•••
Ketika matahari sudah bergulir ke ufuk barat dan lampu-lampu penerang jalan mulai dinyalakan, saat itulah Malioboro melipatgandakan daya pikatnya dengan magis.
Sepanjang satu setengah kilometer di kawasan Malioboro, jalan memang diperuntukkan untuk pejalan kaki, kendaraan beroda empat tidak diperkenankan melintas. Saat itulah banyak dijumpai delman, bahkan becak yang sudah dimodifikasi.
Kawasan Malioboro malam hari memang ramai terlebih lagi malam minggu. Para wisatawan yang sengaja datang untuk berlibur tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencoba menaiki delman atau andong mengelilingi Malioboro.
Toko-toko besar di pinggir jalan juga saling mencoba memikat para pelanggan, angkringan dan bahkan tempat makan lesehan terjejer rapi. Beberapa makanan tradisional seperti gudeg, lumpia, dan soto ayam. Aneka minuman seperti wedang ronde dan kopi joss yang unik sebab berupa kopi hitam yang diracik gula dan air panas lalu dicelupkan potongan arang panas. Diberikan nama "joss" karena saat arang panas di celupkan ke dalam kopi menimbulkan suara "joss". Salah satu arang yang bisa digunakan untuk kopi joss adalah arang yang terbuat dari kayu sambi.
Dalam ramainya suasana, Maheesa menggenggam erat tangan Renjani, melangkahkan kaki dengan derap yang seirama. Pemuda yang memakai kaus putih dan dibalut dengan jaket denim itu nampak begitu tampan. Dan sialnya, Renjani dibuat terpana sebab tiba-tiba saja Maheesa melepas jaketnya, meninggalkan kaus putih dengan lengan pendek lalu mengusak rambutnya sehingga acak-acakan. Gak sopan, bikin jantung rasanya melompat keluar. Batin Renjani.
"Renjani, coba tebak, jalan, jalan apa yang selalu mentok?"
Renjani berpikir sejenak. "Jalan buntu?"
"Salah."
"Lah, terus apa?"
"Jalan hatiku yang mentok dihati kamu. Iya, kamu."
Renjani tak bereaksi apapun selain memukul pelan bahu pemuda di sampingnya. "Gak jelas banget, tahu gak."
Tak menyerah, Maheesa kembali melakukan aksinya. "Kamu tahu gak? Malam, malam apa yang menakutkan?"
"Malam Halloween?"
"Salah besar."
"Yang bener itu, malam-malamku tanpa kamu."
Semesta, Renjani rasanya ingin terbang saja. Dengan degup jantung tak karuan, ia mengumpat kesal, "Maheesa Partha, kamu diciptakan Tuhan itu buat apa sih? Kenapa kerjaannya gombalin terus?"
"Buat jagain Dek Renjani."
"Mulai lagi, ih! Gak habis-habis deh!"
"Tapi suka, 'kan?"
"Enggak!"
"Jani jangan marah-marah, takut nanti lekas tua." ujarnya dengan nada seperti lagu Dinda milik Masdo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓
Teen Fiction[SUDAH DIBUKUKAN] ❝Semenjak kamu pergi, definisi rumah yang hangat juga ikut menghilang. Tidak ada lagi yang memberi tempat berteduh kala hujan desember datang, tidak ada lagi yang mengobati goresan lukaku dengan plester cokelat muda yang selalu kam...