"Kalo dipikir-pikir, ini kayaknya bukan warung deh, Jun."
Junhoe yang sedang merapikan beberapa stok mie instan tak banyak menyahuti perkataan kekasihnya. "Terus harusnya apa?"
"Mabes."
"Hah?"
"Markas besar," jelas Rose yang sudah menghabiskan tiga bungkus biskuit gandum. "Soalnya ini tempat ada aja yang dateng. Buat ngumpul, nongkrong, gibah."
"Fungsi lain warung kan emang itu." Junhoe sudah ikut bergabung dengan Rose. Ia mengulurkan larutan rasa jambu batu untuk kekasihnya. "Itu ada berapa cikinya?"
"Ada 51, biar genap aku makan satu. Jadi 50."
Junhoe mengangguk. Ia menulis yang Rose katakan. "Bayar dua rebu," tagih Junhoe yang memang jiwa rentenirnya tak pandang bulu. "Kamu kemaren aja ngambil es krim yang bayar malah aku."
Rose mengangguk. Hanya mengangguk, tetapi yang bayar tetap Junhoe. Iya, June juga bayar kalo nyomot makanan. Walaupun kadang jika jiwa begalnya sedang aktif, lelaki itu tetap mencolong beberapa makanan atau memasukan ke dalam bon hutang Mba Hyesun.
"Jun, kopi dong." Wonwoo tiba-tiba saja datang, laki-laki itu sudah duduk lesehan di depan warung, mengambil beberapa kardus ale-ale untuk dijadikan meja laptop. "Sama rokok."
"Bang, gue bilangin Mami lo!" ancam Rose yang masih asik menikmati jajanan di warung. "Si Jeka aja kena omel gara-gara ngerokok."
"Jeka dicepuin Dahyun, kalo gue bebas," balas Wonwoo yang membuja laptopnya. "Eh, Bang Hongseok belum dateng ye?"
"Belum," jawab June yang datang memberikan kopi instan andalan Wonwoo. "Emang mau ke sini lagi?"
"Iye, ada meeting sama gue."
"Meeting tuh di tempat elit, Bang," sahut Rose yang ikut bergabung. "Ini malah lesehan di depan warung."
Wonwoo tentu saja tak mempedulikan nyinyiran dari tetangganya itu. Fokusnya sudah tertuju pada desain akhir untuk rumah Hongseok, alumni penduduk Graha Permai.
"WIDIH, WIDIH, WIDIIIH! GUE LIAT-LIAT LAGI PADA NGUMPUL, NIH!" Yerim datang dengan langkah semangat. Perempuan itu bahkan langsung menyesap kopi milik Wonwoo tanpa merasa bersalah. "Kopi apa, nih? Luwak ye?"
Wonwoo dengan sebal merebut cangkir kopinya. "Mesen sendiri! Asal begal punya orang aja lo!" omelnya sembari meminum beberapa teguk kopinya. Putra sulung keluarga Jeon itu tak mempedulikan sudut gelas bekas Yerim minum.
"Teh Ociii kita eksperimen, yu--"
"Nggak!" Potong June cepat, ia langsung melarang Yerim. "Utang lo minggu lalu belum dibayar! Sok-sokan eksperimen sama Yakult, bagian gagal kagak mau bayar."
"Ck! Mending buatin gue kopi. Kali ini bayar langsung."
"Yer, saran gue mending lo balik," sahut Wonwoo yang masih duduk lesehan di depan warung. "Mantan lo bentar lagi dateng."
"Siapa?"
"Yerim punya mantan?"
"Bang Hongseok," balas Wonwoo dengan wajah datar seakan apa yang ia katakan bukanlah sebuah masalah besar. "Dia mantan lo, kan?"
Wajah bahagia Yerim seketika berubah menjadi anyeb, suasana hatinya seketika memburuk. "Lo kalo mau ngomongin kerjaan cari kafe napa, Bang! Gue laporin ke pihak marketing, nih! Keseringan bawa tamu dari luar."
"Elah, bilang aka lo takut gamon--"
"Sumpah, jangan ada yang tahan gue. Biarin gue siram itu manusia pake air panas!" Yerim bergerak-gerak tidak jelas. Perempuan itu seakan sedang pemanasan dan berlagak tubuhnya ditahan oleh orang lain saat akan baku hantam. Padahal, June dan Rose tak ada niatan menghalangi Yerim.
KAMU SEDANG MEMBACA
GPR 48✓
FanfictionMereka bukan lawan AKB ataupun JKT Mereka juga bukan sejenis kumpulan anggota legislatif Mereka hanyalah manusia-manusia gila yang cocok jadi wayang OVJ ----- Cerita ini hadir karena serbuan dari manusia-manusia berkedok followers di live IG lambe_h...