03. Semesta Bersuara

2.6K 562 421
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••


Terik matahari tidak menyurutkan langkah Satya untuk segera pulang, tujuannya cuma satu. Dia merindukan adik perempuannya. Satya bahkan membeli satu box besar es krim tiga rasa. Jysa suka sekali makanan dingin yang manis itu.

Satya sering kali tidak menghiraukan cemooh orang lain tentang adiknya. Tentang bagaimana adiknya yang berbeda, dengan segala kekurangannya.

Umur mereka hanya terpaut tiga tahun, Jysa harusnya sudah mengenyam bangku SMA seperti teman seumurannya. Karena keistimewaannya Jysa hanya mengikuti home schooling.

Kakinya terhenti tepat di depan gerbang. Satya membukanya perlahan, Jysa yang nampaknya tengah bermain di taman depan menyambutnya dengan gembira. Tangannya penuh tanah, begitu juga wajahnya yang kotor. Satya tergelak, dia mengusak rambut Jysa, menyingkirkan tanah yang asik terdiam disurainya.

"Abanggg!!" teriaknya gembira.

"Kenapa main tanah? Kan kotor," Satya berdecak pelan sambil sibuk memunguti butiran-butiran pasir yang melekat. Dia membersihkannya dengan telaten. Jysa masih sibuk menggelayuti pinggang kakaknya. Terlalu erat, tidak mau dilepaskan bak takut kalau Satya dibawa pergi oleh monster yang selalu datang di mimpinya.

"Jysa tadi buat istana pasir tapi roboh diancurin Goji. Hari ini dia ganggu Jysa terus bikin kesel aja ih!"

Satya mencubit pipi adiknya gemas. "mungkin dia lagi pengen diajak main." Pemuda itu lantas memegang pundak Jysa dan mendorongnya pelan untuk masuk ke rumah. Tapi Jysa tiba-tiba saja memekik kesakitan. Satya buru-buru menyingkap lengan bajunya, di sana ada legam kebiruan seperti bekas pukulan.

Jysa justru langsung menutupinya dan tersenyum lebar, "tadi kepentok meja hehe, udah nggak sakit kok."

Satya menjatuhkan box es krim yang dibawanya. Dengan nafas memburu karena terlanjur marah dia masuk ke rumah. Langkahnya berdentum. Tapi Jysa malah mencegah Satya, dia memegang kakinya sambil menangis, "jangan, Jysa nggak apa-apa. Jangan marah."

Pemuda itu melepaskan cekalan tangan Jysa. "Kenapa kamu nggak bilang Abang?"

"Jysa salah, Jysa buat mama marah, Jysa anak nakal."

"Nggak," Satya menyangkal, "di mana mama?"

Jysa tetap saja menangis dan meminta Satya untuk tetap di sini. "Jysa pengen main sama Bang Satya."

"Ini udah keterlaluan Jysa!"

Sadar telah membentak adiknya, Satya buru-buru menghapus jarak dan memeluk adiknya yang menangis hebat sampai sesenggukan.

Jysa berkata dengan terbata-bata, "janhan malah, Isa yang salah." (Jangan marah, Jysa yang salah)

Satya meminta maaf berulangkali, jauh dalam lubuk hatinya dia ingin menemui mamanya dan meminta kejelasan tentang luka yang diterima Jysa.

Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang