The Villains (35)

8.4K 370 8
                                    

LANGSUNG KE INTINYA AJA YAA.....

Happy reading guiss <3

Jam menunjukkan pukul tengah malam, Jessie tersadar dari pingsannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam menunjukkan pukul tengah malam, Jessie tersadar dari pingsannya. Matanya mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia merasakan tangannya digenggam erat oleh seseorang. Jessie mengrenyitkan dahi, tahu siapa orang yang menggenggam tangannya.

"Mmark?" cicit Jessie, tangannya terangkat menyentuh kepalanya yang terasa masih sedikit pusing, ia mengingat-ingat hal berbahaya yang telah ia lakukan. Harusnya ia mati, tapi kenapa sekarang dirinya sudah ada di rumah sakit? Kenapa Mark tidak membiarkan dirinya kehabisan darah dan mati? bukankah itu kemauan Mark?

Pergerakan Jessie direspon cepat oleh Mark. Buktinya Mark sekarang sudah bangun dan menatap Jessie, dengan tatapan datar seperti biasanya. Membuat Jessie gelagapan sendiri dan pura-pura tidur lagi.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Mark heran melihat kelakuan Jessie. Jelas-jelas dirinya sudah mengetahui bahwa gadis pemberaninya itu telah sadarkan diri.

Jessie tidak menjawab pertanyaan Mark, ia malah menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Percuma ia pura-pura tidur, jika Mark sudah melihatnya bangun. 

"Aku akan panggilkan dokter dulu, kau tunggu disini"
Mark bangkit dari duduknya, sebentar ia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, karena ia tidak terbiasa tidur dengan posisi duduk seperti ini.

Mark melangkah keluar untuk memanggil dokter, untuk mengecek bagaimana kondisi Jessie sekarang.  Namun langkah kakinya terhenti ketika ponsel dalam sakunya berbunyi, ia berdecak berhenti melangkah. Mengeluarkan ponselnya, lalu melihat siapa yang menelponnya. Lagi-lagi Laura, ia berdecak. Apakah wanita itu tidak ada kerjaan? kenapa menelponnya terus? Mark tidak perduli, ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku, dan melanjutkan perjalanannya. 

___.

Jessie melihat Mark bersama dokter dan beberapa suster di sampingnya. Ia tersenyum ketika salah satu suster menyapanya. 

"Jangan menyentuhnya" Semua yang ada di dalam ruangan berhenti melakukan aktivitasnya. Jessie memasang raut wajah yang tidak bisa di artikan. Apa maksutnya Mark?

"Bagaimana saya bisa tahu jika tidak memeriksanya, yang menyentuh hanya alatnya. Bapak tenang saja" ucap dokter tersebut dengan senyuman yang lembut, membuat Jessie jadi sungkan. Dasar pria aneh!

Mark mengalihkan pandangannya, ketika semua yang ada di dalam ruangan tersenyum-senyum tidak jelas, terkecuali Jessie yang malah menatapnya seperti orang aneh.

"Keadaanmu sudah mulai membaik, tapi lebih baik anda segera istirahat lagi" ucap dokter tersebut pada Jessie. Dan si empu hanya mengangguk paham. Kini dokter tersebut menoleh menatap Mark lalu kembali menatap Jessie.

"Apa ini suamimu? ia sangat posesif padamu ya... kau jadi teringat istri di rumah" kekehnya. Berbeda dengan Jessie yang hanya diam saja tidak berani menjawab apapun, begitupun dengan Mark, terlihat  tidak perduli apa yang dikatakan oleh dokter.

"Yasudah saya permisi, jangan lupa istirahat"

Setelah mengucapkan hal tersebut, dokter dan beberapa suster pergi begitu saja. Suasananya yang tadinya tentram tiba-tiba menjadi suram. Jessie merasakan aura yang mengancam dirinya. Ia menoleh menatap di mana Mark berada, tepat di sampingnya. Berdiri di temaramnya lampu. Jessie mengerjap beberapa kali.

Tangan Mark terulur untuk membelai bibir Jessie, lalu ia tersenyum miring. "Kau ingin berusaha kabur dariku?"

"Bukannya ini tujuan awalmu? kau ingin aku mati kan?"

Dahi Mark mengrenyit"Tapi penderitaanmu belum selesai, jadi aku tidak mengizinkanmu untuk mati"

"Apa lagi yang kau inginkan? aku sudah tidak punya apa-apa"  Jessie benar-benar sudah kehilangan semuanya. Apalagi yang di harapkan Mark?

Mark terdiam tidak menjawab, ia mendekatkan wajahnya pada Jessie, lalu mengecup sekilas bibir Jessie yang terlihat kering. "Besok kau harus pulang"

Setelah mengucapkan hal tersebut, Mark pergi begitu saja dari hadapan Jessie yang dirundung kebingungan. 

"Sebenarnya pria gila itu kenapa?" gumam Jessie. Perilaku Mark beberapa hari ini aneh, terkadang membuat ia ketakutan terkadang membuat ia nyaman. 

___

Laura memandang wajah Alfred adiknya yang terlihat damai dalam pelukannya. Laura masih tak bisa memejamkan mata setelah percintaan yang mereka lakukan. Di dalam hati Laura bertanya-tanya sedang apa Mark sekarang? kenapa teleponnya sama sekali tidak di jawab? apakah benar firasatnya?

Alfred bergerak dan membuka matanya. Laura tersenyum, kemudian ia mengecup ujung rambut Alfred. "Ternyata kau jago juga" Alfred mengabaikan perkataan Laura. Ia menyibak selimut dan turun dari ranjang. Lalu memakai baju dan celananya. Ia merasa bersalah melakukan hal ini bersama saudaranya sendiri. Padahal Alfred ingin sekali melakukan seks dengan Jessie perempuan yang ia sukai. Namun karena khilaf ia melakukannya dengan Laura. 

"Lain kali aku ingin bercinta denganmu lagi"

Secepat kilat Alfred menoleh "Kau ini sudah gila!"

Laura mencebikkan bibirnya, ia juga bangkit dari ranjang masih dengan tubuh yang polos tanpa sehelai benang. "Kau juga sama, jadi apa bedanya kita?" 

"Terserahmu" Alfred segera keluar dari kamarnya,  tidak ingin berdebat panjang dengan Laura.

"Kenapa aku terangsang lagi uhh" gumam Laura melihat punggung Alfred yang begitu menggoda baginya. 

Setelah Alfred keluar, kini Laura memakai pakaiannya. Ia menatap dirinya ke arah cermin. Bangga karena kecantikan wajah dan tubuhnya. Harusnya Mark beruntung akan menikah dengannya. Namun sekarang Mark seperti hilang hanya memberi harapan. Ia harus seperti apa lagi agar Mark meliriknya. Padahal ia juga cinta pertama Mark, ia tidak ingin Mark pergi begitu saja.

"Apa aku harus menyusulmu?"

"Ya.. aku harus menyusulnya ke sana, dan aku akan mencari wanita jalang itu yang berusaha merebut calon suamiku" 

___

Mark menidurkan tubuhnya yang terasa lelah, ia menatap kosong ke langit-langit kamarnya. Ia tersenyum simpul mengingat bagaimana wajah bingung Jessie.  Akh , mengapa dirinya sekarang terasa begitu aneh? apa Jessie juga merasakan perubahan dirinya? pikirannya selalu terbayang wajah Jessie, semua yang dimiliki gadis pemberaninya terasa begitu menggoda. Apakah ia menyukai Jessie? atau sekedar obsesinya?
Masa bodo dengan semua itu, yang paling penting Jessie adalah miliknya. Tidak boleh ada yang menyentuh ataupun berusaha mendekati Jessie. Berbicara pada Jessie pun tidak akan ia izinkan. Satu lagi, ia juga tidak akan mengizinkan seseorang untuk menyakiti Jessie, hanya dirinya yang boleh melakukan semua itu. Ya hanya dirinya.

"Aku tahu, aku mulai gila" ucap Mark seraya memejamkan matanya. 

Ia berjanji pada dirinya sendiri tidak akan melepaskan Jessie sampai kapanpun dan apapun yang terjadi. Jessie akan menjadi miliknya sampai mati.

"Membayangkannya saja aku sudah tegang, tidak sabar menunggu kepulangannya" 

____

HAI GAIS AKU KAN BILANG BAKAL UP 2 KALI YA, NANTI UP YANG KEDUA MUNGKIN AGAK MALAMAN, GPP KAN NIH??? GAPAPA LAH WKWKKW....

The VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang