The Villains (3)

17.6K 728 2
                                    

Malam semakin larut, ia mengigit bibir bawahnya.Jessie mengintip orang-orang berjas tersebut, yang masih duduk manis disana.Tatapan Jessie pada sosok dingin dengan tatapan elangnya, Mark.Ia meneguk salivanya ketika orang tersebut juga sedang menatapnya, datar tanpa ekspresi.Seketika bulu kuduk Jessie kembali meremang.

"Sialan"gumam Jessie, ia bangkit dari duduknya.Masuk ke dalam ruang ganti.Ia akan memutuskan untuk pulang saja.

Setelah selesai ganti, Jessie menghampiri Auntynya.

"Aunty, aku izin pulang.Badanku sedang tidak enak"

Amly seketika bingung, ia memegang dahi.Lalu menatap Jessie"Apa kau perlu di antar?biar ku panggilkan Sams"Jessie menarik lengan Amly, lalu menggeleng dan tersenyum"Tidak usah aunty, aku bisa pulang sendiri"

"Jess"yang dipanggil tersenyum dan berjalan keluar cafe.Jessie pura-pura tidak melihat, ia terus berjalan ke depan tanpa menghiraukan seseorang yang menatapnya sedari tadi.

----

"Zack, ikuti dia"perintah Mark, yang disuruh, mengangguk dan berdiri dari duduknya.Ia mengendap endap mengikuti gadis tersebut.

Zack melihat gadis tersebut masuk ke dalam taxi, ia tidak membuang-buang waktu.Segera masuk ke dalam mobil dan mengikutinya dari belakang.Zack sedikit berpikir, apakah bossnya tertarik dengan gadis tersebut?oh iya Zack baru ingat.Bossnya tadi mengatakan tertarik pada gadis tersebut.

Perasaan Jessie tidak enak, ia mengigit bibir bawahnya.Detakan cepat jantungnya terasa begitu keras.Lalu ia mengusap kasar wajahnya, ada apa dengan dirinya?ia tidak boleh takut.

"Nona, apakah kau baik-baik saja?"tanya sopir taxi, yang melihat penumpangnya seperti ketakutan.

"Ya, aku tidak apa pak, hanya saja badan ku sedikit tidak enak"ucap Jessie meyakinkan.Lalu sang sopir hanya mengangguk paham.

10 menit berlalu, taxi berhenti mulus di depan rumah gadis itu, Zack mengerutkan kening.Ia seperti mengenal rumah ini.Seketika ia teringat, Brams yah brams.Pemilik perusahaan terkaya, ke tiga didunia.Dibawah perusahaan milik Mark.Ia segera mengambil ponselnya dan menelpon orang di sebrang sana.

"Hallo tuan"

"....."

"Ya, aku sudah mengetahui rumah gadis tersebut, ternyata dia anak dari keluarga Brams Collin"

"......"

"Baik, aku akan segera ke sana"Zack mematikan ponselnya, dan langsung menacap gas menuju tempat yang ia kunjungi tadi.

----

Di dalam kamar, setelah ia melakukan makan malam bersama dengan Mom and Dadnya, gadis itu, Jessie segera mengganti pakaian menjadi piama biru dongker.Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi.Setelah selesai, ia merebahkan badannya di tempat tidur king size nya, yang cukup untuk tidur orang 3.Mata Jessie menatap awang-awang kamarnya.Ia sedang berpikir keras, mencari cara untuk melawan orang tersebut jika ia tertangkap.Jessie menggambil ponselnya di nakas, lalu mencoba menghubungi Alfred.Ia akan tanya beberapa hal tentang Mark.

"Hallo jess?"

"All, apakah aku mengganggu?"

Terdengar kekehan suara di sebrang sana, membuat Jessie menarik bibirnya.

"Sama sekali tidak, ada apa?"

"Aku ingin tanya sesuatu"

"Apa hm?"

"Apakah Mark sangat kejam?Apakah psycopath, atau mafia?"Jessie mengetuk-etuk jarinya di dagu, menunggu jawaban Alfred.

Alfred berdehem,"Ya, bisa dibilang ia sangat kejam dan tidak punya hati.Waktu itu aku tidak sengaja melihatnya membunuh seseorang.Dia adalah bos penjahat terbesar di kota ini, dia juga memiliki perusahaan, orang terkaya di dunia di atas ayahmu"

"Kenapa tidak dilaporkan kepada polisi saja?"usul Jessie.Dan kekehan Alfred membuat ia mengerutkan keningnya.

"Tidak ada yang berani dengannya, walaupun itu polisi"

Mulut Jessie ternganga, ia tidak percaya semua ini.Begitu mustahil.Apakah benar yang dikatakan Alfred?

"Jess, kau tidur?"Jessie terhenyak dari lamunannya, ketika Alfred membuka suara.

"Oh tidak, apakah informasimu itu benar Al?"tanya Jessie, ia berharap jika Alfred mengatakan jika itu bohong.

"Benar Jess, aku tidak berbohong.Apakah kau diincar?"

Suara hembusan nafas pelan keluar begitu saja,Alfred tau, jika Jessie kini sedang di rundung kepanikan.

"Aku pikir seperti itu Al"

"Aku akan menjagamu sebisaku Jess, tidurlah malam sudah larut"

Surai Jessie terangakat ke atas mendengar ucapan Alfred, kini ia sedikit tenang.

"Malam al, terimakasih"setelah mendapat jawaban dari Alfred disebrang telpon, Jessie mematikan panggilannya.Ia meletakkan ponsel di nakas, lalu menarik selimut dan berusaha menutup mata.

----

Dugh kriet

Gadis itu terusik dalam tidurnya, beberapa kali ia mengeliat.Lalu kali ini matanya mengerjap beberapa kali, ketika mendengar suara seperti benda jatuh, ia memposisikan menjadi duduk, mengucek matanya sebentar, lalu ia terkejut tak kala ketika melihat jendela kamarnya terbuka.Gadis itu turun di lantai yang dingin, ia berjalan perlahan dengan perasaan was-was.

Jessie melihat keadaan diluar rumahnya, hening, dan gelap.Seketika ia bergidik ngeri.Lalu tangannya menutup perlahan jendela.Jessie berbalik, ia kini dikejutkan lagi dengan seseorang di depannya.
Teriakan Jessie tertahan, karena tangan besar nan kokoh menutup mulutnya kuat.

"Apa kabar gadis pemberani?"tanya Mark pelan tapi begitu menusuk.Jessie berusaha mendorong Mark yang kini menghimpit tubuhnya.Jaraknya begitu dekat, hingga ia bisa merasakan nafas Mark yang begitu teratur.

The VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang