34. LENGKARA

222 65 544
                                    

|
|
|
|
×
|
|
|
|
×
|
|
|
|
×
|
|
|
|
×
|
|
|
|
۰۪۫S۪۫۰۰۪۫T۪۫۰۰۪۫A۪۫۰۰۪۫R۪۫۰۰۪۫T۪۫۰

















×××

Sang kelabu kini terus menguasai indahnya langit, lalu warna biru yang indah tertutup rapat tanpa celah seolah tak di beri kesempatan untuk menunjukkan diri.

Lalu warna kelabu itu terus menggembara ke sana ke mari, menguasai seluruh penjuru di setiap sisi langit.

Seperti suasana hati Haruto, kini tengah kelabu karena kebingungan dan cemas.

"Ga mungkin kan? Tadi bukan suara bang Jaehyuk kan? Yang tadi salah sambung doang kan pasti!" monolog Haruto yang masih fokus menyetir.

Matanya menatap jalanan di depan sana dengan hampa, kini seisi hatinya tengah di penuhi dengan segunduk gundah dan gelisah.

Haruto tengah kebingungan, bahkan berkali-kali ia menghela napas kasar kemudian kembali mengatur napasnya agar tidak terlalu memburu.

"Tenang...... Tenang...... Istighfar Haruto, jangan sampe kebawa emosi dan lepas kendali," ucapnya lagi, lalu ia kembali melajukan mobilnya dengan tenang seperti pada umumnya.

Hatinya tengah berisik karena ia terus menerus menyebut nama Allah, Haruto berdzikir sebanyak mungkin untuk meminta perlindungan kepada Allah, dan agar ia tak lepas kendali.

"Gua ke rumah dulu deh," ucapnya lagi, lalu ia memutar arah menuju rumahnya, niatnya untuk survey tempat usaha kini ia singkirkan untuk sekarang.

Selama dalam perjalanan Haruto terus berdzikir, berharap semuanya baik-baik saja, berharap tak menemui kabar buruk, dan berharap agar kecemasan dan prasangka buruknya ini cepat hilang.

Ketika sampai di halaman rumahnya, Haruto keluar dari mobil dan melangkahkan kakinya dengan terburu-buru, bahkan ia tak memarkirkan mobilnya dengan benar.

Ketika Haruto sudah memasuki rumahnya, ibu dan pacarnya itupun terlihat terkejut lalu berdiri dari duduknya, "Haruto kamu kemana aja? Kenapa blokir nomor mamah?" tanyanya.

Dada Haruto turun naik karena tengah menahan amarah, entahlah hanya saja ia selalu emosi ketika melihat ibunya yang selalu bersama-sama dengan ayah Jaehyuk itu.

"Bu Jiso, gimana keadaannya?" tanya Haruto tiba-tiba, lalu ayah Jaehyuk mulai menundukan kepalanya dan menghela napas.

"Sini duduk dulu," ajak ibu Haruto, namun ajakan itu Haruto tepis mentah-mentah.

"SEKARANG KEADAAN BU JISOO GIMANA?! ucap Haruto dengan nada tinggi, kini pertahanan nya mulai runtuh.

Haruto benci otaknya yang selalu mengatakan bahwa akan ada hal buruk di depan sana, dan mengisyaratkan Haruto untuk pergi berlindung.

Namun Haruto tak ingin pergi, ia ingin menghadapi, walaupun akan terasa sangat pahit.

"Kemarin bu Jisoo wafat, pagi-pagi."

Lalu kedua mata Haruto membulat sempurna, kini air matanya mulai bercucuran deras layaknya hujan badai.

"I-ini gak bener kan? Bu Jisoo cuma masih di rawat aja kan gak sampe meninggal, iya kan mah?!" tanya Haruto kepada ibunya, namun ibu Haruto hanya menghela napas seraya mengelus punggung Haruto.

[✔︎] Payung Kertas || 𝐖𝐚𝐭𝐚𝐧𝐚𝐛𝐞 𝐇𝐚𝐫𝐮𝐭𝐨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang