04. Sederhana Tapi Bermakna

2.5K 482 442
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Juanda berkacak pinggang sambil mengamati rumah di depannya. Dia sudah sampai ke tempat sang pujangga, namun yang dicari entah kemana. Berulang kali dia menekan bel rumah tapi tidak ada sahutan, bubble chat yang dia kirimkan tiga puluh menit lalu pun tak kunjung mendapat balasan.

Kanna memang punya satu kebiasaan buruk, dia seringkali bangun kesiangan. Bahkan kalau diingat-ingat kembali, waktu ospek dulu dia ada dibarisan para mahasiswa yang telat dan mendapatkan hukuman. Juanda termasuk di dalamnya. Tapi hanya Kanna satu-satunya mahasiswi, memalukan jika diingat. Meskipun begitu, hal-hal yang aneh justru lebih melekat dalam ingatan.

Melaksanakan hukuman yang sama, berdiri di depan tiang bendera dengan matahari yang beranjak naik. Peluh keringat membanjiri, kaki-kaki yang lelah menopang, dan tangan yang mulai kebas.

Yang paling Juanda ingat ketika Kanna masih terlihat segar dan kuat dibandingkan yang lain. Padahal dia perempuan, Kanna lebih dari yang dibayangkan.

Bahkan saat salah satu diantara mereka terlihat hampir pingsan dan pucat, Kanna berteriak lantang pada kakak tingkat yang memang mengawasi mereka, "maaf lancang, tapi mas-mas baju biru itu kayak mau pingsan. Sebelum muncul korban saya minta lebih baik diganti saja hukumannya!"

Juanda yang kala itu lemas mengalihkan perhatiannya. Melihat bagaimana Kanna masih dalam posisi yang sama namun suaranya begitu lantang. Dia cepat-cepat menegakkan tubuhnya, masa iya kalah sama perempuan?

Semenjak saat itu, Juanda sengaja berkeliling demi mencari Kanna. Menggali informasi tentang jurusan yang dia pilih, tempat biasa dia nongkrong pun tak luput dari perhatiannya.

Hingga sampailah dia pada titik ini. Menjadi pacar Kanna.

Akhirnya Juanda terpaksa memanjat pagar rumah---terdesak waktu---tapi baru saja dirinya sampai di atas, gerbang justru dibuka, sontak Juanda mengeratkan pegangan.

"Eh eh!!" Juanda hampir saja terjatuh kalau dia tidak segera memberitahu Kanna, "jangan ditarik!"

Kanna mengernyit, masih dengan tampilan baru bangun tidur, gadis itu mendongak ke arah suara. "Juan? Ngapain kamu?"

Juanda buru-buru turun, melompat dengan hati-hati lalu menggosokkan telapak tangan yang kotor, lelaki itu menggaruk tengkuk karena malu kepergok, "bangunin kamu. Lagian disautin nggak jawab. Udah siang nih."

Kanna merentangkan tangan lalu menguap tepat di depan wajah Juanda. Bau semerbak seketika membuat Juanda terkejut dan memilih menutup hidung. "kamu abis makan pete?"

Gadis itu meringis pelan, "nasi gorengnya enak, lain kali beliin lagi ya."

"Perasaan aku mesen nasi goreng ati ampela, tapi kok bau pete?"

"Aku tambahin sendiri. Lagian enak banget tahu pake pete, kapan-kapan kamu harus cobain."

Kanna memang yang berbeda.

Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang