"Gue cuman nanya suara mantan lo bagus gak? Gitu aja, Sa!"
"Emang kenapa si-"
"Gue nanya!" Ivan memotong pembicaraan.
"Loh? Lo potong pembicaraan gue?" sergah Teresa, alisnya menajam.
"Jawab aja napa, sih? Susah jawab gitu doang?"
"Hah? Susah?"
Teresa memejamkan matanya, mencoba menarik nafas dan lebih sabar lagi pada anjing kecil berisik di depannya.
"IYA!" tegas Teresa.
"Iya apa?"
"IYA BAGUS!" pungkas Teresa cepat.
Ivan mengangguk-angguk tak jelas, kemudian kembali menghadap setir.
KLIK
Pintu sudah dalam mode terbuka. Namun, Teresa masih celingak-celinguk tak karuan.
"Bukannya mau balik lo? Udah gue buka tuh pintunya," tutur Ivan.
"Yaudah! Gue balik. Makasih banyak."
"Hmmm. Gak usah makasih kali yang nyuruh gue ke sini kan Rubi, bukan lo. Harusnya lo makasih sama mantan lo kali, kan udah dinyanyiin?" Ivan melirik Teresa yang sudah berdiri di luar.
Teresa menatap Ivan sinis. "Lo kenapa sih, Van?"
Laki-laki sialan itu malah tak menjawab.
TIT
Teresa terlonjak kaget waktu Ivan membunyikan klakson tiba-tiba.
"COWOK SIALAN! LO KENAPA, SIH?"
"Mulut lo tuh dijaga! Gue balik!"
"JANGAN LUPA ISTIRAHAT! EMANG GAK CAPEK ABIS DINYANYIIN MANTAN? HAHAHAHA .... EMANG BOLEH SEMANTAN ITUH!"
Kemudian Ivan dan mobilnya mundur dengan cepat sampai Teresa harus lompat-lompat, karena takut tertabrak. Dalam sekejap Volkswagen itu sudah melesat pergi.
***
Tibalah pagi ini, konyol.
Yang pertama Teresa lakukan adalah mengecek ponselnya.
Ralat!
Mengecek jawaban dari Ivan tepatnya.
"Sialan si Ivan! Dibaca doang kocak, kocak ...."
Ada satu pesan masuk yang mengganggi pandangannya. Satu pesan dari Jena, cewek paling menyebalkan seantero sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
If We Didn't Meet
Ficção AdolescenteGara-gara americano yang tak sengaja mengotori sepatunya, Teresa berjumpa dengan Ivander Gabrian Adhitama dalam skenario alam semesta yang gemar menjadi mak comblang di panggung sandiwara ini. If We Didn't Meet berbicara tentang persahabatan, cinta...