31. Yogyakarta, Rumpang

859 258 372
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Juni, 2015.

Lapangan basket, dibulan Juni yang gerimis.

"Kalau kamu putusin aku, aku bakalan bunuh diri, buat apa aku hidup tanpa kamu?"

Maheesa nyaris tak bisa berkata-kata lagi saat Karin dengan terus terang mengatakan kalimat itu padanya. Barangkali sudah terlalu muak menghadapi rasa egois sang gadis, pemuda itu memilih memutar badan dan berlalu pergi.

Rupanya sifat tak pantang menyerah sudah melekat erat dalam raga Karin Pradipta. Ia lantas mengejar langkah Maheesa Partha sembari terus mengancamnya.

"Dalam hitungan ke tiga, kalau kamu nggak berbalik. Aku akan menggorok leherku sendiri!" bukan sekedar main-main, Karin benar-benar menempelkan cutter tepat di perpotongan lehernya.

"Satu."

Maheesa kukuh dengan pendirian, ia tak berbalik bahkan menoleh sekalipun saat Karin dengan berani melakukan aksi yang sangat nekat. Gerimis kala itu seakan ikut menyoraki sikap tak acuhnya.

"Dua!"

Kepalan tangannya makin erat seiring suara Karin memenuhi ruang pikiran. Meski rasa takut sekelebat datang, Maheesa tetap meyakinkan dirinya bahwa Karin tidak akan seberani itu untuk menghabisi nyawanya sendiri. Ini hanya manipulasi yang dia lakukan agar Maheesa tetap bersamanya.

"Kamu mau aku mati? Maheesa!"

Langkah Maheesa terhenti, masih dalam posisi membelakangi, pemuda itu bersuara, "Kita sudahi saja, Rin."

Sang gadis menolak mentah-mentah, "Enggak. Aku gak mau!" sergahnya.

"Cukup, Karin! Saya sudah gak tahan menghadapi semua sikap keras kepala dan ego kamu yang tinggi. Kamu bahkan gak kasih saya waktu buat bernafas sebentar untuk sekedar melakukan apa yang saya mau tanpa embel-embel izin dari kamu. Harus saya jelasin semua? Kamu bukan orang yang berhak mengatur atau memerintah saya. Pengekangan yang kamu lakukan ke saya itu yang bikin saya muak. Sampai saya sempat bertanya-tanya, manusia mana yang bisa bertahan menghadapi sikap kamu?"

"Saya bukan manusia yang bisa diperbudak. Selama ini, saya berusaha bertahan menghadapi kamu, Karin Pradipta, perempuan yang ingin semua kemauannya dituruti. Saya bahkan masih ingat waktu kamu terang-terangan menyuruh saya meminum air pel lantai di tengah lorong kelas yang ramai, katamu kalau saya tidak meminumnya berarti saya tidak mencintai kamu? Hingga dengan bodohnya saya terpaksa meminum air itu. Dan kamu nggak pernah tahu, selepas pulang sekolah, saya masuk rumah sakit karena keracunan."

"Bukan itu saja, pertengahan semester kemarin saya harus menemani mama saya yang sakit-sakitan. Tapi kamu dengan egoisnya menyuruh saya untuk ke rumah kamu dengan alasan kalau kamu sedang demam tinggi dan harus ke rumah sakit padahal itu cuma bualan semata. Saya gak tahu niat kamu melakukan itu. Tapi, Rin. Andai kamu ngerti latar belakang keluarga saya yang nggak harmonis, seandainya saya gak menemui kamu hari itu, mungkin aja mama gak akan melakukan sesuatu yang nekat."

Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang