99%

156 21 12
                                        

Suka tidak suka, tetapi ini hari kedua tanpa Ivan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suka tidak suka, tetapi ini hari kedua tanpa Ivan. Mirisnya untuk Teresa, dia tidak bisa mengurangi rasa kesalnya pada lelaki itu.

"Harusnya emosi gue reda ke si Ivan. Ini kenapa malah makin kesel, sih?"

Sementara itu, Mama yang tengah membaca brosur diskon dialihkan perhatiannya oleh ketukan pintu.

"Sebentar," sahutnya.

Dian mengayun langkah menuju pintu.

"Siap—" Belum sempat melanjutkan kalimat, Dian malah terkejut.

"Eh .... Mau cari siapa? Kayaknya kamu salah alamat."

"Saya memang mau ke sini, Tan."

"Hah? Kamu cari Teresa?" Dian tak yakin putrinya memiliki kenalan seperti ini.

"Iya, Tan.".

"Teresa anak saya? Pak RT juga anaknya Terresa, loh. Tapi r-nya dua." Dian menerangkan, mengangkat kedua jarinya sampai lelaki di depannya tertawa kecil.

"Saya cari anak Tante, Teresa yang r-nya cuma satu. Kata orang-orang, perempuan yang saya cari ada di sini."

"Yaudah sebentar, ya."

Dari pintu, Ivan bisa melihat Dian memanggil Teresa.

"SAAAAA!"

"APAAA?"

"ADA TEMENNN!"

"SIAPAA?"

"SIAPA, MA?" Teresa mengulang, karena Dian tak menjawabnya.

Pertanyaan Teresa dibalas gebrakan panci. "TURUN! LIHAT SENDIRI! GAK SOPAN TAU!"

Dengan berat hati, Teresa menuruni satu per satu tangga sambil mencepol rambut asal.Tangga yang langsung berhadapan dengan pintu rumah utama membuat Teresa nyaris jatuh saat melihat tamunya.

"Ngapain lo?"

"Halo. Minimal gitu, Teresa."

Teresa hanya memutar bola matanya jengah. "Gak ada yang nyapa pencuri. Tolol itu."

Teresa sadar penuh kalau kedatangan Ivan membawa kelegaan untuknya. Seperti hal yang ia tahan-tahan dua hari ini terbebas.

"Gue gak akan banyak ngomong. Gue cuman mau balikin ini."

Benar dugaan Teresa dari tadi, Ivan hendak mengembalikan kalung yang waktu itu dipinjam.

"Ini Teresa, take it." Ivan mengulurkan kalungnya dengan senyuman.

Teresa terdiam beberapa detik, bergelut dengan pikirannya yang campur aduk. Tiba-tiba perempuan itu berlari begitu saja ke dalam rumahnya. Ivan dengan hati bingung memasukan kalung itu ke kotak kecil. Matanya menyisir pekarangan rumah Teresa yang dominan dipenuhi perabotan kayu. Pintu rumahnya pun terukir sangat cantik dan ukirannya nampak unik. Belum pernah Ivan melihatnya.

If We Didn't MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang