Percaya lagi? (60)

1.1K 132 14
                                    

~Terlalu banyak luka dan kepalsuan yang aku peroleh. Tuk kesekian kalinya, bolehkah aku percaya lagi?~
.
.
.

Dua gadis muda terkikik geli ketika mendapati seorang pria muda yang jongkok di bawah meja kasir. Bukan tanpa alasan, para gadis ini terkikik geli. Itu semua dikarenakan Elvan yang sedang gemoy *menurut pendapat si gadis sambil jongkok di bawah meja kasir yang menopang dagu dengan kedua tangannya. Matanya terlihat lesu, rambutnya berantakan, untung saja wajahnya di tutupi masker hitam.

"Total nya 50.000 mbak," cetus Alvin tiba-tiba sembari menyerahkan dua kantong plastik putih ke dua gadis di hadapannya. Gadis yang baru memerhatikan Elvan tadi lansung saja mengeluarkan uang di dompetnya dan menjawab sama-sama usai Alvin mengucapkan terima kasih.

Kini perhatian Alvin teralih pada Elvan yang jelas sedang nampak tidak baik-baik saja. Alea baru saja memutuskannya. Alasannya? Karena Alea tidak sanggup LDR-an dengan Elvan. Ya, Alea memang melanjutkan kuliah di luar negeri.

"Mau sampe kapan lo jongkok kayak gini? Malu-maluin tau nggak? Pulang aja sono, gih. Ngegalau itu dikamar, bukan di kedai orang," cibir Alvin berusaha memancing emosi Elvan.

Namun, yang dicibir bukannya merespon malah duduk diam di posisi. "Mau sampe kapan lo mikirin Alea sampe kayak gitu. Ada banyak masih cewek di dunia ini. Lo lagi kacau gini aja tadi masih ada yang ngelirik. Masak mau stuck di sana mulu!" Imbuh Alvin menyemangati.

"Tapi gue cintanya Alea, Al ...." ungkap Elvan dengan suara serak dengan pandangan kosong.

"Sama kayak lo yang suka Nina," sambungnya lagi yang membuat Alvin membeku.

Melihat ekspresi Alvin, Elvan tersenyum kecut, "lo kira gue nggak tahu? Gue tau Al, semuanya. Bedanya gue nggak bisa kayak lo yang sanggup jauh dari orang yang lo suka,"

"Bicara apasih lo!?" Elak Alvin yang sudah tertangkap basah. Elvan kembali diam, membiarkan hening mengambil alih barang sesaat.

"Sekarang Alea udah pergi, Al," masih dengan intonasi rendah Elvan kembali angkat bicara.

"Gue cuma takut ..."

Alvin menatap bingung, "takut apa?"

"Gue takut kalau yang selanjutnya pergi, malah lo," Elvan menatap Alvin penuh arti.

"Emang gue pernah bilang mau pergi?"

Elvan menggeleng.

"Karena itu, lo harus janji satu hal. Kalau suatu saat lo terpaksa harus ngelakuin sesuatu hal yang diluar dugaan lo, bilang gue. Gue bakalan bantu sebisa gue," Elvan berucap sungguh.

Alvin mengangguk sembari tersenyum. Bersyukur, karena dia masih punya Elvan yang menyayaginya. "Tenang aja, gue nggak bakalan ngilang tanpa kabar lagi seperti kemaren," ujar Alvin menenangkan.

"Btw, gue mau bilang sesuatu deh sama lo," Alvin menggantungkan kalimatnya ikut mengambil posisi jongkok dihadapan Elvan.

Elvan menatap penasaran, menunggu Alvin melanjutkan, "ini ... tentang Rey!" sambung Alvin menatap Elvan penuh arti yang tak elak mampu membuat Elvan semakin menaikkan eksitensinya pada Alvin.

'Alvin, sekarang udah saatnya gue pergi. Karena itu, lo harus bahagia, jangan sampai gue muncul lagi, oke?'

Bangun-bangun Alvin lansung dikejutkan oleh secarik kertas di genggamannya. Mulanya dia mengeryit bingung tentang siapa yang menulisnya. Namun, semuanya lansung terpecahkan begitu melihat satu nama singkat di sudut kertas.

Rey.

"Kapan kejadiannya?" tanya Elvan penasaran.

"Sudah sebulan yang lalu," jawab Alvin.

Al & El (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang