Kelas Unggulan (17)

2.1K 226 30
                                    


{~Kita memang sama, namun berbeda. Kita memang sedarah tapi belum tentu searah~}
.
.
.


Seorang lelaki sedang tertegun menatap benda 4 segi tersebut dengan beberapa lembaran putih di dalamnya.

Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku masih dengan mata yang sangat melekat menatap tulisan-tulisan kecil di hadapannya.

Begitu menemukan apa yang dia cari, lansung saja dia beralih pergi dari sana.

Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, beberapa siswi terdengar berbisik-bisik menatap kagum ke arahnya. Bahkan ada yang dengan berani menghadang jalannya hanya sekedar mengajaknya berkenalan.

"Hai kak, kenalin nama gu-gue indah," ucap seorang gadis manis terbata-bata seraya mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

Elvan begitu merasa risih, dia sangat tidak suka ada orang yang menghadang jalannya. Tanpa memperdulikan gadis itu, Elvan berjalan melewatinya dengan wajah yang sangat datar.

Indah kembali menurunkan tangannya, kemudian dia menunduk malu karena di abaikan oleh Elvan. Belum lagi bisikan-bisikan julid dari beberapa siswi di sekitarnya. Hingga akhirnya dia pun kembali di rangkul oleh temannya pergi dari sana.

Elvan menghela nafas kasar di depan kelas yang begitu nampak bersih dan tenang. Sepertinya kali ini pun sama, Elvan harus kembali duduk di kelas unggulan. Kelas yang berisikan orang-orang teladan dan rada terkesan membosankan.

"Maaf pak saya telat," ujarnya menarik perhatian dari seorang guru yang sedang menulis di papan tulis.

Guru itu sedikit menurunkan kacamatanya menatap teliti siapa yang berani di telat di hari pertama.

"Oh enggak apa-apa, ingat .... lain kali jangan di ulangi ya," balasnya begitu mengetahui bahwa itu adalah Elvan. Nama murid yang begitu bisa membanggakan sekolahnya.

Baru juga hari pertama, udah masuk kelas aja.

Gerutu Elvan kesal, di dalam hati.
Elvan duduk di samping Leo, seorang pria manis, baik, pengertian dan banyak bicara. Jika dilihat dari segi depan, berbeda dengan pandangan Elvan yang telah mengenalnya semenjak kelas X. Tapi mau bagaimana lagi, setidaknya dia masih berteman dengannya hanya karena dia tidak menampakkan sosok aslinya di depan Elvan.

Tidak jauh dari bangkunya juga nampak Nina yang sekali-kali tersenyum berbicara dengan teman barunya. Ya ... Sepertinya kali ini pun kelas unggulan tak cukup buruk.

°°°°

"Akhh," rintih Alvin tertahan.

Jonathan semakin menyeringai begitu mendengar rintihan Alvin. Dia semakin dalam memasukkan ujung pena bertinta hitam tersebut seraya memutar-mutarnya dengan sedikit tenaga dalam telinganya Alvin, menciptakan beberapa garis hitam di dalam telinganya.

Alvin tidak mampu memberontak, Angga begitu keras menahannya.

Jonathan semakin menjadi-jadi, dia semakin dalam mencongkel telinga Alvin dan mengkoreknya secara cepat.

"Aghh-" Alvin semakin merintih kesakitan, bahkan air matanya sampai tergenang di pelupuk mata. Dapat Alvin rasakan bahwa telinganya sudah terluka, tidak dalam tapi cukup untuk meninggalkan rasa pedih.

Jonathan mengeluarkan pena itu dari telinga Alvin, dia menatap teliti ujung pena tersebut dan kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ngga, ujung penanya kok udah berubah jadi merah ya?" Tanyanya berpura-pura tidak tahu bahwa itu adalah bekas darah Alvin.

Al & El (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang