22. Tuan di Penghujung Malam

1K 285 499
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Selayaknya hari-hari lain di bulan Desember, hujan selalu datang kembali. Aroma petrichor sudah menjadi hal yang tak asing, berbaur dalam ramainya hiruk pikuk kota. Sialnya, hujan turun pada waktu yang kurang tepat. Ketika baru saja menyelesaikan kelas, Renjani terpaksa harus menunggu hujan reda untuk pulang. Alhasil perempuan itu berdiri di area parkir, mengamati satu persatu orang-orang mulai menerjang hujan dengan payung yang mereka miliki.

Seperti pepatah, sedia payung sebelum hujan. Seharusnya Renjani membawa payung lipat untuk berjaga-jaga, terlebih lagi akhir-akhir ini sering hujan. Padahal Adisthi juga selalu mengingatkannya. Namun, Renjani tak pernah mendengarkan.

Menjulurkan tangannya dan menadah hujan, perempuan itu dibuat sedikit tergelitik ketika air hujan yang dingin menyentuh pori-pori kulitnya.

"Ngapain di situ sendirian?"

Celetukan itu membuat Renjani menghentikan aksi menadah hujan. Ia menoleh ke sumber suara. Maheesa dengan payung transparan yang selalu dia bawa tengah berdiri tepat di depannya.

"Nungguin hujan reda."

Tanpa ba-bi-bu, Maheesa lantas menghampiri Renjani dan memayunginya, "Hujannya bakal awet. Ayo pulang."

Renjani tidak bisa menolak, toh dia sudah menunggu lama berharap hujan reda namun sepertinya tidak ada tanda-tanda jika hujan akan segera berhenti.

Perempuan itu berdiri tepat di samping Maheesa, mereka melangkahkan kaki seirama pun percikan-percikan air yang tercipta oleh langkah demi langkah. Mereka berdua berjalan seiringan.

"Lo suka hujan?" tanya Maheesa.

"Iya---eh enggak juga sih. Biasa-biasa aja. Lo sendiri suka hujan, Kak?"

"Jujur, enggak."

"Loh, kenapa?"

"Banyak momen-momen buruk yang terjadi saat hujan, yang buat gue kembali terjebak pada masa-masa terkelam. Bukan itu aja, gara-gara hujan, Jaki jadi sering kehujanan waktu nganterin pizza, Riki jadi suka hujan-hujanan sampe akhirnya sakit, Sean harus masukin semua sangkar burungnya ke dalam rumah, Juanda alergi dingin, karena hawa dingin dia gampang sakit. Gara-gara hujan, pakaian yang dijemur Jayden jadi basah karena dia jarang pulang ke rumah. Terus gara-gara hujan, Satya harus menghadapi adeknya yang tantrum karena pengen main hujan padahal dia rawan sakit. Mereka jadi kesusahan, gue gak suka."

"Gara-gara hujan, gue jadi keinget sama Shana." ujar Mahesa dalam batinnya.

Renjani tertegun mendengar penuturan Maheesa. Dia lantas menyeletuk. "Tapi itu kan urusan mereka, kenapa lo yang ambil pusing?"

"Gue tahu rasanya kesusahan. Gak enak."

"Kenapa lebih mentingin orang lain daripada diri lo sendiri sih, Kak?"

Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang