Jumpa Saudara (56)

1.3K 152 16
                                    

"Masih sama ya, kita masih seperti bumi dan langit, berada dalam semesta yang sama, namun jauh berbeda"


Habis pertikaian yang tidak disangka itu, berangsur dari mereka semua kembali. Galang dan Nina bahkan mengcancel tugas mereka demi mengantar Alvin dan Stevano ke rumah duka. Meski sebelumnya Stevano sempat menolak, tapi kini, di kursi belakang dia sudah duduk anteng dengan tampang garang yang tak kunjung lepas dari wajahnya.

"Val, emang sebelum ini Oma sering sakit ya?" Tanya Alvin khawatir.

"Enggak Al, baru aja kemaren gue ketemu sama Oma lo, dia baik-baik aja kok," jawab Nina antusias.

Stevano yang mendengar percakapan tersebut mencibir keras, "memang sudah sepantasnya itu nenek tua bangka mati! Hidup saya hancur kan juga karena ulahnya dan anak sialan itu!!" caci Stevano sambil menunjuk dagu ke arah Alvin dengan angkuhnya.

Galang yang sedang menyetir menghela nafas jengah, Stevano masih belum berubah, masih seperti dulu yang sangat mudah menyimpulkan sesuatu tanpa ingin tahu lebih lanjut kebenarannya. Berbeda dengan Sri yang sudah amat ketakutan disampingnya.

"Alvin kan sudah bilang Yah! Alvin nggak tahu apa-apa soal Oma! Apalagi sampai bersekongkol, kenapa sih Ayah nggak pernah percaya sama Alvin?" sungut Alvin berusaha mengangkat suaranya.

"Berani ngelawan kamu ya!!"Bentak Stevano dan lansung menjambak rambut Alvin dari belakang. Alhasil, pertikaian pun terjadi. Stevano yang berusaha memukul anaknya, dan Alvin yang berusaha menahan serangan ayahnya.

Drrrrrrttttttttt

Bunyi rem dadakan mengejutkan mereka semua. Dengan tampang lelahnya, Galang berbalik dan menatap Stevano tajam. "please ya om! Ini udah yang ketiga kalinya loh! Nggak bosen apa marah-marah terus!!" Seketika suasana menjadi hening,alhasil, dia menyerah mellihat amarah Galang. Jika bukan karena status dia sekarang ini, mana mungkin dia terkecoh dengan marah galang.

'Sri, tukar tempat duduk sama Alvin," titah Galang pada Sri.

"a-aku ?" Tanya Sri ketakutan. Bagaimana jika dia yang jadi amukan Stevano selanjutnya.

"iya, tenang. Om Stevano nggak berani ngapa-ngapain kamu kok. Kan ada aku. Nanti ... kalau Om Stevano nyentuh rambut kamu sehelaipun, bilang aku aja. Biar aku turunin di jalan!" jawab Galang manis disertai ancaman.

"Galang----" Stevano hendak menegur namun lansung terdiam ketika kalimat Stevano selanjutnya terucapi.

"Sekarang kan Om Stevano dah miskin, kalau aku turunin sekarang pasti Om nggak punya uang buat balik," sarkas Galang yang membuat Stevano hanya mampu menggertakkan giginya menahan amarah.

Usai kekesalan Galang, barulah perjalanan mereka berjalan lancar.

*****

Dari kaca jendela mobil, Alvin kembali melhat kota yang sempat dia tinggali. Gerimis hujan yang jatuh, juga keheningan dalam mobil tersebut semakin menambah kesan akan mengenang masa lalu. Ya, tidak sedikit kenangan yang dia tinggali disini, ada banyak. Karena hampir seluruh hidupnya dia habiskan di sini. Alvin melirik kebelakang, tepatnya ke arah sang Ayah yang sudah tertidur dengan tenang. Seolah, perihal oma-nya yang pergi tak sedikitpun mengusiknya. Penampilannya yang sekarang pun cukup jauh berbeda. Jika dulu jas dan dasi yang rapi selalu terpasang di wajahnya, maka kini hanya celana kebesaran dan kaos oblong biasa yang menjadi kesehariannya. Jika dulu raut wajahnya terlihat cerah, maka kini hanya ada aura seram diakibatkan jenggot dan kumis yang tebal. Ayahnya benar-benar tidak terurus, padahal selama ini Alvin sudah sebaik mungkin, apapun, untuk ayahnya. Selanjutnya, dia menatap Nina yang juga menatapnya, Alvin tersenyum tulus, menyiratkan bahwa dia bahagia kembali bertemu dengan Valerie-nya. Perempuan yang selama ini mengisi lembaran-lembaran kosongnya, membayanginya, menuntunnya untuk selalu memegang pena kecil untuk menarik garis-garis tak beraturan yang sebisa mungkin membingkai wajahnya.

"Gue seneng lo balik, Vin," ucap Galang tiba-tiba memecahkan keheningan yang sedari tadi terjadi. Matanya masih menatap lurus memfokuskan pandangan ke jalan.

Alvin tersenyum kecil, "bukan gue yang balik, tapi kalian yang nemuin gue," balas Alvin pelan. "makasih ya!" lanjut Alvin semakin melebarkan senyumnya.

"Jangan pergi lagi ya, Vin. Nyari lo itu, ribet!" imbuh Galang datar masih dengan sifatnya. Gengsi.

"Gue usahain," lirih Alvin dengan pandangan kosong. Galang yang mendengar jawaban Alvin menatapnya sekilas sebelum kembali memfokuskan pandangannya. Bukan, maksud Alvin untuk kembali pergi. Dia hanya sudah terlanjur lelah untuk menebak takdir semesta.

*****

Gerbang rumah oma-nya sudah mulai tertangkap dalam indera penglihatan Alvin. Perasaan sedih yang sejak tadi menggerubungi hatinya sudah mulai digantikan oleh perasaan berdebar akan perjumpaannya dengan sang mama juga saudara kembarnya , Elvan.

Tanpa sadar, mobil Galang sudah berhenti saja, sebelum turun Galang dan Nina sempat menatap Alvin dengan tatapan menguatkan. Sekarang, Alvin malah terpaku melihat pria yang mirip dengannya sedang sibuk menyalami tamu-tamu. "Al, ayo!" seru Nina dari luar mobil.

Alvin hendak turun namun lansung terhentikan begitu melihat raut sedih Stevano , yang sedang melihat Elvan dan dirinya secara bergantian.

"Ayah, ayok turun!" ajak Alvin.

"Saya tidak pantas menemuinya," jawab Stevano dengan mata yang menatap lekat Elvan, yang bahkan belum menyadari kehadiran mereka. Seketika Alvin membisu, tidak tahu harus menjawab apa. Biarpun tak dapat di pungkiri, bahwa ada bagian dalam dirinya yang sakit mendengar hal itu. Iya, sampai kapanpun Alvin hanyalah sampah dalam kehidupan mereka. Miris memang.

Meneguk ludah, menahan sakit, Alvin tersenyum hangat "Elvan pasti juga rindu Ayah,"

"Saya tidak yakin," balas Stevano yang bahkan belum menatap Alvin.

"Alvin yakin!" jawab Alvin menyakinkan, dan lansung turun mendahului Stevano.

Begitu turun Alvin tak lagi memikirkan rasa sakit tadi, kerinduannya jauh lebih besar, daripada hanya rasa sakit itu. Bergegas Alvin menghampiri Elvan, tinggal beberapa langkah lagi dan mereka akan bertemu. Sampai ....

"El," panggil Alvin seraya menepuk pundak Elvan dari belakang. Seketika Elvan berbalik mendengar suara familiar itu, suara yang sangat dirindukannya.

Elvan terpaku, masih tidak percaya dengan apa yang sedang dilihat di depannya. Dan dalam sekejap, suasana berubah canggung, mereka berdua seolah membisu, padahal ada banyak hal yang ingin mereka sampaikan.

Akhirnya kekehan kecil Alvin, berhasil memecahkan keheningan itu. Alvin memerhatikan penampilan Elvan dari atas sampai bawah, dengan pandangan yang sulit diartikan, "masih sama ya, kita berdua masih seperti langit dan bumi, berada dalam semesta yang sama namun jauh berbeda," ucap Alvin seraya tersenyum kecil yang hangat.

Bughhhh!!!

Satu bogeman mentah mendarat mulus di rahang Alvin. Alvin meringis, belum sempat dia mempertanyakannya, Elvan sudah lebih dulu berhambur kepelukannya.

"Pukulan itu, untuk lo yang ngilang tanpa memberi kabar," lirih Elvan seraya mengeratkan pelukannya. Alvin terkekeh kecil dan membalas pelukan tersebut tak kalah eratnya. Pelukan antara kakak dan adik yang menampung kerinduan sesudah sebelumnya saling menguatkan.

"kak ...." panggil Elvan, seperti panggilan ketika mereka kecil dulu.

"Selama ini lo kemana?! Apa lo baik-baik aja? Apa lo makan dengan benar? Apa ... Ayah masih suka mukul lo?!" senyum Alvin lansung memudar ketika pertanyaan terakhir terlontarkan. Hanya beberapa detik, karena setelah itu dia kembali tersenyum, dan seperti biasanya dia hanya akan menjawab ...

"Gue baik-baik aja,"

*****

Maaf ....

karena kali ini, update-nya sangat telat.

Al & El (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang