08. Radarku Kehilanganmu

1.6K 406 386
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Bel berdering nyaring di penjuru lorong-lorong kelas, waktu istirahat yang dinantikan para siswa akhirnya datang. Shana telah menyelesaikan kelas sainsnya, dia keluar dari lab dengan menenteng buku dan beberapa jurnal.

Ketika Shana hendak menuju ruang kelasnya, Pak Tama tiba-tiba saja memanggil dia dan mengajaknya mengobrol di depan ruangan BK. Shana memang ingin konseling mengenai beberapa masalah yang mengganggunya akhir-akhir ini. Barangkali Pak Tama punya solusi.

Beliau bahkan tidak risih jika masalah yang Shana hadapi adalah percintaan remaja labil. Pak Tama tidak sungkan untuk memberikan beberapa wejangan dan pelajaran penting yang harus diketahui jika kita mulai menyukai seseorang.

"Bapak tahu, kamu dan Maheesa memang sudah pacaran lama. Bapak juga diam-diam perhatikan kalian loh, sejauh ini sih kalian gak neko-neko ya, masih dalam batas wajar. Tapi Shana tahu dari awal gimana watak Maheesa bukan?"

Shana mengangguk, "dia bilang mau berubah, Pak. Shana pikir Maheesa memang mau berusaha memperbaiki kelakuannya. Shana gak pernah ngelarang Maheesa untuk deket-deket cewek lain tapi dia terlalu sibuk sama yang lain sampe lupa ceweknya sendiri, hahaha."

Tama mulai menaruh perhatian pada masalah anak muridnya ini---meskipun mereka belum dewasa dan kisah cintanya pun masih sangat amat labil, "jarak umur kita nggak jauh beda lho, Shana. Bapak masih umur 24 tahun. Nah, bapak dulu juga pernah jatuh cinta sama temen cewek yang sekelas. Sederhana, bapak suka dia karena suaranya sangat lucu."

"Terus, bapak ngungkapin perasaan ke dia gak?"

Tama menggeleng, "waktu itu bapak nggak terlalu yakin sama perasaan bapak sendiri. Jujur saja, bapak kurang berani. Jadi daripada nantinya menyesal atau hubungan malah semakin renggang lebih baik dipendam."

Shana tergelak, "kirain Pak Tama paling berani kalau soal tembak cewek."

"Ya, waktu itu bapak juga masih labil, tapi untung saja namanya jodoh memang gak akan kemana. Dia akhirnya jadi pendamping sehidup semati. Walaupun dulu rasanya hampir mustahil perjuangin dia."

"Kenapa mustahil?"

"Istri saya orang yang lebih tertutup, orang tuanya bener-bener mengawasi dia, papa dan mamanya sangat ketat menjaganya, alasannya sih takut sang anak terjerumus dalam pergaulan bebas yang makin sekarang makin marak dilakukan. Perjuangannya memang gak main-main, saya terus diintrogasi mengenai latar belakang keluarga, bahkan sampai pekerjaan orang tua. Waktu itu saya berusaha sekeras mungkin untuk mencari pekerjaan yang tetap karena saya berasal dari keluarga menengah ke bawah. Itu semua dilakukan mertua karena istri saya adalah anak tunggal alias satu-satunya. Jadi nggak heran."

Titik Nol Kilometer Yogyakarta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang