40. Sampai Jumpa!

2.2K 305 339
                                    

Titik Nol Kilometer JogjaL a s t C h a p t e r40

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Titik Nol Kilometer Jogja
L a s t C h a p t e r
40. Kini, Sampai Jumpa!


BERKISAH perihal Maheesa, selama 22 tahun hidup, dia telah cukup banyak mengerti tentang berbagai konspirasi alam semesta, luka yang bermacam-macam warna, juga timbal balik dari sekecil apapun perbuatan yang akan datang membawa balasan.

Awalnya ia pernah berpikir jika kelahirannya memang tak diharapkan. Stigma orang-orang yang mengatakan dirinya anak haram sempat menjadi masalah terbesar saat ia menginjak sekolah dasar.

Ayahnya yang suka mabuk-mabukan, ayahnya yang gemar main tangan juga pandai bermain hasrat dengan wanita lain. Barangkali bagi Maheesa, rumah kala itu bukan tempat yang layak untuk disinggahi. Meski badai terus menerpa, hati kecilnya senantiasa berkata bahwa semuanya akan lekas baik-baik saja.

Maheesa tahu, sang mama juga sudah muak menjalani hubungan pernikahan yang terpaksa ini. Tapi apa yang bisa beliau perbuat selain ikhlas menjalani? Sebab dari awal mereka tercipta karena kesalahan. Sebuah malam yang menghantarkan keduanya untuk duduk di pelaminan dan mengikat janji sehidup semati tanpa berlandaskan cinta.

Saat itu martabat orang tua masih dijunjung tinggi, mereka tidak mau menanggung malu hanya karena mama Maheesa hamil di luar nikah tanpa seorang suami. Demi kesepakatan bersama, mereka akhirnya dijodohkan.

Sayangnya, hubungan tanpa berlandaskan cinta sama saja terasa lara.

Berbagai macam bentuk kekerasan pernah hinggap dalam raga Maheesa sewaktu kecil, tak hanya pukulan atau cuma tamparan, sang ayah yang saat itu dikendalikan alkohol bahkan sempat bersumpah serapah---mengatakan bahwa Maheesa anak tidak berguna, anak pembawa kesialan.

"Dasar anak sial, seharusnya kamu mati saat dilahirkan!"
"Ini semua salah kamu, kalo saja kamu gak hidup, pasti mamamu gak akan menderita seperti ini."
"Jangan panggil saya dengan sebutan Bapak!"
"Anak haram seperti kamu memang pantas menderita!"

Perkataan demi perkataan selama ini menumpuk dalam diri, Maheesa awalnya percaya bahwa ia bisa menyimpannya sendirian, tapi rasa ketakutan itu semakin lama semakin menumpuk pada akhirnya meledak hingga menyebabkannya tak bisa lagi mengendalikan dirinya sendiri.

Bukan hanya Maheesa, sang mama juga menjadi korban. Kekerasan dalam rumah tangga rasa-rasanya adalah makanan sehari-hari mereka. Dan lebih pedihnya, sang ayah akan menjadi manusia paling munafik dengan berlagak baik saat jamuan antar keluarga.

Rasa-rasanya, Maheesa ingin sekali membungkam mulut mereka yang mengatakan bahwa keluarganya lah yang paling bahagia seolah tidak ada masalah. Lebih-lebih lagi ketika ayahnya selalu memaksa mereka tuk tersenyum dalam sebuah potret yang akan dipamerkan. Palsu, semuanya palsu. Namun, Maheesa tak bisa berbuat apa-apa, sang mama juga menata apik topengnya.

Berakhir di suatu malam, ketika baru saja ia merasakan kehilangan yang hebat atas kepergian Shana, ia juga merasakan kehilangan lagi atas kematian mamanya.

Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang