The Villains (2)

21K 778 4
                                    

Mark Leonard memukul brutal incarannya, membuat para suruhanya bingung, hari ini bosnya terlihat sangat dan lebih brutal.Sudah beberapa kali mereka mendengar patahan tulang belulang, membuat mereka semua meringis ngilu.

"Kau pikir aku sebodoh itu,hmm?"tanya Mark dingin.

"Sekarang aku persilahkan, kau untuk menghancurkan perusahaanku"ucap Mark terkekeh, menatap rendah orang dibawah kakinya.Namun tidak ada pergerakan, hening.

"Hahaha, hanya segitu kemampuan mu keparat?"Mark menginjak keras dada orang tersebut, hingga mulutnya mengeluarkan darah.Tidak lupa Mark meludah tepat di wajahnya.

"Bunuh dia, aku tidak sudi tanganku ternoda"ucap Mark seraya berjalan meninggalkan tempat tersebut.Namun terhenti, ia berdehem sebentar.

"Zack, ikut aku"yang dipanggil hanya mengangguk dan mengikuti dibelakangnya.

----

"Jessie, has it improved?"gadis itu mengangguk pelan, ia mengusap air mata yang tersisa di area matanya.

"Can you tell me what happened?"

"Hari ini aku terlambat, aku berjalan tegesa-gesa untuk menuju ke dalam kelas, namun aku menabrak seseorang, lalu memarahi dan menamparnya"Jessie berhenti sebentar, membuat Alfred penasaran."lalu?"tanya Alfred.

"Sepertinya orang itu sangat marah, ia menarik tanganku kasar, dan mendorong aku masuk ke dalam mobilnya, kepala ku terbentur dasbor hingga membuatku sedikit pusing.Aku dibawa pergi jauh dari kampus olehnya, lalu aku mengatainya tuli.Tiba-tiba mobil berhenti mendadak, untung saja aku berpegangan"Jessie menghembuskan nafas kasar, lalu melanjutkan ceritanya.

"Ia berhenti dan menarik rambutku kuat,lalu mengancamku, dan mengeluarkan sebilah pisau.Untung saja dering ponsel membatalkan perbuatan jahatnya itu"

Alfred menatap tidak percaya,"Mengancamu apa?"

"Ia akan mengeluarkan aku dari universitas, menghancurkan hidupku, dan membunuhku"Alfred semakin terbelalak, ia tau siapa.Untung saja temannya ini selamat dari maut.Ia kini memeluk Jessie lagi.

"Jangan lakukan hal itu lagi, jaga perkataan mu juga.Dia laki-laki berbahaya"ucap Alfred seraya mengelus rambut Jessie.

Jessie melepaskan pelukan Alfred,"Kau kenal dengannya?"

Alfred tampak berpikir lalu mengangguk, ia beberapa kali bertemu dengan orang tersebut karena adanya urusan pekerjaan.
Jessie mengerutkan dahi,"Siapa?"

"Mark Leonard"

Jessie masih terbengong, lalu Alfred melanjutkan ucapannya.
"Aku takut jika kau jadi incarannya, dia tidak akan melepas siapapun yang sudah mengusik hidupnya"gadis itu, Jessie terdiam takut.

Alfred menatap Jessie"Berhati-hati lah".

----

Alfred mengantar pulang Jessie sampai di depan rumahnya, ia tidak tega dengan gadis tersebut.Bagaimana nasib selanjutnya?batin Alfred.

Ia menarik nafas panjang lalu menghembus pelan"Aku akan berusaha melindungimu jes"gumam Alfred lalu menancap gas, ketika Jessie sudah masuk ke dalam rumahnya.

----

Suasana rumah begitu hening,Jessie merasa aneh, apakah ia sedang berada di rumah sendiri? Jessie segera berjalan ke arah dapur mencari Mom and Dad nya, namun nihil, disana tidak ada siapa-siapa.Kini Jessie beralih menuju ke halaman belakang rumah, kosong, tidak ada siapapun disana.Ia menggedik bahu acuh, lalu naik ke atas menuju kamarnya.Namun pendengaran Jessie mendengar sesuatu.Jessie berjalan mendekat ke arah kamar Mom and Dadnya.

"Ahmm, pelan mas"pipi Jessie seketika memerah, ia segera berlari menuju kamarnya.

Ia terkekeh ketika sudah berada di dalam kamarnya, lalu menggeleng kepala.Ia tidak tahu jika Mom and Dad nya sedang melakukan ritual.

"Dasar Jessie bodoh"ucapnya seraya bercermin.Setelahnya ia segera mandi,dan bersiap-siap melakukan kerja part time di sebuah cafe milik tantenya.

Selesai mandi, Jessie segera memakai baju santai nya, dan memoles sedikit liptin di bibir, agar tidak terlihat pucat.Jessie kembali menatap cermin, ia melihat perban di sikunya.

"Apakah benar aku di incar?"tanya Jessie pada pantulan cermin.Lalu ia tersenyum miring.

"Aku tidak peduli, aku akan melawanya"

Jessie turun ke bawah, ia juga belum melihat Mom and Dadnya, gadis itu sedikit mendengus. 

----

Taxi tersebut sudah mengantarkan Jessie ke tempat kerjaanya, ia segera membayar dan masuk ke dalam.Lalu ia tersenyum sumringah sambil merentangkan kedua tangannya.

"Good afternoon, aunty.Aku sangat merindukan mu"ucap Jessie dalam pelukan amly, tantenya.

Amly terkekeh"ucapanmu begitu dramatis sayang"Jessie mengerucutkan bibirnya, lalu terkekeh.

"Aunty aku lapar"jessie memegang perutnya yang sudah keroncongan.

"Kebetulan, hari ini aku memasak makanan kesukaanmu sayang, ayuk"jessie segera menangguk dan mengikuti Amly di belakangnya.

Setelah makan, Jessie segera bekerja.Ia mulai melayani para pembeli, menanyakan menu, menghantar makanan, begitu seterusnya hingga malam tiba.Jessie melihat Auntynya berjalan ke luar cafe, mata Jessie menyipit.Segerombolan orang berjas masuk ke dalam dan mendapat sambutan ramah dari auntnya.Jessie melangkah kan kaki menuju kesana, membawa tiga buku menu.

Amly tersenyum ketika ponakannya datang tepat waktu.

"Silahkan"ucap Jessie ramah.Ia tidak sadar keberadaan orang disana, karena sibuk mencatat pesanan.

"Ini Jessie, keponakanku.Ia juga sekolah di Universitas milikmu"Jessie mengangkat kepalanya setelah selesai mencatat, lalu tersenyum namun seketika senyum itu sirna.

Jantung Jessie kembali berdetak tak beraturan, tatapan itu seperti ingin memangsanya habis-habisan.Ia berusaha menarik bibirnya ketika auntynya mengajak bicara.Jujur Jessie tidak mendengar ucapan Auntynya, ia seperti terkukung dalam tatapan laki-laki itu, membuat konsentrasinya hilang.

"Ponakanmu sangat manis,dan terlihat begitu pemberani"Mark membuka suara, ucapannya dingin dan mematikan.Membuat bulu kuduk Jessie tiba-tiba berdiri.

"Aku sangat tertarik"Amly terkekeh pelan mendengar ucapan Mark.
"Ada-ada saja kau"ucap Amly masih dengan kekehannya.

Jessie semakin kalang kabut, ia menetralisir dirinya agar ia tidak terlihat begitu gugup dan ketakutan.Ia masih memasang senyum palsunya.Dan Mark, tersenyum miring menatap Jessie.

The VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang