05. Ruang Hati

2.2K 524 389
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Kisah cinta memang terkadang lucu, ada yang bertepuk sebelah tangan dan ada pula yang sama-sama mencintai tapi tidak bisa dipersatukan.

Manusia memang tidak bisa menebak siapa jodoh mereka, perjalanan panjang yang penuh lara dan patah itulah yang akan membawa mereka menemukan sebuah rasa yang dinamakan cinta.

Maka tersesat dalam perjalanan adalah hal wajar. Berulang kali kita akan berlabuh, berulang kali kita akan merasa nyaman, berulang kali pula kita akan memutuskan untuk pergi. Entah karena tempatnya sudah tidak cocok atau memang dipaksa keluar.

Kendati begitu, apakah karma benar-benar ada?

Coba tanyakan Maheesa.

Lelaki yang suka sekali berlabuh dari hati yang satu ke yang lain. Katanya sih mencari cinta sejati, namun yang dia lakukan hanya menyakiti. Maheesa masih suka bermain-main dengan perasaan, yang menurutnya menarik pasti akan dia coba dekati. Banyak memberi rayuan-rayuan sampah ke sembarang perempuan.

Sama seperti halnya kupu-kupu, dia akan mendekati bunga yang terlihat menarik lalu mengambil sarinya, setelah sari itu habis dia akan mengembara pergi mencari bunga lain, dan tak pernah kembali.

Seolah Tuhan sedang memberinya tamparan, Maheesa kini merasakan apa itu patah hati yang sebenar-benarnya.

Dari awal perjalanannya, dia hanya menjadi tokoh yang dicintai. Awalnya dia pikir mencintai seseorang itu hanya omong kosong belaka, hanya diberi sedikit perhatian dan rayuan maka perempuan akan merasa nyaman, dia memang berhasil---berhasil membohongi dirinya sendiri.

Namun baru kali ini, dia tidak mampu meluluhkan hati perempuan hanya dengan taktik itu.

Renjani berhasil memberinya tamparan keras, memberikannya pelajaran tentang semua konsekuensi yang harus ia dapat. Mengenalkan dia pada rasa lara dan patah tapi tidak berdarah.

"Gue suka sama Aksa."

Kala itu Maheesa yang tengah memotong daging mendadak terdiam. Bak disambar petir siang bolong, Maheesa tidak bergerak sama sekali. Renjani seolah dengan terang-terangan menusuknya tepat di dada dengan pisau yang dia genggam. Rasanya sesak dan sedikit mual, Maheesa kemudian memberanikan diri menatap wajah Renjani.

"Lantas, Aksa tahu lo suka dia?"

Kalimat itu pun terlontar. Renjani menggeleng sendu, "nggak, gue nggak berani bilang."

Dalam hati Maheesa berkata, "baguslah, berarti belum terlambat."

"Gue boleh minta nomor Aksa gak?"

Harusnya saat itu Maheesa tidak memberikan nomor Aksa pada Renjani dan bilang bahwa dia tak punya. Kalau perlu harusnya Maheesa menjelek-jelekkan Aksa saja di depan Renjani tentang kelakuannya.

Terlambat.

Maheesa memang kalah, dia harus sadar diri kalau Renjani menyukai lelaki lain.

Tapi apa salahnya mencoba? Dia hanya ingin meyakinkan dirinya lagi.

Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang