•••
Bau petrichor menyeruak seiring bertemunya tetes air pada jalan. Orang-orang mulai menepi dan menghentikan aktivitas mereka sementara, Juanda salah satunya. Lelaki itu sengaja menjulurkan tangan, genangan air kecil ditelapak tangan serta dingin yang mulai menyentuh raganya membuat Juanda bergeming sejenak. Dia suka hujan.
Kalau saja hari ini tidak ada jadwal latihan band pasti Juanda akan menerjang hujan itu, sengaja membasahi diri dan menari di bawahnya. Negaranya hanya punya dua musim jadi hujan adalah hal terindah nomor satu.
Juanda menutup mata sejenak, tepukan di bahunya membuat ia menoleh ke belakang. "Ayo pergi, gue bawa payung dua."
Dia Maheesa. Kala hujan Maheesa memang selalu bisa diandalkan. Juanda lantas menerima payung transparan itu, mereka melangkah ke seberang jalan. Niatnya sih ingin pergi ke gedung latihan tapi Maheesa malah berbelok arah.
Juanda menyeimbangi langkah Maheesa yang lebar, "kenapa belok?" tanyanya kebingungan.
"Kita jemput Sean ke rumah sakit."
Juanda memberhentikan langkahnya. "Rumah sakit?" ulangnya.
"Lo nggak buka ponsel seharian?" cepat-cepat Juanda mengeluarkan handphonenya. Memang benar dirinya tidak membuka aplikasi berbagi pesan dari pagi.
"Sean keserempet pas pulang." jelas Maheesa.
Juanda merutuki dirinya yang ketinggalan berita sepenting itu. Berhubung rumah sakitnya dekat, mereka hanya perlu berjalan beberapa menit. Toh karena hujan, lelahnya jadi berkurang.
Maheesa dan Juanda menghampiri bangsal dimana Sean berada. Di sampingnya ada Riki yang sudah berlinang air mata. Juanda melirik ke arah Riki yang menunduk sedari tadi, lagi-lagi batin Juanda.
Sean memejamkan matanya, tapi yang jadi perhatian adalah kaki kanannya yang dibalut perban. Anak itu terluka padahal sebentar lagi ada pertunjukan yang harus mereka lakukan.
Maheesa melipat tangannya, bertanya dengan nada yang dingin ke arah Riki yang enggan berkontak mata, "kenapa lagi?"
Lagi. Kata yang tepat karena sudah berulang kali Sean terluka dan ini yang terparah.
Riki tersentak padahal Maheesa tidak membentak. Juanda yang takut Maheesa meluapkan emosinya langsung mengambil alih Riki.
"Biar gue yang ngomong sama dia."
Saat Juanda membawa Riki menepi pergi, dari arah luar Jaki menyusul dengan tubuh basah kuyup. Jelas-jelas bocah itu menerjang hujan. "What happened?" Juanda memberi kode pada Jaki untuk pergi ke bangsal Sean dan menanyakan itu nanti.
Jaki paham, Juanda sedang menginterogasi Riki. Dia segera menyusul Maheesa dan ternyata Sean sudah bangun.
"Bro? Are u ok?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓
Teen Fiction[SUDAH DIBUKUKAN] ❝Semenjak kamu pergi, definisi rumah yang hangat juga ikut menghilang. Tidak ada lagi yang memberi tempat berteduh kala hujan desember datang, tidak ada lagi yang mengobati goresan lukaku dengan plester cokelat muda yang selalu kam...