Mata yang Paling Peduli

33 6 0
                                    

Bagian 35 - Mata yang Paling Peduli

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 35 - Mata yang Paling Peduli

"Tugas-tugas lo udah beres semua, Fan?"

"Idih! Lo kayak gak tahu skill orang yang ranking satu aja! Tugas setinggi Gunung Everest juga langsung beres semalem!" celetuk Rubi. Ia tengah asik berkumpul dengan kawan-kawan sambil melahap salad buah sebagai sarapan di kala diet.

"Wow ...." Doni hanya membulatkan bibir. "Curiga Fanny bisa bangun candi dalam sehari."

"Lo kata gue Bandung Bondowoso!" timpal Fanny.

Menjelang hari kelulusan, tak ada aktivitas terpaku jadwal. Masa sekarang adalah bebas bagi mereka yang tugasnya tuntas. Kelimanya asik berkumpul, kecuali Teresa. Kepalanya terbaring di atas meja dengan wajah lelah - nampak kehilangan semangat hidupnya.

"Udah, Sa. Jangan galau mulu!"

"Gue harus gimana, ya?" tanya Teresa. "Gue putus aja, kah?"

"Anjir! Separah itu kesalahan dia sampe lo minta putus?" Rubi mendorong bahu lesu sahabatnya.

"Mungkin Ivan bingung, Sa," tutur Kirana. "Gue udah bilang dengerin alasannya baik-baik, lo denger gak?"

"Denger!" Teresa langsung sewot.

"Terus alasannya gimana sampe lo pengen putus gitu?"

"Ya dia bilang dia tahu Naresh pasti ngamuk, terus temen-temen gobloknya yang lain juga bakal jauhin dia. Terus dia bilang gue gak bakal mau kenalan kalau dia tahu dia temennya si Naresh. Lo pikir alasan kayak gitu masuk ke akal gue?!"

"Ya emang kalau lo tahu dia temennya si Naresh lo mau kenalan sama dia?"

Teresa menggeleng.

"Tuh! Udah jelas, kan? Lo emang gak bakal mau kenalan kalau Ivan jujur dari awal!" seru Rubi.

"Ya tetep gue gak mau dia bohong gitu!" Teresa refleks melempar penghapus papan tulis yang entah kenapa ada di antara mereka.

"Ya terus lo maunya apa, Sa? Dia jujur dari awal 'hai gue Ivan, gue nikung temen gue buat deketin lo' kayak gitu?" Rubi bertanya dengan mulut belepotan oleh mayonais.

"Habisin makannya elah! Buah semangka lo muncrat ke meja!" Kirana bergidik ngeri melihat kotoran semangka di depannya.

"Gue aneh aja kenapa dia deketin gue di saat Naresh juga lagi nyari celah buat balikan. Gue jadi mikirnya mereka kayak lagi taruhan!"

"Lo kenapa bodoh gitu! Gak mungkin orang tajir taruhan buat hal kayak gitu! Si Ivan kekurangan duit dari mana, Sa?"

"Ah! Pokoknya gue gak suka dia ngebohongin gue! Gue gak suka ternyata dia kenal sama Naresh! Gue maunya itu kebohongan gak kejadian!"

"Lah ... emang kenapa kalau dia kenal Naresh?"

"Naresh kan mantan gue ... rasanya aneh kalau gue pacaran sama temen mantan gue!"

If We Didn't MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang