The Villains (53)

5.9K 335 21
                                    

haloo, masih ada yang belum tidur???

kemaleman deh keknya kalo up wkwkwk

jangan lupaa pencet tombol bintang di bawah yaw

happy readingg guiss ♥️




Laura melangkahkan kakinya mantap seraya menarik koper berisi beberapa baju dan kebutuhannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laura melangkahkan kakinya mantap seraya menarik koper berisi beberapa baju dan kebutuhannya. Ia tersenyum miring ketika dirinya sudah berada tepat di depan pintu rumah Mark. Laura menoleh ke arah samping, mobil Mark masih terparkir rapi disana. Kemudian ia melihat jam pada pergelangan tangannya, sudah jam 9 pagi. Apa Mark tidak bekerja hari ini?

Tok tok tok

Tidak ada sahutan sama sekali, Laura sedikit berdecak. Ia bersedekap dada untuk menunggu beberapa menit lagi.

Tok tok tok

Jessie terhenyak ketika mendengar ketukan pintu yang sedikit samar itu. Ia mengerjapkan mata beberapa kali. Pagi ini tubuhnya lemas, semalam Mark bermain sangat lama. Jessie segera turun dari tempat tidurnya, melepas pelukan Mark pelan.
Sebelum membuka pintu, Jessie berjalan pelan ke arah lemari pakaian, ia mengambil asal.

Selesai memakai baju, Jessie segera turun ke bawah. Dan pintu terus diketuk mengharuskan Jessie terburu-buru.

Tangan Jessie meraih gagang pintu, ia menyunggingkan senyumnya. "Maaf ba-

Ucapannya terhenti, senyum yang disungingkan tadi sirna.

"Ck, kenapa lama sekali" ucap Laura, lalu masuk ke dalam rumah Mark dengan menubruk bahu Jessie. Membuat si empu hampir limbung.

"Dimana calon suamiku" cicit Laura, membuat Jessie terdiam.

"Sayang?" suara Mark menggema, membuat dua wanita yang berada di bawah menoleh bersamaan.

Laura tersenyum semanis mungkin, kemudian berjalan ke arah Mark. Tubuh indahnya bak gitar spanyol berbanding terbalik dengan milik Jessie. Membuat dirinya sedikit minder.

Mark mengerutkan kening tak suka, sejak kapan Laura tiba di rumahnya?

"Ya sayang?" jawab Laura, kini ia sudah berada di hadapan Mark. Ia menjinjitkan tubuhnya, lalu mengecup bibir Mark sekilas.

Cup

"Morning kiss" ucap Laura dengan kekehannya, kemudian ia mengalungkan kedua tangannya di leher Mark. Jessie yang melihat itu diam tak bisa apa-apa. Jika marah, apa hak Jessie. Namun dirinya sedikit kesal, bukan masalah cemburu. Tapi masalah Laura yang menabrak bahunya, bertamu tapi tidak sopan.

Jessie menghembuskan nafas pelan, ia menyunggingkan senyumannya lagi. Kemudian berjalan ke arah dimana Mark dan Laura berada.

"Sayang, hari ini kau ingin sarapan apa?"tanya Jessie setibanya disana. Laura melirik Jessie tak suka.

Mark tersenyum, Jessie memanggilnya sayang. Apakah Jessie sedang cemburu? Mark segera menepis tangan Laura yang ada di lehernya, kemudian mendekat ke arah Jessie, lalu memeluknya.

"Apa saja" bisik Mark dihadapan Laura.

Suara gemerlatuk gigi Laura terdengar jelas. Tatapan tajam ditujukan pada Jessie. Mark berubah jalang di depannya, harusnya sekarang yang ada di pelukan Mark adalah dirinya.

"Kenapa kau ada di sini? ingin sarapan dengan kami?" tanya Mark.

Laura tersenyum, lalu menganggukan kepalanya. "Ya tentu saja, aku anggap ini sebuah penyambutan kedatanganku"

Jessie tak perduli lagi dengan ucapan Laura, ia segera turun ke bawah untuk masak. Hari ini ia akan masak nasi goreng udang. Diikuti Mark di belakangnya, pria itu selalu menempel padanya. Sedikit kasihan karena Laura tak di perhatikan sama sekali. Jessie tidak tahu apa alasan Mark membatalkan pernikahannya dengan Laura. Entah karena dirinya atau ada hal lain yang jauh lebih tak terpikirkan. Jika memang karena dirinya, jangan menyalahkannya! ingat Jessie tak pernah mau tapi Mark selalu memaksanya. Salahkan saja Mark!

"Ingin ku bantu?" tawar Mark, kedua tanganya melingkar pada perut langsing Jessie.

Jessie menggeleng. "Tak perlu, duduk dan tunggulah masakannya selesai, jangan mengangguku ketika memasak" Mark mengerucutkan bibirnya, lalu kembali duduk di kursi makan.

Laura menopang dagunya, ia menatap Mark yang sedang memperhatikan Jessie.

"Kau tak merindukanku?" Laura membuka suaranya membuat Mark menoleh. Tatapan datarnya membuat hati Laura sedikit tergores. Mark tak sama seperti dulu lagi.

Karena tak ada jawaban, Laura kembali menyuarakan isi hatinya. "Aku sangat merindukanmu" tatapan sedihnya tercetak jelas disana. Jessie mendengar ucapan Laura namun tak mendengar suara Mark. Tak tahu ia harus berekspresi seperti apa.

"Bukan salahku sepenuhnya, kau juga ikut andil" cicit Laura, matanya menerawang . Menginggat Mark yang selalu sibuk.

"Kau bilang ada bisnis penting, tapi nyatanya kau menemui seorang jalang."ucap Laura, ia menoleh menatap punggung Jessie. Sengaja ia mengeraskan suara agar terdengar oleh Jessie.

"Kau yang jalang" balas Mark.

Jessie menghentikan aktifitasnya, jantungnya terasa berdetak begitu cepat. Takut jika terjadi pertengkaran antara Mark dan Laura. Ia takut jika tak bisa melerai mereka berdua, dan malah membuat situasi semakin rumit.

Laura bangkit dari duduknya, ia berjalan ke arah Jessie. Mark masih duduk di tempatnya, menatap tajam Laura.

"Kau dengar itu?" bisik Laura, membuat Jessie terhenyak dalam lamunan beberapa detiknya. Namun sebisa mungkin ia harus terlihat tak ada apa-apa. Ia membalikkan tubuh, mengadap Laura. Kemudian tersenyum.

"Tentu saja" jawab Jessie singkat seraya menyelipkan beberapa anak rambutnya ke belakang telinga.

"Aku tak tahu apa masalahmu dengan Mark, hingga membatalkan pernikahan"

"Tapi yang jelas bukan karenaku, aku tak tahu apapun" jelas Jessie, ia masih menyunggingkan senyum. Lalu menoleh menatap Mark yang sedang menatapnya juga.

Laura menautkan alis marah, tangannya sudah siap menarik rambut Jessie.

"Jangan macam-macam" suara bariton berat tersebut terdengar semakin menyeramkan. Berbeda dengan tadi.

Laura menghembuskan nafas kasar, ia berjalan menjauh dari sana, lebih baik ia menghirup udara pagi. Rasa emosinya hampir terluap, tapi ia harus sabar jika rencananya ingin berhasil.

Jessie menatap punggung Laura yang semakin menjauh, kemudian ia menghembuskan nafas pelan. "Kenapa kau membatalkan pernikahanmu dengan Laura" tanya Jessie, ia membalikkan tubuhnya kembali pada aktivitas awal.

Terdengar suara kursi yang berdecit menandakan Mark bangkit dari duduknya. "Sayang"

"Ia berselingkuh dengan banyak laki-laki di luar sana" ucap Mark, ia memeluk dan menelusupkan wajahnya pada tengkuk Jessie.

"Kau membuatku terlibat"

"Maaf" ucap Mark melas, ia semakin mengencangkan pelukannya. Seakan takut jika Jessie akan pergi.

"Jangan tinggalkan aku" tambah Mark.

Jessie yang mendengar penuturan Mark hanya memutar bola mata malas. Kepalanya pusing, mood paginya hancur. Masih ada sisa 5 hari lagi untuk menentukan apakah dirinya bisa memaafkan Mark atau tidak. Lagi-lagi Jessie menghembuskan nafas pelan. Ia harus bisa melewati semua ini.


The VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang