Munafik (10)

2.6K 280 17
                                    

{~Manusia itu punya dua sisi, jadi hati-hatilah jangan sampai kalian terbohongi oleh satu sisi~}
.
.
.

"FANI, INI KENAPA BISA JADI GINI?" Tanyanya keras.

Mampus

"Ma-maksudnya Pak?" Tanyanya balik seolah tidak mengerti maksud pertanyaan keras pak sekolahnya.

Bimo. Kepala sekolah itu melepas kacamatanya. "Ini, kenapa bisa gini? Jelas-jelas disini gambarnya Alvin lebih bagus daripada Elvan. Tapi kenapa kamu memilih Elvan buat mengikuti lomba melukis!?" Tanyanya lagi dengan lebih tenang.

Fani meneguk ludahnya, kenapa kertas-kertas itu bisa sampai pada Bimo? Kenapa dia tidak menyembunyikannya saja?

"Ma-maaf Pak, nanti kan ada sesi tanya jawab juga. Saya hanya takut kalau Alvin tidak bisa menjawabnya karena dia bodoh. Saya tidak ingin sekolah malu." Jawabnya beralasan. Tentu saja dia tidak mau ribet mengurus anak yang sangat lambat itu.

"Lantas tugas kita sebagai guru itu apa!?" Geram Bimo. Mana bisa Fani menjawabnya semudah itu? Mengatakan seorang anak didikannya dengan kata bodoh begitu mudahnya?

Fani menundukkan kepalanya, "maaf Pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi."

Bimo menghela nafas berat, "Fani, tugas kita sebagai guru itu bukan hanya sekedar mengkilapkan berlian yang memang sudah bersinar. Tapi juga harus mampu menemukan setidaknya satu berlian yang tersembunyi dalam kotoran dan menyinarkannya. Saya rasa ini sudah cukup buat kamu. Jangan sampai hal seperti ini terjadi lagi. Toh acaranya juga sudah selesai, percuma saja saya marah-marah. Tapi ingat saya benar-benar kecewa," pesan Bimo.

Sial

"Baik pak. Saya permisi" pamitnya dan beralih pergi.

Alvin benar-benar membuat Fani marah. Kenapa sih anak sebodoh itu harus ada? Ribetin guru aja.

Memang dari depan Fani terlihat lemah lembut dan penyayang. Tapi yang namanya manusia tidak semua bisa dinilai dari depan. Karena kita tidak tahu bagaimana di belakangnya.

°°°°

"Lang, Buk Fani kenapa belum masuk ya?" Tanya Alvin pada Galang.

Galang sendiri sedang asik dengan kotak pensilnya yang dimainin layaknya sebuah mobil. "Telat mungkin" jawabnya tanpa sedikitpun mengalihkan perhatiannya pada benda petak tersebut.

Alvin menopang dagunya, "baru tahu Alvin kalau guru bisa telat," gumamnya.

Tak selang beberapa menit, seorang guru terlihat memasuki ruangan itu. Murid-murid yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing kembali memusatkan perhatiannya pada seorang wanita berusia hampir kepala tiga.

Fani memasuki kelas dengan perasaan yang masih sangat berkecamuk, tentu saja dia masih kesal dengan kejadian tadi. Ekspresi wajahnya di buat senetral mungkin, apalagi kalau bukan buat anak-anak didikannya. Kalau saja mereka sampai melihat sifat marahnya yang lain, mungkin saja sekolah ini akan kosong keesokan harinya.

"Pagi anak-anak, maaf ya Bu Guru telat, tadi ibuk ada sedikit urusan." Ngelesnya dengan senyum yang di paksakan.

"Urusan apa Bu?" Tanya Alvin dari pojok.

Ah, anak itu lagi. Kenapa dia harus bertanya? Padahal sudah bagus dia duduk di situ dan tidak terlihat. Fani tersenyum cerah, menutupi segala kekesalan batinnya.

Al & El (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang