Video yang menggemparkan (24)

2.1K 211 9
                                    

{~Gitar dan suara, sudahkah cukup?~}
.
.
.

"Gue ... Nggak tahu harus gimana lagi. Apa gue harus menyerah disini?"

Lelaki di sebelahnya mengibas-ngibaskan tangannya seolah berkata jangan.

"Tapi ... Gue udah capek. Selain dibenci tanpa alasan gue juga kerap kali di bully di sekolah."

Lelaki tadi kembali menepuk-nepuk punggung Alvin guna menenangkannya.

Alvin menatap nya seolah mencari pencerahan. Lelaki tersebut mengerti dan langsung menggerak-gerakkan tangannya buat menjelaskan. Setelah berteman hampir belasan tahun, tentu membuat Alvin tidak kesulitan sedikitpun memahami gerakan temannya.

"Jangan menyerah. Kamu masih harus berjuang lebih keras lagi. Dan sisa dari itu, biarkan waktu yang menjawabnya,"

Alvin mendongak menatap langit-langit ruangan yang bisa di bilang tidak layak ini. Kayu yang sudah tua, atap yang sudah bocor, dan penyangga-penyangga kayu yang tinggal menunggu kehancuran. "Pura-pura bahagia itu nggak mudah. Pura-pura kuat padahal rapuh juga begitu sulit. Berpura baik-baik saja padahal hancur, itu juga nggak enak. Padahal keinginan gue cukup sederhana, gue hanya ingin bahagia. Tapi kenapa semuanya serumit ini!" Ucapnya.

Diantara semua orang, cuma di depan Sandy lah Alvin berani menunjukkan sosok rapuhnya. Selain itu Sandy juga adalah sosok yang membuatnya bisa sekuat ini. Menjadi sekuat Sandy juga keinginan Alvin. Dia tidak sempurna, tapi dia tidak pernah menyerah. Setelah dunia tidak adil padanya, dia juga tidak pernah di pandang oleh orang-orang. Dia adalah sosok manusia kuat yang pernah Alvin temui. Jika Sandy bisa, kenapa dia tidak?

Hari itu Alvin baru usai bermain. Dia pulang sendirian ke komplek nya. Di tengah jalan tak sengaja dia melihat seorang lelaki yang mungkin 2 tahun lebih tua darinya sedang di bentak-bentak oleh seorang pria dewasa. Setelah mencoba menguping akhirnya Alvin tau alasannya. Ternyata lelaki itu marah, karena si anak yang meminta uang padanya.

Anak lelaki itu mengatupkan kedua tangannya, memohon. Air matanya berderai, dia bahkan bersujud di depan pria dewasa itu. Tanpa memperdulikan anak itu, dengan angkuh pria itu langsung masuk setelah meludah anak itu.

Alvin mendekati anak itu dan membantunya berdiri. Anak lelaki itu tersenyum, dia tersenyum dengan begitu tulus, seakan bahkan air mata tadi pun tidak akan menghalanginya.

Kemudian Alvin mengulurkan tangannya, "nama aku Alvin," ujarnya mengenalkan diri.

Sandy tidak membalas uluran tangan Alvin. Melainkan dia menggerakkan tangannya membentuk huruf agar di mengerti Alvin.

"S-a-n-d-y? Nama kamu Sandy!?"

Sandy mengangguk kan kepalanya.

"Sandy nggak bisa bicara ya?"

Lagi-lagi Sandy mengangguk.

"Sandy emangnya tadi kenapa?"

Sandy diam. Hingga beberapa saat dia mengambil pena dan sebuah buku tulis kecil di saku celananya. Dia mulai menulis dengan serius. Setelah selesai, dia pun menunjukkan nya kepada Alvin.

Alvin membaca pelan. Ternyata pria dewasa tadi adalah pamannya Sandy. Sandy datang kesini pun karena ingin meminjam uang dikarenakan ayahnya sakit. Tapi pamannya menolak keras membantunya.

Mereka akhirnya sedikit berbincang, Alvin yang bertanya dan Sandy yang menjawab dengan buku tulisnya. Hingga tanpa sadar hujan sudah mulai turun. Alvin baru ingat kalau dia sudah telat.

Al & El (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang