31

773 65 4
                                    

Ban motor berdecit menggesek aspal mengakibatkan motor berhenti melaju.
Cowok itu, menatap lekat rumah putih yang ada di depannya. Setelah sekian lama, ia kembali menginjakan kaki disini. Padahal baru beberapa hari, namun rasanya seperti berbulan-bulan.

“IYA BUNDA!!”

Netranya beralih pada cewek yang tergesa-gesa menggendong tas, menyampirkan almamater di bahu dan memakai sepatu sembari berlari. Rambutnya di cepol asal-asalan, dan kacamata barunya bertengger di hidung mancungnya. Bibir cowok itu sedikit tertarik ke atas, ada kebahagian tersendiri bisa melihat sisi Lia yang seperti ini.

"LIA HATI-HATI!!"

Kepala Lia menoleh, melambaikan tangan pada Diana yang berada di teras rumah. Lia segera menaiki gojek yang sudah di pesan dan memakai helm tanpa mengaitkan talinya membuat Refal tersenyum miring.

Tangannya memutar kunci motor, lalu segera beranjak dari halaman rumah Lia.

**

Refal memakirkannya motornya, ia menoleh saat netranya menangkap Lia berlari dari pintu gerbang melewati lapangan dengan helm hijau masih terpasang di kepala dan sepatu beda sebelah?

Bibir Refal mengembuskan nafas kasar, menggeleng pelan melihat perilaku Lia.

"Astaga."

**

“KAK FALDI!!”

Si empu yang punya nama menoleh, matanya melotot saat melihat cewek yang sekilas terlihat seperti sedang ospek menghampirinya.

"Lah ... LIA?!" Kaget Faldi saat Lia sudah berdiri di hadapanya dengan napas ngos-ngosan.

"Buset, lu napa dah? Kok penampilannya bisa gini? Lu di begal anak smp yang lagi ospek?" Faldi nyengir melihat penampilan Lia.

Alis Lia mengernyit, memang kenapa penampilannya? Sepertinya ia baik-baik saja sebelum berangkat tadi.

"Gue, belum telat kan?" Tanya Lia membuat Faldi menggeleng sembari tertawa.

"Hadeeh, punya adik kelas gini amat dah." Faldi tertawa, mengulurkan tangan ingin membantu membuka helm namun tangannya terhenti di udara saat Lia ditarik dari belakang.

"Lia sebentar,"

Mata Lia melebar, ia mengerjap mendapati Refal mencekal tangannya membuat laju aliran darah Lia berdesir cepat.

Tangan Refal dengan telaten membuka helm yang masih bertengger di kepala Lia membuat mata Lia sedikit melebar, jadi dia masih pakai helm?

Netra Refal menatapnya membuat Lia berdehem mencoba menghindari pandangannya. Sejak kapan Lia salting di tatap Refal?

Sejak saat ini.

Refal berjongkok tiba- tiba membuat badan Lia termundur kecil. Refal membuka sepatunya sendiri membuat Lia mengangkat alis, setelah itu, ia melepaskan sepatu Lia satu persatu yang lagi-lagi membuat Lia kaget. Sejak kapan ia pakai sepatu beda warna begini?

Lia merutuk dirinya yang kesiangan tadi.

Lia dibuat kaget kembali, saat Refal memasangkan sepatu miliknya ke kakinya. Badan Lia mematung, jantungnya berpacu cepat, dan tangannya berkeringat.

Dan hatinya menghangat.

Jika begini caranya, bagaimana Lia akan konsentrasi saat Olimpiade nanti?!?!

Kepala Lia mendongkak mengikuti tubuh Refal yang berdiri, netra Lia melirik ke kakinya yang sudah terbalut sepatu besar Refal. Bibirnya berkedut ingin tertarik ke atas, namun dia tahan.

Hembusan napas kasar terdengar dari bibir Refal, ia melirik Lia yang menunduk enggan menatapnya lalu menepuk puncuk kepala Lia dua kali membuat Lia membelalak sempurna.

"Kacamatanya bagus," ujar Refal serak.

Asjghfjshkl!! Tenggorokannya terasa kering, ia menelan salivanya kasar, jantungnya berpacu cepat membuat Lia takut terdengar yang lain, sedangkan pipinya sudah merah padam.

Faldi sudah menganga, dengan wajah meledek, agak geli dan syirik melihat keuwuan di depannya dengan handphone yang sedari tadi setia merekam setiap detik kejadian luar biasa.

Tak hanya Faldi, siswa DR yang lewat pun menghentikan langkah mereka, menjadikan kejadian Refal dan Lia tontonan sarapan sebelum memulai pelajaran.

Tangan Faldi bergerak menarik Lia, membuatnya mengerjap tersadar.

"Ayo Lia!! Jangan terkena serangan kenangan masa lalu dari mantan!! nanti gak jadi olimpiade!!" Tarik Faldi membuat Lia mendelik atas ucapannya yang ngaco.

Bibir Lia berkedut, saat ia tidak sempat mengucapkan Terimakasih pada Refal karena Faldi menariknya cepat. Bibirnya kelu, terlalu blushing!!

"NENG - NENG HELM MAMANG!!!"

Tangan Refal menyodorkan helm yang tadi dikenakan Lia kepada Mamang Gojek yang mengejarnya sampai kesini.

"Ouh, ini. Terimakasih Aa." Ujar Mamang Gojek mengangguk yang dibalas Refal tersenyum tulus.

Netra Refal jadi melirik pada sepatu yang tadi dipakai Lia. "Hadeh."

***

Kaki Refal yang terbalut kaos kaki melangkah memasuki kelas merasakan dinginnya lantai. Sembari menjinjing sepatu beda warna kepunyaan Lia, Refal berjalan cepat namun geriknya kalah cepat dengan mata Ailee yang sudah menangkap semuanya.

“Lo napa anjir? Kebanjiran?” ujar Ailee terkekeh membuat Refal mendelik.

Bibir Refal berdecak, lalu meletakan telunjuk di bibirnya. “Jangan berisik lo!”

Refal mendudukan dirinya di kursi lalu menghembuskan nafas kasar. Ia bersender pada kursi, mencari posisi ternyaman.

Refal hanya merasa agak lelah hari ini.
Tiba-tiba semuanya pun senyap saat Bu Ayu datang. Refal jadi menegak karena takut ketahuan tidak pakai sepatu.

“Sekarang Olimpiade Matematika, kita doakan semoga menang ya,” ujar Bu Ayu.

“AAAMIINN,”

“ASYIIAPP,”

Bu ayu mengangguk lalu membuka buku absennya. Bu ayu mengabsen murid satu persatu.

“Duh seharusnya gue ikut olimpiade juga eung,” celetuk Alvin di baris depan membuat semuanya saling pandang lalu menyemburkan tawa.

“Alvin caper ey,”

“Apa si Vin?”

Ailee yang duduk di depan pun terkikik lalu jadi menegak menoleh pada Refal. Sekelabat pikiran setannya terlintas.

“Gue laporin mampus lo!” ujar Ailee tanpa suara membuat Refal melotot.

“Awas aja,” desis Refal pelan.

“Traktir pulang sekolah,” balas Ailee membuat Refal mendengus kasar.

Kenapa teman-temannya suka sekali traktiran? Cih.

“Iya.” ujar Refal membuat Ailee bersorak pelan.

Tangan Refal terangkat saat Bu Ayu memanggil namanya. Bu ayu pun terus mengabsen siswa. Kelas pun hening kembali saat Ezra Subagja dengan keras nyeletuk di bangku belakang Refal.

“Loh Refal gak pake sepatu?” celetuknya polos.

Semua perhatian pun tertuju pada Refal.



“Aish Subagja!”

**

ACCISMUS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang