Ayah .... (27)

2.5K 241 50
                                    

{~ Ayah, kenapa mengharapkan kasih sayang mu harus sesakit ini. Perlukah aku ingatkan, bahwa bagaimanapun, aku ini tetaplah anakmu. Sebenci apapun kamu padaku, sejijik apapun itu, semarah apapun kamu, aku tetaplah anakmu. Aku masih jagoan kecilmu, dulu~}
.
.
.

Hari terus berganti menjadi hari, meninggalkan hari sebelumnya di sertakan kenangan.

Beberapa hari ini, Alvin juga sering melamun memikirkan kejadian malam itu. Dia merutuki dirinya sendiri karena masih belum kuat memendam emosi. Harusnya saat itu Alvin tidak boleh mengingat ketidakadilan orang tuanya yang memang telah menjadi pemicu akan amarahnya yang tidak terkendali. Harusnya saat itu Alvin lebih mendengar logikanya.

Belum lagi akibat dari kejadian itu, yang menjerumuskannya ke dalam masalah yang lebih besar.

Bahkan sampai saat ini Alvin belum mempunyai keberanian untuk memberi surat itu kepada orang tuanya. Dia pasti akan di hukum, lagi.

Kenapa jadi begini?
Sepertinya Alvin memang harus lebih dekat dengan Tuhan agar dijauhkan dari iblis.

DUGHH

BRAKK

Buku-buku yang sedang di bawa Alvin berjatuhan ke lantai akibat tidak sengaja tertabrak orang. Ralat, lebih tepatnya sengaja. Padahal itu adalah buku yang susah payah di ambilnya dari lantai dua.

Lansung saja Alvin menunduk guna memungut buku tugas anak kelasnya.

Pelaku tadi masih berdiri di sana dengan tampang songongnya. Tanpa menoleh, Alvin pun sudah tahu siapa pelakunya. Galang.

Sebuah buku yang hendak Alvin pungut, lansung di tendang oleh Galang. Alvin tidak peduli. Dia hanya perlu melangkah dua langkah untuk menggapai buku itu.

Dengan tangan yang di lipat di dadanya, Galang masih sedia memperhatikan Alvin dengan remeh nya. Hingga satu buku lain pun menarik perhatiannya. Angga.

Galang tersenyum miring begitu menemukan ide cemerlang. Dan tanpa segan, kaki jenjangnya pun menginjak-injak buku temannya.

Alvin yang menyadari itu langsung terperangah tidak percaya. Kenapa Galang tega melakukannya?

"Galang jan-"

"Heh Angga!" panggilnya kepada Angga yang tidak jauh berada darinya. Sepertinya, dia baru menyusul Galang untuk bolos. Dan jangan lupa, setiap ada Angga pasti ada Jonathan juga.

Angga berlari kecil dari depan pintu kelas. "Kenapa?"

"Lihat nih si cupu, udah ngotorin buku tugas lo," terang Galang memercikkan api.

Alvin menggeleng cepat. Sedangkan Angga diam sejenak dengan tatapan marah.

"Akhh," Alvin merintih, saat kaki Angga dengan sengaja menginjak tangannya yang notabenenya memang sedang memungut buku lain. Bukan hanya menginjak, Angga bahkan memutar mutar injakan nya, agar terasa lebih sakit. Jonathan terkekeh, dan Galang tersenyum menang.

Alvin masih dalam posisi jongkok. Dengan kasar Angga pun menjambak kasar rambut Alvin dan memaksanya untuk mendongak ke arahnya.

"Jangan mentang-mentang lo yang ngerjain ni tugas, lo jadi seenaknya ngotorin buku gua. Ini buku pakek duit, bukan pakek jigong lo!" serunya marah lalu menghempaskan kepala Alvin.

Begitu merasa puas, mereka pun pergi. Menyisakan Alvin yang masih menahan sakit di tangan dan di ubun-ubun nya.

°°°°

Berjalan sendiri memang sudah menjadi hal yang lumrah bagi seorang Alvin. Dia sama sekali tidak keberatan karena tidak ada yang menemaninya. Apalagi tatapan hina yang diberikan oleh orang sekitarnya saat dia lewat. Alvin sama sekali tidak keberatan.

Al & El (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang