihat gusar akibat memikirkan Velove, sang mantan kekasih.

Alvin yang merasa jika dirinya bukan lah pria yang mudah digoda akhirnya bersuara, "Aku paham itu, Pa."

"Good boy. Papa pikir kamu termasuk dari sekian laki-laki yang mudah terbawa perasaan," tandas Adrian dengan senyum remeh seraya memasuki ruang kerjanya.

Alvin hanya bisa menatap gerak-gerik Adrian dan berujar dalam hati, "Justru, aku mau bertahan dengan satu wanita yang terlihat unik dan menarik. Namun, semua itu hanya sesaat saja dan hancur. Semua karena papa!"

***
Beberapa jam berikutnya, Alvin benar-benar mendampingi Adrian dalam beragam urusan kantor, termasuk meeting yang sudah dijadwalkan. Kali ini, ia diminta oleh sang papa untuk memperkenalkan diri.

"Sebelumnya, perkenalkan, nama saya Alvin Leonard

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebelumnya, perkenalkan, nama saya Alvin Leonard. Usia 24 tahun. Mohon bantuan dan kerja sama dari kalian semua," ucap Alvin sembari membungkukkan badan di hadapan para karyawan dan karyawati yang menghadiri meeting.

Perkenalan diri yang terbilang singkat dan sederhana itu pun melahirkan beragam reaksi dari sejumlah pekerja, khususnya para karyawati yang masih muda. Sebagian besar dari mereka mulai membicarakan tentang paras Alvin yang terlihat jauh lebih tampan daripada Adrian.

Resti yang terkagum-kagum dengan paras tampan Alvin berbisik pada rekannya yang bernama Jingga perlahan, "Wajahnya manis ya, Ga? Aku engga nyangka kalau anaknya Pak Adrian tampannya selevel sama member boyband NCT."

"Bener banget. Aura old money vibesnya kerasa banget, mirip Jaehyun engga sih?" Jingga mengangguk, setuju dengan pendapat rekan satu divisinya, Divisi Marketing.

"Baru juga mau ngomong. Kayanya juga nih, Pak Alvin lebih baik daripada papanya." Resti kembali mengelukkan anak dari boss yang memperkerjakannya.

Lalu, perkataan tersebut dipotong oleh Laura, Manajer Pemasaran, "Yah, kalian engga bisa menilai orang dari tampilan pertamanya. Toh, kita ini masih kerja sama Pak Adrian. Mana boleh, kita banding-bandingin beliau sama anaknya sendiri."

"Bu Laura sok nepis aja. Aslinya memang tampan 'kan, Bu? Saya aja berasa silau habis lihat Pak Alvin memperkenalkan diri barusan." Resti membantah ujaran dari atasannya itu.

"Ehm!" Suara dehaman dari Andrian membuat tiga wanita yang duduk di sisi kiri meja terdiam dan menatapnya dengan segan.

"Baik, saya akan menjelaskan topik meeting hari ini. Jangan ada yang bergosip ketika meeting ini berlangsung." Adrian menegaskan sembari membuka slide presentasi.

Nada tegas yang terlontar dalam setiap kata-kata itu membuat seluruh peserta meeting terdiam dan memasang kedua mata mereka perlahan. Di saat itu juga, pemilik perusahaan mulai menjelaskan topik meeting yang membahas tentang pemasaran produk mobil terbaru yang diprediksi akan dipasarkan 2 bulan ke depan.

TO BE CONTINUED..

Kebayang engga, Alvin ada di kantor, nyimak meeting sambil ngantuk-ngantuk kaya bayi? Ngegemesin banget pasti. Terus gimana nasib Velove? Ada yang penasaran engga??

My First and Last [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang