The Villains (8)

13K 496 3
                                    

Hari ini benar-benar kacau, Jessie memejamkan mata menghembuskan nafas lelah, nasib buruk sedang menimpanya sekarang.Ia meneteskan air matanya lagi, lalu mengusap dengan kasar.Ia memijat pangkal hidungnya, memikirkan bagaimana agar masalah ini cepat selesai.Matanya berkedip beberapa kali, lalu ia bangkit dari tidurnya, berjalan menuju balkon yang ada di kamarnya.Ia merentangkan tangan, menghirup udara segar dan merasakan hilir angin yang menabrak tubuhnya.

Dering telepon membuat Jessie beranjak dari sana, lalu mengangkat telepon.Berjalan lunglai, tanpa ekspresi apapun.

"Hallo?"

"..."

"Ya, aku akan bersiap-siap sekarang"

"..."

Jessie segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.Sekitar 20 menit kemudian ia telah selesai membersihkan tubuhnya lalu memakai baju casual kesukaannya, setelah itu Jessie segera duduk di depan meja make up lalu memoles tebal wajahnya.Ia menatap wajahnya di cermin dengan sendu, hanya dengan memoles make up tebal, akan menutupi memar di pipinya.

Ia bangkit dari duduknya, mengambil tas dan barang seperlunya, lalu keluar dari kamar.

Matanya mengelilingi sekitar, keadaan rumah sangat sepi, benar lebih baik ia pergi, takut jika orang tidak waras itu tiba-tiba datang dan melukainya lagi.Ia berjalan perlahan menuju pintu, namun suara seseorang mengangetkan nya.

"Jessie"

Jessie menghembuskan nafas, ia seperti orang gila, padahal ibunya yang memanggilnya, tapi kenapa ia sudah sangat cemas?

"Ya mom?"sahut Jessie seraya membalikkan tubuhnya.

"Mau kemana?"

"Mau pergi, Mom sendiri mau kemana?"

"Mom lagi ada jadwal arisan"ucap Savore seraya berjalan ke arah Jessie.Lalu ia mengerutkan keningnya nya.

"Gak biasanya kamu make up setebal ini,apa bener ya dibilang papa?"tanya Savore seraya tersenyum menggoda.Jessie menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan Moma nya.

"Ingat, kunci pintunya baby"setelah mengucapkan tersebut, Savore melenggang pergi.Jessie berdecak sebal, mengapa Alfred belum datang juga.

Jessie menutup pintu rumahnya, ia duduk di kursi taman seraya menunggu Alfred.

5 menit
10 menit
.
.
.
.
.
25 menit, Jessie bangkit dari duduknya.Ia kesal dengan Alfred, kenapa lama sekali?Lalu Jessie mengeluarkan ponsel dan mencoba menelpon Alfred.

Tut.. tut nomor yang anda tuju tidak ak...

Segera Jessie menutupnya, ia menghembuskan nafas kasar, lalu hendak masuk ke dalam rumah lagi.Namun suara derum mobil menghentikan langkah Jessie dan membuat gadis itu menoleh ke belakang.

Jessie terdiam seketika, jantungnya berdetak tak karuan.Ia semakin memicingkan mata.Lalu menelan saliva perlahan.Ia berjalan ke arah gerbang rumahnya.

"Permisi nona, bisa kau buka pintunya?"

Jessie menggeleng, membuat orang tersebut ke heranan.

"Ini ada kiriman, untukmu"Jessie semakin mengerutkan kening, ia bingung seketika.Lalu terpaksa membuka gerbang pintunya.Orang tersebut tersenyum, lalu menyerahkan bungkusan yang ia bawa tadi.

"Dari?"

"Tidak tau, mungkin kau bisa membuka dan membaca kertasnya sendiri, Permisi!" Ucap orang tersebut alibi, lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.Membuat Jessie benar-benar bingung.Kini deru mobil terdengar kembali di telinganya, ia menatap mobil Alfred tepat di depanya.Ia mendengus kesal.

Alfred keluar dari dalam mobil, ia tersenyum bersalah dengan menunjukan peace.

"Maaf aku terlambat, ada kendala sedikit"

Jessie mencubit lengan Alfred, membuat si empu meringis.

"Awws, i'm sorry jess.Stop"

Jessie memutar bola matanya, lalu ia segera masuk ke dalam mobil Alfred.Si empu menggelengkan kepala heran.

Di dalam mobil, Alfred melihat gerak gerik Jessie yang menurutnya aneh.Ia mengrenyitkan dahi."Jes kau ada masalah?"

Jessie menatap manik mata Alfred, lalu ia mengangguk.Yah benar tebakan Alfred.

"Mark?"tanya Alfred dan diangguki Jessie.

"Ya, seperti biasa.Aku tidak tau lagi Al.Bagaimana nasibku selanjutnya"ucap Jessie sedih.

Alfred menepikan mobilnya, ia menatap Jessie kasihan.

"Sekarang aku merasa benar-benar ketakutan.Aku menarik kataku, jika aku berani melawannya"Jessie mulai menanggis.

Alfred tidak tau harus bagaimana, ia hanya bisa memeluk Jessie berharap bisa menyalurkan kekuatan untukknya.

"Aku berusaha sebisa mungkin membantumu Jess"ucap Alfred kemudian, lalu diangguki oleh Jessie.

Tidak sengaja mata Alfred menangkap bungkusan yang sedari tadi Jessie bawa."Jess, apa yang kau bawa?"

Jessie melepaskan pelukan Alfred, lalu menunjukkan bungkusan tersebut pada Alfred."Aku juga tidak tau Al"

"Coba buka"suruh Alfred lalu di angguki Jessie.Gadis itu mulai membukanya dan alangkah terkejutnya.

"What? kalung?" Tanya Jessie terheran-heran.Alfred pun menatap bingung Jessie.

"Kau punya pacar jess?"

Jessie menggeleng cepat"Tidak, aku tidak punya pacar sama sekali"

"Lalu? Atau mungkin penggemar rahasiamu?"

Jessie menggedikan bahu, apa iya, ia memiliki penggemar rahasia? siapa?
Jessie menatap perlahan kalung tersebut, bentuk yang indah.Begitu elegan.But, Jessie tidak memakainya, entah mengapa perasaan Jessie atau apa, ia takut jika terjadi sesuatu ketika Jessie memakai kalung tersebut, lebih baik Jessie menyimpannya dahulu.

Uhuyyyy
Vote komen nya babee❤️🖤

The VillainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang