22. Dilema

2.2K 436 48
                                    

안녕하세요🦌

Selamat membaca kisah cinta yang manis, semanis author dan readers nya 🍭

Jangan lupa klik ⭐ dan tinggalkan komentar kalian di part-part yang menurut kalian menarik ya 😉

Jangan lupa klik ⭐ dan tinggalkan komentar kalian di part-part yang menurut kalian menarik ya 😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦋

🦋

🦋

🦋


Tivan dan Chisa sekarang berada di parkiran. Seperti halnya kemarin, hari ini Tivan juga meminta Chisa untuk pulang bersamanya.

Chisa memperhatikan wajah Tivan yang sejak tadi di tekuk. Entahlah, ia tidak terbiasa dengan perubahan Tivan yang mendadak.

"Van, lo beneran gapapa?" Chisa memberanikan diri untuk bertanya.

Tivan yang tengah men-starter sepeda motornya menoleh ke gadis itu. "Gapapa, kok," jawabnya.

"Lo yakin? Van, gue tau gue gak punya hak untuk ikut campur dalam urusan pribadi lo, tapi kalau lo butuh teman curhat..."

Chisa menatap hangat manik mata pria itu. Lagi-lagi Chisa seperti melihat tatapan pilu di di binar mata Tivan.

"...gue siap dengerin curhatan lo, Van. Kalau lo ngerasa gue gak bisa dipercaya, lo bisa ceritakan masalah lo ke sahabat-sahabat lo. Itu gunanya sahabat, Van. Terkadang, kita harus lebih berani untuk membuka diri agar orang-orang tau bagaimana perasaan kita." Chisa masih menatap hangat wajah Tivan.

Sudut bibir Tivan tertarik ke atas, menciptakan senyuman tipis dibibir pria tampan itu. Tivan menghela nafas. "Gue gapapa, Chis. Lo harus percaya, karena ini perintah!" ucapnya. "Udah, ayo naik."

Chisa langsung naik ke jok belakang motor. Tivan memperhatikan gadis itu lewat kaca spion. Fokusnya tertuju pada rok Chisa yang tidak menutupi lututnya. Melihat hal itu, Tivan sontak membuka baju seragamnya, dan tersisa tinggal kaos oblong berwarna putih sebagai dalaman. Kebetulan hari ini ia tidak memakai jaket.

Chisa dibuat bingung dengan tingkahnya yang tiba-tiba melepas baju seragamnya. "Ngapain?"

Alih-alih menjawab, Tivan menyodorkan baju seragamnya ke Chisa. Gadis itu mengernyit. "Kenapa?" tanyanya.

"Pakai ini. Rok lo kependekan, Chis. Takutnya terbuka kalau tertiup angin. Itu gak baik, jadi pakai baju seragam gue untuk nutupin," jelas Tivan.

Chisa merasakan panas menjalar di pipinya. Tidak ingin munafik, sikap gentle Tivan yang jarang ditunjukkan ke orang lain kadang membuat Chisa merasa seperti seorang gadis yang istimewa. Dia mengambil baju seragam Tivan, kemudian menutupi pahanya hingga kebawah lutut.

"M-makasih," ucap Chisa malu-malu.

"Lain kali kalau naik motor pake rok, pastiin rok lo gak kependekan. Perasaan biasanya rok seragam lo gak sependek ini. Lo ganti?" tanya Tivan.

Cinta Salah KirimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang