The Villains (13)

12.9K 501 4
                                    

Isak tangis memenuhi setiap jalanan sejak satu jam yang lalu, membuat Mark jengkel setengah mati. Padahal ia tadi hanya menciuminya tidak sampai memasukkan juniornya yang sudah tegang sedari tadi.

"Ck, brisik"

hal tersebut semakin membuat Jessie menangis kencang, ia hanya ingin pulang, istirahat dan menyiapkan untuk kepindahannya. Ia sudah memikirkannya matang-matang. Ia harus pindah dari sini. Yang terpenting ia tidak harus bercerita ke pada siapapun, agar Mark tidak bisa mengetahui keberadaannya. Pria gila itu benar-benar membuat hidupnya berantakan, jujur ia tidak sanggup. Toh inipun karena kesalahannya sendiri. Sangat bodoh.

"Kumohon turunkan aku" suara serak Jessie lolos begitu saja, matanya sayu karena terlalu lama menangis.

Mark masih diam, ia fokus menyetir mobil. Ia dengar tapi tidak perduli sama sekali, siapa dia berani memerintah dirinya.

"Tuan, kumohon... aku masih ada kelas"

"Sweetie"

suaranya begitu datar, seakan menandakan lampu merah yang artinya marah dan jengkel menjadi satu.

"Kau menutup mulutmu atau aku mencium bibirmu?"

Mata Jessie mengerjap beberapa kali, lalu ia kembali lurus menatap ke depan. Mengapa nasibnya begitu buruk... bagaimana cara lepas dari kutukan ini. Hah mungkin ini benar-benar kutukan.

🌼🌼🌼.

Mark menatap wajah Jessie yang tertidur pulas, spontan tangan Mark menyibakkan beberapa helai rambut yang ada disana, menutupi wajah cantik Jessie. Ia menghela nafas kasar. Setiap berdekatan dengan Jessie libidonya selalu memuncak. Bahkan Jessie tidak melakukan apa pun.

Setelah puas menelisik setiap inci wajah Jessie. Ia menggendongnya keluar dari mobil dan membawa gadis itu menuju dalam kamar nya. Ia tidak tahu mengapa membawa gadis ini masuk ke dalam sana.

Bukankah ini kesempatan emas untuknya?, Mark berpikir keras lalu ia menggeleng. Belum saatnya! ia harus membuat hari-hari Jessie menderita, menjadikan perempuan itu sampai merasa dirinya seperti pelacur. Senyum miring tercetak jelas di wajah tegas nan tampan Mark. Lalu ia melonggarkan dasinya dan berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang dipenuhi keringat.

"Nghhh" lengguhan Jessie mengundang nafsu Mark memuncak lagi, ia berdecak kesal padahal baru saja selesai mandi kenapa malah disuguhi suara seperti ini.!

"HAH?" teriak Jessie yang terbangun dengan wajah kagetnya. Ia menoleh menatap Mark horor. Lalu mengecek tubuhnya, apakah pakaiannya masih melekat rapi di sana? Huftt, ia bernafas lega. Ternyata pakaiannya masih utuh dan rapi. Segera ia menurunkan kaki jenjangnya turun dari atas tempat tidur big zize itu.

"Tuan Mark" suara lemah lembut itu memanggil Mark yang sedari tadi menatap datar ke arah Jessie.

Jessie menelan salivanya susah. Pemandangan di depannya sungguh membuat Jessie sedikit kehilangan akal. Tuan Mark yang masih berdiri disana menggunakan handuk melingkar di pinggang proporsionalnya.

"Bisakah aku pulang? ada beberapa hal yang harus aku urus tuan Mark... jadi tolong izinkan saya pulang" ucap Jessie dengan raut muka yang begitu melas. Namun ini Mark, pria yang tidak bisa ditipu dengan begitu saja.

Mark menaikkan sebelah alisnya, lalu melenggang pergi dari hadapan Jessie.

"Ck, kumohon.. lepaskan aku sekali ini saja"

Tidak ada jawaban satupun, setelah memakai bajunya Mark segera membuka laptop dan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang harus ditangani secepatnya. Jessie yang melihat hal tersebut semakin geram. Ia diabaikan.

ia mengelilingi kamar mewah itu, beberapa barang disana terbuat dari emas. Besar rumahnya juga melebihi dari rumah miliknya. Tangan Jessie terulur mengambil pigura kecil yang ada disana,  entah mengapa ia tersenyum. Melihat senyum seorang anak kecil yang membawa satu toples permen coklat.

"Hmm lucu" gumam Jessie.

"Apa yang lucu sayang?" suara Mark begitu dalam, kedua tangan kekarnya sudah sempurna melingkar di pinggang Jessie.

"Ahh"

Jessie sangat tidak nyaman dengan posisinya yang seperti ini. Sejak kapan pria gila ini sudah selesai dengan pekerjaannya? bukankah tadi ia baru memulainya?

"Sweetie, kenapa baumu selalu manis?hmmm.." bibir Mark mencium leher Jessie. Si empu yang di cium terdiam kaku. Ciumannya begitu lembut.

Jessie menarik nafasnya, dia tidak boleh tergoda dengan ciuman lembut dari pria gila itu. Tangan Jessie berusaha melepas pelukan Mark. Dan kali ini berhasil, pria gila itu tidak melakukan pemaksaan.

Jessie tersenyum senang dicampur bingung"Oke, sekarang antarkan aku pulang tuan! kau sudah selesai menyelesaikan pekerjaan mu"

"Ohh jika kau tidak bisa mengantarkan aku pulang, aku bisa pulang sendiri..jangan khawatir" lagi-lagi Jessie tersenyum.

"Pulang?" Mark membeo.

Gadis itu mengangguk semangat, ia berfikir jika kali ini dibiarkan lolos begitu saja. Tentu saja tidak! tidak ada kata lolos untuk Jessie dari Mark.

Mark mengunci pergerakan Jessie, mendekatkan wajahnya lalu tersenyum miring.

"Kau bisa pulang setelah memuaskan hasrat ku, sweetie"

The VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang