•••
"Kalau gue bilang gue pernah bunuh orang, lo bisa percaya gak?
Jaki mengerjapkan matanya dua kali, pemuda itu terdiam beberapa saat sambil berusaha mencerna apa yang dikatakan Maheesa. Sedangkan suara hujan di luar sana menjadi backsound yang memecah keheningan diantara keduanya.
Setelah lima hari menutup diri dan memutuskan bungkam, apakah kali ini akhirnya ia akan membuka suara dan mulai bercerita?
"Gak percaya."
Sahut Jaki pelan, ia tentu terkejut mendengar penuturan Maheesa yang bisa dibilang blak-blakan.
"Kenapa gak percaya?"
"Mana mungkin lo bunuh orang, Bang."
Maheesa tersenyum tipis, dia beranjak dari duduknya untuk menyalakan lampu kamar. Lalu pemuda itu mengambil buku bersampul biru yang ada di nakas. Ia menghampiri Jaki yang masih kebingungan.
"Jaki ... kalau disuruh pilih antara balik ke masa lalu atau melupakan masa lalu, lo pilih yang mana?"
Tampak berpikir sejenak, Jaki lalu menjawab dengan lantang, "Melupakan masa lalu."
"Alasannya?"
"Karena gue mau membuka lembaran hidup baru dan melupakan hal-hal buruk yang sudah terjadi. Tapi kalau bisa sih, gue mau tetap mempertahankan kenangan-kenangan baik. Contohnya, selama kita bertujuh berteman, saling bercerita tentang apa yang terjadi hari ini juga ngeledek satu sama lain. Memori itu yang gak akan mau gue lupain, Bang."
"Dan alasan lainnya, mana mungkin kita bisa balik ke masa lalu, Bang. Iya sih, ada yang namanya time traveler, orang-orang yang bisa menjelajah waktu. Tapi untuk kondisi saat ini, kita cukup berpikir realistis. Hidup tuh gak usah banyak menghayal, karena gak semua hal yang kita bayangkan bisa terlaksana dengan mudah---semudah membalikkan telapak tangan."
Setelah menjawab, Jaki mengernyit kebingungan sebab Maheesa menanyakan hal yang menurutnya terdengar aneh, "Kenapa lo nanya begitu sih?"
Maheesa mengangkat buku Series Of Memories milik mendiang Shana. Ia tersenyum tipis, "Tapi kalau semisal lo punya kesalahan besar di masa lalu apakah lo bakal memilih untuk melupakan yang sudah terjadi daripada berharap bisa mengulang waktu untuk memperbaiki?"
Jaki terdiam.
"Benar apa yang lo katakan tentang berpikir realistis. Gue setuju. Tapi, semisal dikasih kesempatan untuk memilih dua opsi tadi, apakah lo bakal tetap memilih melupakan masa lalu?"
"Gue gak bisa milih."
Maheesa menghela nafasnya, dia sibuk mengamati buku yang tengah dipegang, tangannya meraba sampul dengan font emas yang dicetak. Keluaran khusus, hanya ada satu model buku seperti ini. Hanya milik Shana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓
Jugendliteratur[SUDAH DIBUKUKAN] ❝Semenjak kamu pergi, definisi rumah yang hangat juga ikut menghilang. Tidak ada lagi yang memberi tempat berteduh kala hujan desember datang, tidak ada lagi yang mengobati goresan lukaku dengan plester cokelat muda yang selalu kam...