Part 54

60 10 2
                                    

Velove yang mendengar suara dari sang mantan kekasih menoleh dengan tatapan tajam. Ia tak menyangka jika pria yang masih singgah di hatinya itu kembali bersua dengan dirinya dan mengajaknya untuk berbicara.

"Tapi aku.." Perkataan Velove terputus diakibatkan oleh Alvin yang kini menarik tangannya yang digenggam dan melangkah ke tempat sepi yang jauh dari kerumunan tamu undangan.

"Ve, kamu harus dengerin penjelasanku." Alvin melepas genggaman tangannya pada tangan Velove dan menatap lekat pada wanita yang masih sangat dicintainya itu.

"Penjelasan apa lagi, Vin? Kita ini udah putus," ucap Velove dengan tatapan sinis pada lawan bicaranya saat ini.

Alvin masih mengunci tatap pada Velove dan membalas, "Aku sangat paham, Ve, dan itu engga akan bertahan lama."

Velove pun memicingkan kedua matanya usai mendengar pernyataan tersebut. Mendadak, ia dihinggapi rasa penasaran terhadap motif yang dimiliki oleh Alvin dengan menyatakan hal yang rasanya mustahil untuk terwujud.

"Engga akan bertahan lama gimana? Kamu udah mau tunangan sama Jesslyn, Vin. Udah engga ada harapan lagi buat kita balik." Velove menyatakan fakta yang terpampang jelas kini. Ia pun membuang muka, menolak untuk menatap wajah Alvin secara langsung dari jarak dekat.

"Aku dipaksa, Ve. Aku engga cinta sama Jesslyn!" Alvin membalas sembari meraih kedua tangan Velove dan menggenggamnya lembut. Dalam hati, ia berharap jika Velove mau memahami situasi dan kondisinya sekali lagi dan bersedia untuk menanti.

Velove melepas genggaman tangan Alvin dari jemarinya dan menatap Alvin nyalang. "Kalau memang kamu engga cinta, kenapa harus sampai tunangan hari ini? Kamu pikir aku bisa selalu ngertiin kondisimu? Aku juga punya hati, Vin!" Velove semakin kesal dengan alasan yang dilontarkan oleh Alvin. Meski dirinya masih sangat mencintai pria itu, ia tetap berusaha tegas agar dirinya tak lagi merasa diremehkan sebagai seorang wanita.

Kemudian, Velove berlalu dari hadapan Alvin, melangkah melewati Evan yang baru saja akan menghampirinya. Evan pun menyusul Velove yang berjalan lebih cepat mendahuluinya.

Sementara, Alvin masih terdiam di tempat. Ia mulai memikirkan ucapan Velove matang-matang sembari mengeram kedua tangannya dan rahangnya juga turut mengeras. "Kalau memang aku harus mempermalukan papa hari ini, aku batalin tunangannya secara resmi! Aku engga akan biarin Velove nunggu lagi!" Alvin berujar dalam hati sambil memantapkan niat yang sempat membuatnya kebingungan sejak kemarin.

***
Di beberapa menit berikutnya, saat acara akan dimulai, Alvin meneguhkan hati dan keberanian yang muncul dalam dirinya. Beberapa kali, ia menarik napas, berharap jika apa yang dilakukannya pada hari ini, yang merusak image sang papa itu tak berdampak buruk atau merepotkan dirinya ke depan.

Sebelum sang pembawa acara bersuara menggunakan microphone, Alvin meraih sebuah microphone lain yang tergeletak di salah satu meja yang berada di atas panggung.

"Selamat siang para hadirin, yang saya hormati." Alvin berusaha terdengar sopan dan tenang meski tersirat rasa tegang pada parasnya yang tampan.

Dalam sekejap, para tamu yang sibuk dengan obrolan mengalihkan perhatian pada Alvin. Beberapa dari mereka mulai berspekulasi tentang apa yang akan diujarkan oleh putra tunggal dari Adrian tersebut.

"Sebelumnya, saya selaku tuan rumah dari acara pertunangan pada hari ini berterima kasih atas kesediaan dari kehadiran kalian semua. Akan tetapi, karena perihal pribadi, saya tak merasa bahwa saya sanggup memulai dan melanjutkan acara pada hari ini. Terkhusus pada Om Rama, saya Alvin Leonard meminta maaf yang sebesar-besarnya karena saya tidak sanggup membawa Jesslyn ke status yang lebih serius. Terima kasih atas waktu san kesempatan yang diberikan," ucap Alvin rinci seraya meletakkan microphone pada tempat semula.

Hal itu pun membuat Adrian dan Rama yang baru saja tersenyum satu sama lain menatap dengan rasa heran yang teramat sangat. Sementara, Jesslyn yang terlihat anggun dengan rambut pirang keunguannya menatap Alvin yang berlalu dari ballroom dengan berkaca-kaca. Lagi-lagi, perasaannya pada seorang pria tak berbalas seperti saat dirinya menaruh harap pada seseorang di masa lalu.

"Anak itu!" Adrian menatap geram kepergian Alvin dan turut melangkah, turun dari atas panggung. Ia hendak menyusul dan memarahi Alvin karena sudah membuat dirinya kehilangan urat malu. Namun, hal tersebut dicegah oleh Rama.

"Udah, Dri. Biarin dia tenang dulu. Mungkin, Alvin masih perlu waktu buat memikirkan masa depannya. Aku yakin dia cuman merasa shock karena harus bertunangan secepat ini." Rama berusaha membujuk Adrian agar jauh lebih tenang.

"Tapi, dia udah kelewatan kali ini, Ram. Aku engga la.." Adrian yang masih dikuasai amarah tak sanggup lagi berkata-kata akibat rasa sakit yang kembali merayapi dada kirinya.

Dalam hitungan detik, pengusaha yang telah menggabungkan sahamnya dengan perusahaan internasional milik Rama itu jatuh pingsan dan membuat para tamu dan pengawal yang bertugas panik. Maka dari itu, beberapa dari undangan berhambur keluar, memilih untuk tidak membuang waktu pada acara pertunangan yang batal secara mendadak tersebut.

Dalam beberapa menit, Adrian pun digiring naik ke atas brankar dan diantar dengan menggunakan ambulans yang datang di saat yang bersamaan. Rama dan Jesslyn yang masih dalam balutan pakaian pesta turut serta mendampingi Adrian yang tak sadarkan diri di ambulans.

***
Di sudut lain, tepatnya di luar gedung ballroom, Evan dan Velove sedang berjalan beriringan menuju mobil yang terpakir di barisan kanan bersama dengan beberapa mobil yang masih menanti sang empunya.

Alvin yang sejak lima menit lalu berdiri dan mengamati keduanya dari belakang menghampiri Velove dan menarik tangannya pelan. "Ikut aku. Tadi, kita belum selesai bicara," ujarnya.

Velove menoleh dan menatap Alvin dengan nyalang sambil berucap, "Engga ada lagi yang harus dibahas, Vin."

"Aku udah batalin pertunangan hari ini karena dari awal, memang aku engga cinta sama Jesslyn. Aku masih sayang sama kamu, Ve." Alvin menanggapi sembari menatap Velove penuh harap. Berharap jika sang mantan kekasih luluh dengan ucapan yang sudah lama ingin disampaikannya itu.

Evan yang mendengar ucapan itu menatap Velove dengan sendu. Ia yang sampai detik ini masih menanti jawaban dari Velove akan perasaannya mendadak pesimis. Rasa percaya dirinya untuk membahagiakan dan mendapatkan Velove lenyap tak bersisa. Firasat dan pikiran buruk tentang Velove yang akan kembali pada Alvin kembali mencuat.

"Tapi untuk apa? Kamu pikir, dengan batalin pertunangan ini, semuanya bisa kembali seperti semula? Hubungan kita bisa sama harmonisnya? Engga lucu, Vin. Hatiku bukan mainan yang bisa seenaknya didapat dan dilepas gitu aja." Velove menandaskan dan berusaha melepas genggaman tangan Alvin dari tangannya perlahan namun gagal.

"Please, Ve, jangan gini. Dari awal, kita kenal, aku engga ada niatan buat mainin perasaanmu. Aku putusin kamu karena terpaksa. Selain itu, kalau aku masih jalan sama kamu, papa akan ganggu kamu sama orang tuamu. Aku engga rela kalau kamu sampai kenapa-kenapa." Alvin menjelaskan seraya menggenggam kedua tangan Velove dan mengusap perlahan. Saat ini, ia sungguh berharap jika penjelasan itu adalah obat mujarab dari rasa sakit hati Velove akan dirinya yang pernah meninggalkan secara tiba-tiba.

Dalam hitungan detik, Velove terdiam setelah mendengar penjelasan itu. Ia tak berani menatap Alvin secara langsung dan memilih untuk sedikit menundukkan kepalanya. Sedangkan, Evan yang masih terdiam kembali bersuara, "Ve, kita balik yuk. Ini udah jam sembilan lebih."

"Engga, Van. Kamu balik aja dulu." Velove menolak dengan halus tanpa menatap atasannya secara langsung. Hati dinginnya yang perlahan melupa tentang sosok Alvin menghangat seketika. Ia sungguh merasa terenyuh dengan usaha yang dilakukan oleh pria yang saat ini menatapnya berkaca-kaca dengan senyum tipis pada bibir mungilnya.

Sekali lagi, penolakan yang dilakukan oleh Velove membuat Evan merasa tersisih. Tatapannya yang sendu kini bercampur dengan mimik wajah kecewa. Pria bertubuh tinggi dengan alis tebal itu berlalu seorang diri dan memasuki mobil mercedez berwarna navy kesayangannya. Ia berlalu dari tempat parkir, melaju keluar dari parkiran basement.

TO BE CONTINUED..

Selamat idul fitri, Readers 😀. Maaf aku baru up nih. Wah, Adrian masuk rumah sakit tuh kayanya. Ada yang penasaran engga sama endingnya? Komen ya.

Ada yang udah dengerin lagunya NCT Dojaejung-Perfume? Gimana?

My First and Last [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang