Part 56

51 8 2
                                    

Di lain waktu, Alvin yang baru saja tiba di kantor mendapat laporan dari Pak Gunawan tentang gerai utama milik Leonard Enterprise yang surat kepimilikannya akan dibalik nama oleh Rama, rekan bisnis Adrian yang sudah dipercaya sejak lama.

"Selain gerai spare part utama, usaha mana lagi yang diambil, Pak?" Alvin bertanya dengan kerutan yang timbul pada keningnya, mengisyaratkan jika dirinya cukup terkejut dengan kondisi perusahaan yang sedang ditanganinya.

"Usaha lainnya masih atas nama Tuan Adrian. Kita harus melacak pelaku yang akan mengambil alih gerai utama kita, Pak Alvin." Pak Gunawan menandaskan dengan rahang mengeras. Dari sorot matanya, terpancar jelas jika beliau cukup kesal dengan kejadian yang menimpa perusahaan tempat dirinya mengabdikan diri selama lebih dari dua puluh tahun.

"Sebentar," ucap Alvin menjeda obrolan sembari meraih ponsel dari saku jasnya dan menghubungi penyidik yang merupakan kenalan dari papanya.

"Halo, ada apa Pak Alvin?" suara dari Malik sang penyidik terdengar dari balik speaker ponsel sesaat setelah panggilan terhubung.

"Maaf mengganggu waktunya, Pak Malik. Saya minta tolong untuk diuruskan tentang surat balik nama dari Leonard Automotive Centre." Alvin menyatakan maksudnya secara gamblang.

"Lho ada apa memangnya dengan gerai utama?" tanya Malik penasaran.

"Ada seseorang yang berusaha mengambil alih gerai itu. Tolong dilacak segera, siapa pelakunya." Alvin menjabarkan penyebab dari gerai utama miliknya yang diambil alih.

"Baik, Pak Alvin. Saya urus sekarang." Malik menyanggupi permintaan Alvin sembari memutus panggilan suara.

Sesaat, setelahnya, Alvin pun memasuki ruangan dan duduk di sofa sembari memijat pelipis perlahan. "Apa ini ada hubungannya dengan Om Rama dan Jesslyn?" Alvin mempertanyakan dalam hati dengan tatapan gusar. Ia tak dapat membayangkan jika seluruh usaha yang dinaungi oleh perusahaannya diambil alih oleh orang tak dikenal.

***
Di siang hari, tepatnya pukul 12.15, mobil mercedez hitam milik Alvin berhenti tepat di depan pintu gedung kantor tempat Velove bekerja. Dari gedung tersebut, wanita berkulit putih dan berperawakan tinggi itu melangkah dan memasuki mobil Alvin dengan senyum manis.

"Udah nunggu dari tadi, Ve?" tanya Alvin dengan senyum manis pada sang kekasih.

Velove menyunggingkan senyum dan menatap Alvin lekat seraya menjawab, "Engga. Baru beberapa menit kok."

Kemudian, mobil yang mereka tumpangi melaju menuju salah satu restoran bintang empat yang pernah Alvin kunjungi seorang diri. Selain itu, ia memang sudah berencana untuk mengajak Velove makan bersama di restoran itu, sebelum mereka terpisah untuk sementara waktu.

Sekitar lima belas menit kemudian, mereka tiba di restoran yang dituju. Seperti biasa, mereka memasuki restoran bergaya vintage modern itu dengan bergandengan tangan erat.

"Permisi, meja untuk berapa orang?" tanya sang petugas reservasi pada Alvin dan juga Velove.

"Dua orang ya, mas." Alvin menjawab dan langsung direspon oleh petugas reservasi dengan jari telunjuk, menunjukkan meja kosong dengan dua buah kursi yang tersedia, saling berhadapan.

Lalu, petugas reservasi itu memandu sepasang kekasih itu menuju meja dan kursi kosong yang ditunjuk sebelumnya. Sesampainya di meja tujuan, Alvin menarik kursi dan mempersilakan Velove untuk duduk.

"Seperti biasa, manis dan gentle." Velove melayangkan pujian pada pria yang sangat disayanginya itu.

"Untuk kamu aja. Kalau sama yang lain, aku engga pernah begini." Alvin tersenyum lega dan menampakkan lesung pipi kembarnya yang menawan, menambah kadar ketampanannya berkali lipat.

My First and Last [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang