Geng? (23)

2.1K 211 8
                                    

{~Tawuran bukan gaya gue. Balapan? Ayo!~}
.
.
.

"Kalau lo masih belum bisa ngedidik temen lo, jangan salahin gue, kalau nanti gue yang akan bertindak!" Peringat Elvan kepada Digo.

Kalau kamu masih keras kepala dengan larangan Mama. Jangan salahin Mama ... kalau Mama bakalan ngelakuin hal yang lebih daripada ini.

Ancaman mamanya sewaktu mereka baru tamat sekolah menengah pertama. Dan sampai sekarang, memang kalimat itulah yang menjadi penghalang bagi Elvan untuk melindungi Alvin. Hal yang juga menjadi alasan Elvan buat berpura-pura tidak tahu tentang apa yang terjadi.

Saat ini mereka masih berada diantara kerumunan siswa yang mulai bubar karena pertunjukan yang sudah selesai dengan kehadiran Nina.

Digo mengepalkan tangannya, tatapan wajahnya masih datar. Dia tidak menjawab apapun. Tapi, dia cukup paham alur pembicaraan rivalnya. Elvan adalah siswa yang berpengaruh bagi guru-guru disini. Melebihi dirinya.

Ancaman itu bukan hanya gertakan, melainkan memang benar adanya.

"Kenapa lo begitu ingin ngelindungin dia?" Balasnya.

Elvan diam sejenak, "karena gue benci ngeliat orang-orang sok berkuasa yang hanya bisa menindas yang lemah," jawab Elvan berbohong. Tentu saja dia ingin melindungi saudaranya biarpun secara tidak langsung. Percayalah, Elvan bukan orang yang suka mengurusi kehidupan orang lain.

Digo sedikit memajukan wajahnya hendak berbisik ke telinga Elvan, "dia nggak selemah yang lo pikirin!" Ucapnya yang memang masih sangat teringat tentang kejadian beberapa hari yang lalu.

"Gue akan nerima saran lo," lanjutnya dan melangkah maju melewati Elvan.

Coba saja kalau orang itu bukan Galang, mungkin Digo tidak akan peduli.

Iya, dia memang tidak selemah itu. Hanya saja, jika luka di tambah luka itu akan semakin menyakitkan. Batin Elvan.

°°°°

Di dalam kelas yang sunyi itu, seorang siswa sedang asik dengan handphone nya. Bukan karena kelas itu memang sepi, hanya saja semua yang ada di sana lebih memilih buat menulis maupun mengulang apapun di bukunya.

Elvan bersandar di kursinya dengan kedua kaki yang di letakkan di atas mejanya. Matanya begitu lekat sambil sesekali tersenyum melihat beberapa gambar di dalam ponselnya. Gambar seorang wanita cantik yang sedang tersenyum dengan lebarnya.

Tak lama kemudian, aktivitas Elvan harus terhenti begitu menyadari tiga manusia asing di hadapannya. Tidak begitu asing sih, mereka cukup mengenal.

"Jadi, gimana tawaran gue waktu itu. Gue rasa kaki lo juga udah membaik," tanyanya.

"Maaf, tapi gue nggak suka," tolak Elvan mentah-mentah.

Pria di hadapan Elvan manggut-manggut tanda mengerti.

"Yakin lo nggak mau masuk geng Garuda Biru. Nggak ada niat balas dendam apa? Kan, kecelakaan lo waktu itu juga ulahnya tangan kanan ketua geng Gagak Hitam yang mau kita lawan," kali ini pria di sampingnya yang angkat bicara. Adit.

Beberapa waktu lalu Elvan memang di tawari untuk masuk salah satu geng di sekolahnya. Geng Garuda Biru namanya. Tapi sayangnya, Elvan sungguh tidak tertarik sama sekali.

"Tentu gue akan balas dendam. Tapi balas dendam gue bukan tawuran, melainkan di jalanan," sahut Elvan datar.

"Baiklah, gue bukan orang pemaksa. Kalau lo nggak mau nggak apa-apa." Ucap pria tadi dan bangkit dari kursinya.

Al & El (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang